Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Izin Ngekos

“Aku lagi nggak bawa uang sekarang, gimana aku akan bayar sewa ruangan ini yang tadi Bu Ola sebutkan? Kalau boleh tahu di mana alamat rumah tempat tinggal Bu Ola itu, biar nanti saat aku akan pindah ke sini aku terlebih dahulu menemui Bu Ola dan membayar sewanya,” ujarku.

“Kamu tempati aja dulu, soal sewa kapan aku ke sini aja kamu bayar. Yang harus kamu bayar setiap akhir bulannya yaitu listrik di ruangan ini,” jawab Bu Ola.

“Oh begitu, baiklah Bu. Sekali lagi terima kasih ya Bu Ola,” ucapku.

“Ya Ray, aku pamit ya?” ujarnya, akupun mengangguk dan tersenyum.

****

Malam itu sehabis makan malam, aku yang biasa ke kamarku di lantai atas untuk belajar atau mengerjakan tugas jika di sekolah Guru memberikan PR langsung saja menghampiri Om Zul yang kebetulan saat itu sedang duduk sendiri di teras rumah.

“Malam Om,” sapaku.

“Eh, Ray. Loh biasanya kamu langsung ke atas belajar dan ngerjain PR,” ujar Om Zul yang sudah tahu dan hafal sekali kebiasaanku.

“Iya Om, tapi karena ada hal penting yang ingin aku sampaikan, makanya aku nemuin Om di sini. Boleh duduk di sini kan Om?” ulasku sembari minta izin duduk di sana.

“Oh tentu aja, silahkan!” Om Zul mempersilahkan dan aku mengangguk sembari tersenyum ramah, lalu duduk di kursi bersebelahan dengan kursi yang diduduki Om Zul.

“Emangnya hal penting apa yang ingin kamu sampaikan itu, Ryan?” sambung Om Zul bertanya.

“Begini Om, tapi sebelumnya aku minta maaf jika hal yang ingin aku sampaikan ini nantinya membuat Om nggak berkenan,” ucapku yang sebenarnya ragu dan merasa agak takut untuk menyampaikannya.

“Sampaikan aja, emangnya ada apa?” tanya Om Zul, meskipun raut wajahnya terlihat santai akan tetapi aku masih saja ragu.

“Kalau Om nggak keberatan, aku ingin ngekos Om..”

“Apa? Kamu mau ngekos?!” potong Om Zul dengan nada terdengar agak keras karena terkejut, akupun ikut terkejut dan makin kuatir jika Om Zul akan marah.

“Nggak.. Nggak. Kamu nggak boleh ngekos! Ayahmu dulu menitipkan kamu di sini untuk melanjutkan sekolah di kota ini,” sambung Om Zul, akupun dibuatnya tertunduk dan tak berani menatapnya.

“Om...”

“Apa yang membuatmu sampai kepikiran untuk ngekos segala?” kembali Om Zul memotong saat aku hendak bicara.

“Begini Om, nggak ada sesuatu apapun yang mendasari keinginan aku untuk ngekos selain mau hidup mandiri saja seperti teman-temanku di sekolah yang juga datang dari desa dan kota lain. Mereka cerita tentang keseruan tinggal di kos-kosan, meskipun segala sesuatunya dikerjakan sendiri akan tetapi di situ mereka mendapatkan pelajaran tentang kemandirian dan itu hal yang sangat positif salah satunya menghilangkan sifat manja dan malas-malasan.” Jelasku yang sebenarnya mengarang cerita saja.

“Maksudmu? Hal positif dapat menghilangkan sifat manja dan malas-malasan itu apa?” tanya Om Zul, aku melihat keningnya dikerutkan.

“Begini Om, kebanyakan dari teman-temanku yang ngekos terutama dari kota lain kehidupan ekonominya cukup mampu, sewaktu mereka di rumahnya terbiasa manja apa yang diinginkan selalu ada tanpa berusaha sedikitpun. Begitu ngekos di sini, mereka terbiasa mengerjakan sendiri segala sesuatu menyangkut kebutuhannya dan itu yang membuatku ingin seperti mereka Om,” aku menuturkan berharap Om Zul faham.

“Aneh kamu ini, udah enak tinggal di sini eh kamunya ingin susah-susah ngekos. Emang di rumah ini kamu nggak nyaman dan kerasan ya?” tanya Om Zul, sorot matanya seperti ingin menyelidiki penyebab aku meminta izin untuk ngekos.

“Bukan nyaman dan kerasannya Om, tapi aku hanya ingin belajar mandiri saja apalagi kehidupan ku di desa bukan seperti teman-teman lain yang terbilang cukup mampu. Mereka aja bisa terlatih mandiri, lalu kenapa aku nggak? Makanya aku sampaikan keinginanku itu sama Om, agar kelak aku terbiasa hidup mandiri setelah tamat sekolah atau melanjutkan ke perguruan tinggi,” jawabku, sepintas aku lihat Om Zul mengangguk-anggukan kepalanya.

“Ya, Om ngerti sekarang dengan alasan kenapa kamu ingin ngekos. Apalagi kamu seorang laki-laki, kemandirian memang harus ditanamkan sejak dini. Om setuju dengan keinginanmu itu, tapi masalahnya apakah Ayahmu di desa bakal menyetujuinya juga jika nanti aku beri tahu kalau kamu ingin ngekos di kota ini?” ujar Om Zul.

“Kalau bisa Om jangan kasih tahu Ayah, aku kuatir Ayah nggak akan setuju karena dia nggak akan ngerti walau dijelaskan juga alasannya,” pintaku.

“Tapi bagaimana suatu hari nanti Ayahmu tahu? Om pasti bakal dimarahinya,” giliran Om Zul yang kuatir.

“Om nggak perlu kuatir, Ayah akan aku kasih tahu ketika aku libur kenaikan kelas nanti. Jika aku jelasin langsung saat aku di desa, Ayah pasti faham dan nggak akan menyalahkan Om atas keinginanku untuk ngekos di kota ini,” ujarku, kembali Om Zul mengangguk-anggukan kepalanya.

“Emangnya kamu mau ngekos di mana?” tanya Om Zul.

“Nggak jauh dari sini kok Om sekitar sekiloan, tadi sepulang sekolah aku iseng cari kos-kosan eh nggak tahunya dapat,” jawabku.

“Emang sewanya per bulan berapa? Nanti biar Om yang bayar,” tanya Om Zul, aku sempat melengoh ke belakang ke dalam rumah mencari tahu ada tidaknya Tante Ira duduk di ruangan depan yang berdekatan dengan teras tempat kami duduk dan ngobrol.

Hal itu aku lakukan untuk memastikan agar obrolan kami, terutama mengenai keinginan Om Zul untuk membayar sewa kosku per bulan itu.

“Sewa per bulannya karena nggak mahal dan aku rasa cukup dengan uang yang dikirim Ayah, sebaiknya Om nggak usah bantu,” jawabku.

“Loh, kok gitu?” Om Zul kembali merasa aneh atas penolakanku untuk dibantu.

“Katanya pemilik kos itu, aku cukup bayar listriknya aja setiap bulan sebesar Rp. 50.000,- mengenai kosnya itu sendiri aku hanya disuruh menempatinya saja,” ujarku yang menyembunyikan jika sewa ruangan yang akan aku tempati itu Rp. 100.000,-.

“Masa sih, Ray?” Om Zul tak percaya.

“Benar Om, Ibu kos itu bilang begitu. Tadinya ruangan kos yang akan aku tempati itu nggak untuk disewakan karena ingin dibuat gudang, tapi karena aku ingin sekali menempatinya Bu kos itupun mengizinkan tanpa disewa hanya bayar listrik setiap bulannya saja,” jelasku.

“Wah, baik sekali Ibu kos itu. Emang ruangan yang akan dijadikan gudang itu besar dan layak huni?” tanya Om Zul lagi.

“Lumayanlah Om cukup nyaman juga untuk ditempati,” jawabku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel