Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Menjadikanmu Wanita Sesungguhnya

PLAKKK!

Satu pukulan keras, dilayangkan Tuan Chan tepat ke bagian belakang kepala Pan. Lalu, Tuan Chan pun berkata, "Bodoh! Kalaupun tidak tahan, yang berhak menyentuhnya pertama kali adalah aku ataupun Tuan Mo! Jadi, jika kamu masih ingin ikut berlayar bersama kami, maka jaga sikapmu!"

Seketika, Pan diam. Bukan karena ia mematuhi perkataan Tuan Chan, melainkan segera ia memiliki sebuah ide cemerlang, agar dapat menggauli gadis itu. Ya, ia hanya perlu mendesak Tuan Mo ataupun Tuan Chan untuk menggauli gadis itu. Baru kemudian, ia pasti memiliki kesempatan. Wajar bagi para Bos mendapatkan jatah pertama terlebih dahulu dan ia sama sekali tidak keberatan, mendapatkan sisa-sisa dari mereka. Hanya memikirkan kemungkinan itu, sudah membuat dirinya bergairah.

"Jadi, di mana gadis itu ditempatkan?" tanya Pan, yang langsung mengubah topik pembicaraan.

"Ikat dia di sisi geladak kapal itu dan pastikan ia tidak melarikan diri! Sebentar lagi kapal akan berlayar," pesan Tuan Chan, sebelum melangkah pergi.

Alula yang masih menangis sesenggukan, jelas mendengar semua percakapan mereka. Entah mengapa, ia yakin nasibnya akan buruk setelah ini. Semiskin dan sesusah apapun hidupnya dulu, Lula tidak pernah merasakan ketakutan seperti ini. Ia akan dijual dan belum tentu hidupnya akan selamat, selama dalam perjalanan ke ibukota. Namun, tidak ada yang dapat dilakukan.

Seluruh tubuhnya lemas, kelelahan karena terus menerus menangis dan tidak ada satu orang pun yang dapat diandalkan, untuk menolongnya. Tidak ada.

Kembali ia diseret, kali ini oleh Pan ke sisi geladak tepat di samping bangunan kapal. Tempat itu sedikit teduh, karena tertutup sedikit atap dari bangunan kapal. Namun, hal yang terjadi berikutnya benar-benar membuat Lula ketakutan.

Kedua tangannya diikat dengan tali tambang yang cukup tebal, di mana tali itu dihubungkan kepada tiang dari bangunan kapal. Ya, kedua tangannya ditarik ke arah kiri dan kanan, terbentang lebar. Ia diperlakukan selayaknya hewan dan bukan manusia. Apakah ia dapat memberontak ataupun menolak? Tidak, ia tidak dapat melakukan apapun karena rasa takut telah menyelimuti jiwanya.

Saat matahari berada tepat di atas kepala, kapal itu pun berlayar menuju ibukota. Kapten kapal adalah Pan, selain itu Tuan Mo dan Chan juga turut serta. Di samping itu masih ada seorang pemuda berusia 20 tahun yang bertugas mengerjakan apa saja di kapal itu.

Tidak ada yang datang menghampiri Lula dan itu, membuatnya merasa sedikit tenang. Namun, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi berikutnya.

Matahari terbenam, bulan dan bintang yang saat ini menghiasi langit malam. Cuaca sangat bagus, seakan memberi dukungan penuh untuk perjalanan mereka selama ini.

Pan meninggalkan kemudi kapal dan turun ke dek bawah. Membuka lemari penyimpanan dan mengeluarkan tiga kendi yang berisi arak. Ini adalah minuman kesayangannya, tapi sepadan jika ditukar dengan kenikmatan yang akan didapat dari gadis itu.

Di geladak utama, bagian depan.

"Mari kita minum sampai mabuk. Bukankah ini harus dirayakan? Apa yang akan kita jual ke ibukota kali ini, pasti menjadi yang termahal dari apa yang pernah kita jual," ujar Pan, sambil meletakkan kendi itu di atas meja.

Tuan Mo dan Chan, yang awalnya sedang bermain kartu langsung tersenyum lebar saat melihat kendi-kendi itu.

"Hei, bukankah itu adalah arak yang sudah kamu simpan begitu lama?" tanya Tuan Chan, sambil membuka penutup kendi dan menghirup aroma arak.

