Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Apakah Kamu Yakin?

[Selamat malam Tuan Muda, maaf mengganggu waktunya,] sapa sang tangan kanan Nyonya Besar Gu, dari seberang panggilan.

"Ada apa?" tanya Yi Tian, walaupun sudah dapat menebak dengan apa yang hendak disampaikan oleh tangan kanan sang nenek.

[Tuan Muda, Nyonya Besar meminta Tuan segera kembali ke kediaman sekarang juga,] jelas sang tangan kanan.

"Baik!" jawab Yi Tian dan segera memutuskan panggilan.

Kembali meletakkan ponsel di atas meja, Yi Tian menenggak wiski yang ada di dalam gelas kristal di hadapannya.

"Anda sudah mau pergi?" tanya Zhen Ming dengan nada suara yang jelas terdengar kecewa.

Menenggak habis wiski dan satu tegukan, kemudian Yi Tian meletakkan gelas itu kembali ke meja bar dan mengangguk, guna menjawab pertanyaan Zhen Ming si bartender.

Kemudian, Yi Tian pun berdiri dan meletakkan beberapa lembar uang pecahan besar di atas meja. Kemudian berbalik pergi.

"Selalu begitu dingin, tapi itulah yang membuatnya berbeda," cuman Zhen Ming dengan senyum penuh makna, sebelum kembali melayani tamu lain.

Di luar klub malam, Yi Tian masuk ke dalam mobil sport keluaran terbaru berwarna hitam. Lalu, melajukan mobil dengan kencang membelah lalu lintas malam.

Seperti biasa, hidupnya terasa hampa. Tidak ada yang membuatnya tertarik, selain bekerja tentunya dan pertemuan keluarga seperti ini, sama saja ia tidak tertarik.

Melajukan mobil dengan begitu kencang, segera membawa YI Tian ke kediaman dalam waktu kurang dari 30 menit.

"Selamat malam, Tuan. Nyonya Besar sudah menunggu di ruang kerja," sapa seorang pelayan yang membukakan pintu untuk Gu Yi Tian.

Mengangguk dan melangkah ke ruang kerja di sana sang nenek telah menunggu.

"Selamat malam, Nek. Ada apa?" sapa Yi Tian dan melangkah ke arah sofa, kemudian duduk.

Apakah kamu mengencani pria? Bagaimana aku bertanggungjawab pada putraku? Mendiang ayahmu? batin Nyonya Besar Gu. Itulah yang hendak dikatakan, tapi tentu saja ditahan. Sebab, itu hanya akan membuat mereka bertengkar dan cucunya pergi. Jadi, setelah mampu menahan diri Nyonya Besar Gu pun berkata, "Ada hal yang ingin Nenek sampaikan."

"Katakan," ujar Yi Tian, seperti biasa terdengar tidak peduli apalagi antusias.

Nyonya Besar Gu, melangkah ke arah sofa dan duduk di hadapan sang cucu. Lalu, memberi kode kepada sang tangan kanan.

Sang tangan kanan, segera menghampiri Nyonya Besar Gu dan menyerahkan selembar foto.

"Ini. Dia adalah putri Keluarga Zhang. Dia baru tiba dari Eropa dan ingin bertemu denganmu pada acara minum teh besok. Pastikan kamu datang tepat waktu,"

"Apakah ini perjodohan? Bukankah kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya?" tanya Yi Tian dengan nada suara yang dingin dan sama sekali tidak melihat ke arah foto yang sudah diletakkan di atas meja.

"Anggap saja ini perkenalan. Jika kamu suka, maka baru kita lanjutkan ke tahap perjodohan. Jika tidak, maka Nenek akan mencari calon yang lain," jawab Nyonya Besar Gu, berusaha mencari jalan tengah.

Ha ha ha!

Gu Yi Tian, tertawa dingin. Kemudian ia pun berkata, "Bukankah dulu kita sepakat bahwa aku cukup memajukan perusahaan? Membuat perusahaan semakin berkembang dan memberi untung berkali-kali lipat. Lalu, mengapa Nenek begitu tamak?"

"YI TIAN! Justru karena kamu begitu handal dalam berbisnis dan mengembangkan bisnis keluarga dengan baik, karena itulah kamu butuh seorang istri untuk mendukungmu! Lagipula, berapa usiamu saat ini? Semua cucu sahabat Nenek yang seumuran denganmu sudah menikah dan memberikan cicit yang lucu kepada mereka," seru Nyonya Besar Gu, mulai gusar.

"Maka, maafkan aku Nek. Aku tidak bisa seperti cucu teman Nenek!" tandas Yi Tian dan berdiri dari duduknya.

"Kamu ingin Nenek cepat mati?" raung Nyonya Besar Gu.

"Oh, ayolah Nek. Aku tahu Nenek sekuat kuda pacuan dan aku yakin Nenek sudah mendengar rumor yang beredar terkait diriku. Jadi, jangan terlalu berharap!" tandas Yi Tian, lalu melangkah pergi.

"SAMPAI KAPAN? Sampai kapan kamu harus begini? Wanita itu sudah meninggal, menunggu berapa lama pun dia tidak akan kembali!" raung Nyonya Besar Gu. Awalnya, ia tidak berencana mengungkit soal cinta pertama sang cucu yang sudah meninggal. Namun, saat Yi Tian menyebutkan tentang rumor, maka membuatnya panik.

Gu Yi Tian berhenti melangkah dan berbalik, menatap ke arah sang Nenek dengan tatapan yang begitu dingin.

"Jangan bawa Bai Lu di tengah perdebatan kita! Biarkan dia beristirahat dengan damai," ujar Yi Tian dengan suara bergetar.

"Seandainya Nenek tahu dia sakit, maka Nenek akan memperlakukannya dengan baik. Seandainya Nenek tahu, maka Nenek akan mengizinkan kalian menikah muda," ujar Nyonya Besar Gu, menyesal.

Dulu, Bai Lu adalah teman satu sekelas sang cucu. Setelah tamat sekolah menengah, Yi Tian meminta izin untuk menikah. Tentu hal itu ditentang, karena masa depan cerah Yi Tian terbentang begitu luas di depan mata. Karena itulah, Nyonya Besar Gu menentang keras dan mengancam wanita itu. Bahkan, ia membuat keluarga wanita itu tidak dapat tinggal di kota yang sama dengan mereka.

Gu Yi Tian, patah hati. Jauh dalam lubuk hatinya, ia dapat menebak alasan kepergian Bai Lu dan keluarganya. Namun, tidak sampai satu tahun kemudian keluarga itu kembali ke kota ini dengan membawa guci abu sang putri.

Mulai saat itu, dunia Yi Tian seakan berhenti berputar. Ia tidak lagi pernah tertarik dengan lawan jenis. Dapat dikatakan ia menutup dirinya sepenuhnya, sampai dengan saat ini. Ya, sampai ia berusia 30 tahun.

"Semua sudah berlalu. Aku mohon, Nenek tidak lagi mengungkit tentang Bai Lu," ujar Yi Tian dan berbalik, melangkah pergi meninggalkan kediaman Gu, kembali ke apartemennya.

Nyonya Besar Gu, menatap kepergian sang cucu dengan mata merah, karena tergenang air mata. Ia sedih, melihat cucu satu-satunya begitu malang. Cucu yang malang, putra dan menantunya meninggal muda dalam kecelakaan. Meninggalkan Yi Tian untuk diasuhnya.

***

Keesokan harinya, kembali ke kediaman Tan.

Pukul 7 pagi, Zhu An Chi turun ke lantai bawah setelah mandi dan keramas. Semalaman ia tidak dapat tidur dan duduk di lantai untuk mengenang sang putra. Pagi ini, ia mengenakan gaun hitam karena masih berkabung.

"Selamat pagi Nyonya," sapa salah seorang pelayan saat An Chi masuk ke ruang makan.

An Chi mengangguk dan duduk di kursi meja makan, yang merupakan tempatnya.

"Setidaknya pakai sedikit lipstik! Tidakkah kamu berkaca? Wajahmu begitu pucat dan mengerikan!" tegur Nyonya Besar Tan yang merasa kesal melihat penampilan menantunya itu. Bahkan, ia dengan segera kehilangan selera makan.

"Apakah berkas perceraian telah disiapkan?" tanya An Chi kepada sang ibu mertua, mengabaikan gerutuan wanita tua itu tadi.

"Sudah! Ada di ruang kerja, tanda tangani itu setelah kamu selesai sarapan!" jawab Nyonya Besar Tan, dingin.

"Apakah kamu yakin An Chi?" tanya Tuan Besar Tan, sang ayah mertua.

Pria tua itu adalah sosok yang paling baik kepada An Chi. Namun, karena lemah dan sakit-sakitan, sang istri lebih berkuasa di keluarga ini. Berkat pria tua itulah, waktu itu An Chi dapat membawa pulang bayinya dari rumah sakit saat setelah bersalin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel