Bab 4. Diperkosa
Setan telah menguasai ketiga pria yang ada di hadapan Alula Yan. Terutama Pan, ia lah dalang dari apa yang akan terjadi selanjutnya.
Krekkk!
Satu sentakan tangan Pan yang kuat, menarik lepas bra tipis yang dikenakan Lula.
"ARGHHH!" teriak Alula panik. Ia ingin menutup tubuhnya dengan kedua tangan, tapi tidak bisa sebab kedua tangannya sedang terikat. Kedua kaki menendang-nendang, berharap mereka menjauh darinya.
Pan menelan ludah, ia begitu dahaga saat melihat kedua payudara Alula yang terpampang jelas tanpa ada penutup apapun. Apalagi bagaimana gadis itu menendang-nendang, membuat sepasang payudara itu ikut bergoyang.
Pan langsung berdiri dan berkata kepada kedua pria yang ada di belakangnya.
"Ehm, B-Boss.... Siapa duluan?" tanya Pan langsung dan mengabaikan teriakan serta tangisan Alula.
"Aku!" seru Tuan Mo dan mulai membuka sabuk pinggang yang ia kenakan.
"Hei! Aku dulu!" sela Tuan Chan, melangkah maju.
"Aku yang berhak menjadi yang pertama, mengingat aku adalah pemilik modal paling banyak!" tegas Tuan Chan dengan kedua tangan yang mulai membuka celana.
Tuan Mo diam dan mundur. Tidak apa-apa, mau yang pertama atau kedua bukanlah masalah. Yang penting, ia juga ingin menikmati tubuh gadis itu.
Pan menelan ludah, menahan gejolak hasrat yang sudah menggila. Ia sadar diri dan tahu, akan mendapat giliran paling akhir. Jadi, ia harus bersabar sambil menyentuh kejantanannya sendiri.
"T-Tuan.... Tuan, aku mohon. J-Jangan... ARGHHH!" pekik Lula saat Tuan Chan berlutut di depannya dan menarik kedua kakinya, agar terbuka lebar.
"He he he, cantik dan begitu belia," puji Tuan Chan, sambil menatap kagum ke arah sepasang payudara yang masih begitu kencang dengan puting merah muda.
Tanpa tahu malu, tangannya yang kasar mulai meraba setiap inci kulit Alula Yan. Teriakan dan permohonan yang terucap dari bibir Lula yang gemetar hebat, tidak mereka hiraukan. Aksi bejat pun dilakukan, Tuan Chan menyatukan tubuhnya dengan kasar dan kembali mengabaikan pekik penuh kesakitan dari gadis yang disetubuhinya.
Tuan Mo dan Pan, tertawa mesum dan menatap bagaimana Tuan Chan menggauli Lula. Setan telah merasuki diri mereka dan tangisan pilu seorang gadis, tidaklah mampu membuat mereka iba.
Di atas bangunan kapal, seseorang mengintip ke bawah. Han, pemuda miskin berusia 20 tahun bekerja sebagai awak kapal untuk mengurus semua pekerjaan tidak penting, menatap ngeri ke arah apa yang terjadi. Kedua tangan kurus mencengkeram sisi bangunan kapal dan ia gemetar karena ketakutan. Seorang gadis sedang diperkosa, apa yang harus ia lakukan? Apakah menolongnya? Tidak bisa. Sebab, mereka berada di tengah lautan dan jika ia melawan Boss karena wanita itu, maka ia pasti akan berakhir dengan dibuang ke laut lepas. Lalu, bagaimana dengan ibu dan adik-adiknya? Ya, Han adalah tulang punggung keluarga dan ia satu-satunya yang dapat bekerja untuk menghasilkan uang. Ibunya lumpuh dan lima orang adik-adiknya masih kecil.
Alula menangis kencang, takut dan kesakitan. Ia jijik, melihat apa yang mereka lakukan terhadapnya. Ketiga pria itu bergantian, menyetubuhinya. Tidak peduli bagaimana kewanitaannya terluka. Semakin ia teriak, semakin mereka tertawa keras dan brutal.
Pandangan Alula kabur, karena tergenang air mata. Suaranya mulai serak, karena terus berteriak. Tubuhnya masih gemetar hebat dan kesakitan. Lelah dan kehabisan tenaga, Alula memilih diam dan tidak lagi berteriak. Tidak ada yang akan datang menolongnya, di tengah lautan lepas ini.
"Hemmm, bagus, bagus. Diam dan jangan berteriak. Mengeranglah," ujar Pan yang kembali menyetubuhi Alula. Tuan Mo dan Chan sudah tergeletak di lantai geladak, karena kelelahan. Namun, Pan masih belum puas. Walau mendapatkan sisa-sisa, tapi ia sudah begitu senang.
"CUIH!"
Alula meludah, tepat di wajah mesum Pan.
PLAKKK!
"JALANG! BERANI MELUDAHIKU? RASAKAN INI!" teriak Pan setelah menampar wajah Alula. Ia menggerakkan pinggul semakin kencang dan kasar, merobek-robek kewanitaan Alula. Ini adalah hukuman karena berani meludahi dirinya. Tidak cukup sampai di sana, ia juga memasukkan jari tangannya dengan kasar mengabaikan luka-luka yang telah terpatri di kewanitaan gadis itu.
Alula memilih membuang muka, tidak mau melihat bagaimana bejatnya tindakan pria itu. Saat tidak sengaja menatap ke atas, ia melihat seorang pemuda.
"T-TOLONG! TOLONG AKU!" teriak Alula dengan sisa tenaga yang dimiliki.
Pan mengikuti arah tatapan Alula dan tertawa mengejek seraya berkata, "Kamu berani menolongnya?"
Wajah Han ketakutan dan pucat pasi, ia langsung menggelengkan kepala.
Ha ha ha!
"Jika tidak mau menolongnya, ayo kita nikmati bersama," ajak Pan dengan mesum.
Kembali Han menggelengkan kepala dan tidak lagi mau menatap ke arah itu. Ia segera berlari ke sudut lain kapal, untuk menyikat lantai.
"TOLONGGG!"
Han menutup telinganya dengan kedua tangan, saat mendengar teriakan penuh pilu dari gadis itu. Ia tidak memiliki keberanian untuk menolong. Ia tidak boleh mati di sini. Jika itu terjadi, maka ibu dan adik-adiknya akan segera menyusul. Air mata ketakutan dan malu, membasahi wajahnya. Namun, ia memilih untuk tidak melakukan apapun. Ini pilihannya.
Kembali ke sisi geladak di mana Alula terikat. Pan masih melanjutkan aksinya dan semakin kasar. Alula hanya terdiam, mematung. Mencoba untuk tidak merasakan apa yang sedang terjadi pada tubuhnya.
Tuan Mo dan Chan yang terbangun, kembali mengulang aksi bejat mereka. Kali ini, Alula memilih diam dan menatap wajah pria-pria yang bejat itu. Namun, dari ketiga pria itu ia lebih benci kepada pemuda tadi. Pemuda itu, melihat tapi tidak melakukan apapun. Walaupun tidak memperkosa dirinya, tapi sikap tidak peduli membuat rasa benci yang dirasakan Lula sama besarnya, bahkan lebih.
Sampai matahari mulai menyinsing, barulah ia ditinggalkan sendirian. Kain goni yang kasar, dilempar ke atas tubuhnya begitu saja.
Alula menatap ke arah terik matahari dan memohon, agar dirinya segera mati. Ia tidak lagi mampu mengulang apa yang terjadi.
Siang hari, Han diperintahkan untuk memberi makan dan minum kepada Alula. Namun, Alula menutup bibirnya rapat dan menolak makanan, maupun minuman. Tatapan tajam penuh kebencian, ditujukan kepada pemuda itu. Ya, pemuda yang tidak berani mengangkat wajah untuk membalas tatapannya.
"Dia tidak mau makan?" tanya Tuan Mo kepada Han, saat melihat makanan di atas piring kaleng masih utuh.
"B-Benar Tuan," jawab Han, tergagap.
"Biarkan saja, tidak makan satu dua hari tidak akan membuatnya mati. Nanti kalau sudah lapar dan tidak tahan, pasti dia akan makan," timpal Pan, ringan.
Tuan Mo dan Chan, setuju dan mereka kembali ke kesibukan masing-masing. Namun, saat matahari terbenam mereka bertiga kembali menyetubuhi Alula. Kali ini dengan kondisi sadar, tanpa pengaruh alkohol.
Kali ini, Alula menangis menahan sakit yang teramat sangat. Kewanitaan luka, saat ia diperkosa kemarin dan sekarang, aksi bejat itu kembali dilakukan. Tubuhnya berdarah, tapi itu sama sekali tidak menghentikan ketiga pria itu untuk menyetubuhinya dengan kasar.