"Ya! Karena aku senang, makanya aku bersedia berbagai dengan kalian," jawab Pan, sambil menjatuhkan bokongnya di lantai geladak.

"Ayo, kita minum!" seru Tuan Mo, senang.

Masing-masing memegang satu kendi dan langsung minum dari sana, dengan sibuk mengobrol. Malam semakin larut, dua kendi yang telah kosong tergelinding di geladak begitu saja.

Tuan Mo dan Chan, sudah mabuk berat tapi masih sadar. Sedangkan Pan, hanya minum sedikit dan meletakkan kendi miliknya sebelum berdiri.

"Bagaimana jika kita pergi melihat keadaan gadis itu?" ajak Pan, langsung. Ia sudah tidak tahan.

"Eh, ide bagus," seru Tuan Chan dan berdiri dari duduknya. Tubuhnya yang cungkring membuatnya terlihat dapat terjatuh kapan saja, tapi Pan segera memapahnya.

"Kamu ikut?" tanya Tuan Chan kepada Tuan Mo.

Tuan Mo yang bertubuh gempal, bersusah payah untuk berdiri dan menjaga keseimbangan. Namun, ia berhasil dan mereka bertiga langsung berjalan ke arah sisi geladak kapal, di mana Lula terikat.

"Sssttt, dia tidur," bisik Pan saat mereka tiba di hadapan Alula yang sudah terlelap. Ia tertidur karena kelaparan dan haus.

Pan melepaskan Tuan Chan, saat telah memastikan pria cungkring itu dapat berdiri tegak. Lalu, ia melangkah mendekati dan jongkok, tepat di hadapan Lula.

Dengan cekatan, Pan mengeluarkan pisau lipat dari saku celana dan mengarahkan ke bagian depan pakaian lusuh yang dikenakan Alula.

"Bukankah kita harus memastikan tidak ada penyakit atau hama, yang menempel pada tubuh gadis itu sebelum dijual?" tanya Pan, mencari alasan.

Tuan Mo dan Chan yang mabuk berat, hanya mengiyakan dengan anggukan kepala. Tahu bahwa ia mendapat izin, maka dengan satu sentakan Pan merobek bagian depan pakaian Lula dengan pisau lipat miliknya.

Gerakan itu, membuat Lula terlonjak dan terbangun.

"A-Apa yang kalian lakukan?" seru Lula dengan panik dan sambil berusaha menjauhkan diri dari pria-pria yang ada di hadapannya.

"Sssttt, tenanglah. Kami hanya memeriksa, ya... memeriksa," jawab Pan dengan suara yang berat. Siapa sangka, kulit yang ada dibalik kain lusuh itu begitu halus dan putih. Belum lagi, payudara yang hanya dilapisi bra dari kain katun tipis.

Pan, menelan ludah dan kali ini pisau yang ada dalam genggamannya, merobek pakaian Lula sampai ke bawah.

"ARGHHH!" teriak Lula, panik.

"Jangan takut, kami hanya memeriksa," ulang Pan dengan tatapan yang tertuju pada celana dalam Lula.

Lalu, tangannya yang gempal mulai mengelus paha dan naik ke perut Lula. Sentuhan menjijikkan itu terus naik dan mengatup salah satu payudaranya. Hal itu membuat Lula, semakin berteriak histeris karena ketakutan.

"Tidak terlalu besar, tapi masih begitu kencang," jelas Pan, sambil meremas apa yang ada di salah satu genggaman tangannya.

Tuan Mo dan Chan, tidak lagi memiliki akal sehat. Mereka juga bukanlah pria baik-baik dan godaan yang ditunjukkan Pan, membuat setan yang ada dalam diri mereka terbangun.

Lula gemetar hebat, ia ketakutan dan berusaha memundurkan tubuh untuk menjauh. Namun, sia-sia. Sebab, tidak ada ruang untuk melarikan diri.

"He he he, jangan takut. Izinkan kami menjadikanmu wanita sesungguhnya," ujar Pan dengan tertawa mesum. Sulit baginya untuk menahan diri, apalagi setelah tangannya menyentuh kulit lembut menggoda itu.

"P-PERGI!" teriak Lula dengan suara gemetar hebat. Ia ketakutan dan tidak perlu menjadi pintar, untuk tahu apa yang hendak terjadi selanjutnya

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel