Bab 4. Bukan Dosa ataupun Aib
"Iya Ayah," jawab An Chi dengan mengusahakan seulas senyuman.
Tan Wei Long menatap sang istri yang terlihat pucat. Seandainya, An Chi tidak terpuruk seperti ini maka mungkin saja pernikahan mereka dapat diselamatkan. Namun, melihat bagaimana wanita itu menyalahkan dirinya maupun sang ibu, membuat Wei Long tidak terlalu menentang perceraian ini.
"Jika di masa mendatang kamu butuh bantuan, maka jangan segan dan datang temui aku," ujar Tan Wei Long. Inilah yang dapat ia tawarkan kepada Zhu An Chi.
"Temui aku, jangan temui Wei Long!" sela Nyonya Besar Tan.
"Ibu–"
"CUKUP! Setelah kalian bercerai, maka tidak lagi ada ikatan apapun di antara kalian berdua. Jika butuh uang, maka An Chi cukup datang menemui Ibu!" sela Nyonya Besar Tan.
Zhu An Chi tidak peduli, sebab ia bersumpah tidak akan terlibat kembali dengan keluarga sampah ini.
Tidak lagi ada yang berbicara, sampai waktu sarapan selesai.
Begitu selesai menghabiskan sarapan, An Chi segera pergi ke ruang kerja, untuk menandatangani berkas perceraian.
Di sana, ibu mertua sudah menunggu. Wanita paruh baya yang masih begitu anggun di usianya, duduk di balik meja kerja dengan begitu angkuh.
Tanpa basa basi, An Chi langsung mendekati meja kerja dan mengambil bolpoin, menandatangani berkas perceraian itu. Setelah selesai, Nyonya Besar Tan segera mengambil berkas dan memeriksanya. Guna memastikan, tidak ada yang tertinggal.
"Ini," ujar Nyonya Besar Tan, sambil menyodorkan sebuah amplop putih yang cukup tebal.
Tidak sulit ditebak, An Chi tahu itu adalah segepok uang tunai. Terlihat jelas, wanita tua itu tidak ingin bertemu dengannya lagi di masa mendatang.
"Tidak perlu Bu," timpal An Chi, menolak amplop itu.
"Panggil aku Nyonya Besar Tan. Setelah menandatangani berkas perceraian, kita sudah tidak lagi memiliki hubungan kekeluargaan," ujar Nyonya Besar Tan.
"Baik. Aku tidak butuh uang Anda Nyonya," ulang Zhu An Chi.
Zhu An Chi, lelah lahir dan batin. Ia sama sekali tidak merasa lapar ataupun haus. Namun, ia tetap harus makan agar tidak berakhir di rumah sakit dan An Chi sadar betul, mereka pasti tidak akan senang jika itu terjadi. Namun, anehnya saat ini ia merasa begitu marah dan benci kepada wanita tua nan arogan yang ada di hadapannya.
"Apakah Nyonya tahu..." ujar An Chi, sengaja menggantung ucapannya.
"Tahu apa?" tanya Nyonya Besar Tan, jelas terdengar tidak senang.
"Melahirkan anak yang cacat bukanlah dosa ataupun aib! Aku yakin Anda tahu itu, sebab Anda juga seorang ibu!" ujar An Chi, sebelum berbalik pergi keluar dari ruangan itu, meninggalkan Nyonya Besar Gu yang matanya melotot.
Pergi dari kediaman megah itu, dengan satu kardus berisi perlengkapan yang pernah digunakan mendiang putranya. Zhu An Chi keluar tanpa di antar oleh siapapun, termasuk sang suami. Ia tahu begitu keluar dari kediaman ini, maka ia tidak lagi memiliki hubungan apapun dengan Keluarga Tan.
Saat melangkah keluar dari gerbang utama, An Chi menoleh ke belakang guna melihat kemegahan kediaman itu sekali lagi. Sadar, bahwa pernikahannya adalah suatu kemalangan. Tanpa ada rasa penyesalan, An Chi melangkah pergi dari tempat itu. Siapa sangka, perasaannya terasa begitu ringan setelah keluar dari kediaman itu. Setelah bercerai, maksudnya.
***
Tok tok tok!
"Sebentar!" seru Zhen Ming dari balik pintu apartemen di pinggir kota.
"Zhu An Chi!" seru Zhen Ming, saat melihat siapa yang membunyikan bel pintu apartemennya.
Zhu An Chi, tersenyum saat melihat sahabatnya itu.
Zhen Ming menatap An Chi dari atas ke bawah dan berkata, "Kamu pergi dari tempat itu?"
"Aku bercerai," ujar Zhu An Chi lantang.
Zhen Ming langsung memeluk An Chi, erat dan berkata, "Bagus! Bagus! Sudah tepat kamu datang kemari."
Zhu An Chi membalas pelukan Zhen Ming erat dan berderai air mata. Ya, air matanya baru dapat mengalir.
"Ayo masuk," ujar Zhen Ming sambil memapah An Chi masuk ke dalam apartemennya yang sederhana.
Dulu, Zhen Ming dan An Chi menimba ilmu di sekolah yang sama. Mereka sahabat karib. Ketika Zhen Ming ditindas, maka An Chi yang akan maju ke depan untuk melindunginya.
Zhen Ming, seorang pemuda dan yatim piatu dengan sikap yang kemayu sering ditindas oleh orang lain. Namun, mereka berdua cocok dalam berkomunikasi dan menjadi sahabat karib.
"Duduklah, akan aku buatkan teh kesukaanmu," ujar Zhen Ming dan berjalan ke dapur untuk menyeduh teh.
"Tinggallah di sini selama yang kamu mau. Apa yang kamu butuhkan, katakan padaku," ujar Zhen Ming sambil meletakkan teh di atas meja yang ada di hadapan An Chi.
"Aku bercerai dan tidak meminta apapun. Jadi, aku miskin," jelas An Chi, sambil menghapus jejak air mata di wajahnya.
"Benar, harus seperti itu. Jangan ambil satu sen pun dari mereka. Mereka bahkan tidak hadir di pemakaman cucu mereka," ujar Zhen Ming kesal. Hari itu, ia datang terlambat dalam prosesi pemakaman. Namun, ia tahu tidak ada satu orangpun dari Keluarga Tan yang datang untuk mengantar kepergian bayi tidak berdosa itu.
"Tinggal di sini, aku akan mengurus dirimu!" janji Zhen Ming.
Zhu An Chi, menggeleng dan berkata, "Tidak, tidak perlu. Cukup izinkan aku tinggal beberapa hari sampai aku menemukan pekerjaan."
"TIDAK! Silakan tinggal selamanya. Apakah kamu lupa, dulu kamu satu-satunya orang yang mau meminjamkan uang padaku. Saat itu, aku butuh uang untuk operasi ibuku. Jika tidak, maka ibuku tidak akan tertolong. Karena itulah, jangan merasa sungkan!" ujar Zhen Ming.
"Terima kasih," ujar An Chi, tulus.
"Kamu istirahatlah, aku sudah harus pergi bekerja. Hari ini, aku harus lebih cepat masuk kerja karena ada pewaris yang hendak berpesta," jelas Zhen Ming.
"Kamu masih bekerja di sana?" tanya An Chi.
"Ya, aku masih bekerja di klub malam Zero. Aku suka bekerja di sana. Bisa minum sepuasnya dan banyak pria tampan," ujar Zhen Ming dengan senyuman penuh makna.
Zhu An Chi tersenyum tipis, dengan sahabatnya ini ia dapat merasa santai.
"Kamu tidak berubah. Lalu, bagaimana kamu jelaskan pada ibumu kalau kamu menyukai pria?" tanya An Chi.
Zhen Ming mengangkat bahu dan berkata, "Aku akan pikirkan nanti. Yang pasti tidak sekarang, karena ibuku pasti akan terkena serangan jantung."
"Baiklah, aku pergi. Anggap rumah sendiri," ujar Zhen Ming, mengalihkan pembicaraan dan meninggalkan apartemen.
Zhu An Chi merebahkan dirinya di sofa dan memejamkan mata. Tubuhnya lelah, amat teramat lelah. Di ruangan sempit ini, barulah An Chi dapat memejamkan mata. Terlelap dan kembali bermimpi tentang putranya. Mimpi yang indah dan An Chi tidak ingin terbangun.
***
DRITTT! DRITTT!
An Chi, mulai terganggu dengan getaran ponselnya yang diletakkan di atas meja. Gangguan itu, membangunkan An Chi dari tidur.
Membuka mata dan mendapatkan kesadarannya kembali, rasa kecewa melilit jiwa saat sadar ia sudah terbangun dari mimpi indahnya.
Bangkit dan duduk di sofa, An Chi meraih ponsel untuk menjawab panggilan dari Zhen Ming.
"Halo."
[An Chi, segera datang ke klub Zero dalam waktu 30 menit!]
