Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Kesalahan?

Zhu An Chi, menggeleng.

"Tidak. Tolong tinggalkan aku sendiri," jawab An Chi, yang kembali ke kesibukannya tadi menyusun perlengkapan yang sempat dipakai sang putra selama satu bulan.

"Jangan menyesal! Ibu hanya melakukan sesuai keinginanmu," pesan Nyonya Besar Tan, sebelum buru-buru melangkah pergi. Ya, ia harus mempersiapkan semua berkas sebelum menantu pembawa sial itu berubah pikiran.

Zhu An Chi, memeluk dan menatap lama semua benda milik sang putra, sebelum memasukkannya ke dalam kotak. Ia tidak akan mengambil apapun dari Keluarga Tan, sebagaimana ia masuk ke kediaman ini begitu juga caranya ia pergi. Yang akan di bawa hanyalah semua benda milik putranya. An Chi yakin, tidak akan ada yang keberatan.

Tidak minum maupun makan, seharian An Chi berada di kamar itu sampai matahari terbenam.

KLIK!

Pintu kamar terbuka dan Tan Wei Long, melangkah masuk. Ia meninggalkan rapat penting, karena sang ibu berkata bahwa An Chi minta bercerai dan tidak menuntut apapun. Tentu saja sang ibu terdengar begitu gembira, tapi tidak dengan dirinya. Bagaimanapun, ada sedikit rasa sayang yang tertanam di hatinya, terlepas dari bayi cacat yang dilahirkan oleh istrinya itu.

"Apa yang kamu lakukan? Benarkah kamu minta cerai?" tanya Wei Long.

Zhu An Chi yang sedari tadi duduk termenung, menoleh ke belakang untuk menatap sang suami. Aneh, dulu sebelum menikah ia begitu kagum terhadap pria itu. Namun, mengapa sekarang pria itu terlihat begitu rendah.

"Ya, aku setuju untuk bercerai."

"Kamu yakin? Apa yang dapat kamu lakukan setelah bercerai? Bahkan, Ibu bilang kamu tidak menuntut apapun," tandas Wei Long.

An Chi membuang muka dan kembali menatap bingkai foto yang ada dalam genggamannya. Ya, melihat foto putranya setidaknya dapat mengobati sedikit rasa rindu yang melilit jiwa.

"Ya, aku tidak menuntut apapun. Jadi, segera siapkan surat cerai," jawab Zhu An Chi.

Tan Wei Long, melonggarkan ikatan dasi yang terasa begitu sesak. Lalu, dengan langkah lebar ia menghampiri sang istri yang masih terduduk di lantai. Wei Long pun berlutut dengan satu kali ditekuk, tepat di samping Zhu An Chi.

"Aku tahu kamu marah, tapi jangan seperti ini. Aku akan mencoba berbicara dengan ibu. Lalu, kita juga bisa pergi ke luar negeri untuk berobat dan mengikuti program bayi tabung, agar tidak lagi terjadi kesalahan yang sama," ujar Tan Wei Long.

"Kesalahan? Apakah maksudmu anak kita adalah suatu kesalahan?" tanya An Chi, kali ini dengan menatap tajam ke arah sang suami.

Tan Wei Long menghela napas dan berkata, "Bukan itu maksudku. Namun, lebih baik kita berjaga-jaga agar hal tersebut tidak terulang kembali."

"Kesalahan?" tanya An Chi, yang menolak mendengar penjelasan Wei Long.

Tan Wei Long, terdiam dan menatap sang istri. Ia tahu perangai istrinya itu, jika sudah marah maka tidak ada satu kata pun yang mampu meredakan amarah itu dengan cepat. Kemudian, ia berdiri dan memasukkan kedua tangan di saku celana seraya berkata, "Jika bukan kesalahan, lalu apa? Bahkan Yang Kuasa memilih memanggilnya kembali dan itu bagus untuk semua orang. Lalu, mengapa kamu seperti ini? Sampai kapan kamu akan seperti ini? Aku juga lelah, belum lagi aku harus menerima tatapan mencemooh dari orang lain."

Zhu An Chi, berdiri dari duduknya dan menatap tajam ke arah suaminya.

"Sampai kapan? Baru tadi pagi, aku memakamkan anakku! Bagus untuk semua orang? Tidak untukku! Apakah kau tahu seakan ada lubang menganga di dalam diriku?" ujar An Chi dengan nada suara yang meninggi, sambil menekan dadanya sendiri yang terasa begitu sesak. Ya, ia pikir tidak lagi memiliki energi untuk menghadapi semua ini, tapi ucapan sang suami cukup menyulut kemarahannya.

"An Chi, aku–"

"CUKUP!" raung Zhu An Chi memotong ucapan Wei Long.

"Cukup! Kamu ayah yang buruk! Bagaimana bisa kamu mengabaikan putramu begitu saja. Bahkan, saat pemakaman pun kamu tidak hadir," seru An Chi dengan suara bergetar.

"Aku... Aku ingin tetap berada di dekatmu dan putra kita. Namun, aku tidak tahan dan merasa malu. Aku malu memiliki anak seperti itu! AKU MALU!" balas Tan Wei Long dengan nada bicara yang cukup kuat juga.

"AKU JUGA MALU! Aku malu pada putra kita. Aku malu, mengapa ia memiliki ayah seperti dirimu!" sembur An Chi. Tubuhnya gemetar, tidak ada air mata yang mengalir walaupun perasaannya tersayat-sayat.

"..."

Tan Wei Long, terdiam. Ya, ia memang ayah yang buruk. Namun, sebagai pewaris tunggal Keluarga Tan ini adalah aib yang memalukan. Tidak ada dalam sejarah, garis keturunan Keluarga Tan yang terlahir cacat. Jadi, ia ragu. Ya, ragu bahwa anak itu adalah darah dagingnya. Diam-diam, ia meminta pihak rumah sakit untuk melakukan tes DNA, tentu tanpa sepengetahuan An Chi. Sialnya, anak itu memang darah dagingnya.

"Cukup! Cukup sudah. Aku tidak mungkin dapat hidup dengan kalian, jadi segera siapkan surat cerai agar aku dapat menandatanganinya!" ujar An Chi yang merasa begitu lelah.

Tan Wei Long menunduk dalam, lalu melangkah pergi meninggalkan kamar itu tanpa mengatakan apapun lagi.

Jika itu mau sang istri, maka ia akan menyetujuinya. Lagipula, Wei Long tidak lagi memiliki keberanian untuk membiarkan An Chi mengandung anaknya lagi. Tidak berani.

Pintu kamar ditutup dan An Chi kembali duduk di lantai, mengambil bingkai foto dan menatapnya lama. Lama.

***

Di sudut kota yang lain, tepatnya di kediaman megah milik Keluarga Gu.

Nyonya Besar Gu, sesak napas setelah mendengar kabar yang disampaikan oleh tangan kanannya.

"A-Apa? Apa yang kamu bilang?" tanya Nyonya Besar Gu sambil berusaha mengisi paru-parunya dengan oksigen.

"Ehm, ya...ya... seperti yang aku katakan tadi.... Tuan Muda... beliau..."

"KATAKAN DENGAN JELAS!" raung Nyonya Besar Gu saat melihat sang tangan kanan tergagap seperti itu.

"Maaf Nyonya. Tuan Muda dipastikan gay. Beliau kemarin menghabiskan malam di klub Zero, salah satu klub malam khusus gay dan saat ini beliau masih di sana. Beliau–"

"CUKUP!!!" teriak Nyonya Besar Gu, histeris. Ia tidak sudi mendengar lebih banyak lagi terkait orientasi seksual cucunya yang menyimpang.

Berdiri dari duduknya dan mengatur napas, Nyonya Besar Gu berkata, "Pastikan tidak ada media yang mengabarkan kabar itu! Pastikan! Jika sampai ada kabar yang beredar, maka kamu akan dipecat!"

"B-Baik Nyonya," jawab sang tangan kanan tergagap.

"Dan, dan suruh Yi Tian segera datang kemari. SEGERA! Seret dia jika perlu," perintah Nyonya Besar Gu.

"Baik Nyonya," jawab sang tangan kanan dan segera berlari keluar dari ruang tamu.

Keluarga Gu, keluarga taipan yang disegani. Sebab selain merupakan keluarga pengusaha, sang kakek juga adalah mantan Jenderal yang dihormati. Walaupun beliau sudah pensiun dan meninggal dunia, tapi Keluarga Gu masih dikenal sebagai keluarga mantan Jenderal yang begitu dihormati.

***

Di klub malam Zero.

Drittt! Drittt!

Gu Yi Tian, menatap ke arah ponselnya yang diletakkan di atas meja bar.

"Kamu tidak jawab panggilan itu?" tanya Zhen Ming, pemuda yang berprofesi sebagai bartender di klub malam ini.

"Halo!" seru Yi Tian saat mengangkat panggilan itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel