
Ringkasan
Mature content (21 )! Please be wise. Diambang kematian, seseorang mengulurkan tangan padanya dan berjanji, akan membuatnya mampu untuk membalas dendam. Alula Yan, korban pemerkosaan yang ditolong oleh Jayden Lee sang ketua triad klan Lee. Benar, sesuai dengan janjinya, Jayden mampu membuat Alula Yan untuk membalas dendam. Namun, sebagai gantinya Alula harus mengabdi padanya, dengan menggunakan identitas baru yakin Anna Lee. Anna Lee, berhasil membunuh semua pria bejat yang memperkosanya tapi tidak ada rasa puas yang dirasakan, melainkan rasa hampa. Demi membalas budi, ia setuju untuk menjadi mesin pembunuh milik triad klan Lee. Ia hebat, manipulatif dan bersedia menggunakan tubuhnya untuk menyelesaikan semua misi yang diberikan, dengan sempurna. Namun, satu misi merubah kehidupan Anna Lee. Misi di mana ia harus menyamar sebagai seorang biarawati, yang belum mengucapkan sumpah. Ya, ia kemudian ditugaskan untuk menjadi pengasuh putri dari seorang Jenderal, yang memiliki istri vegetatif. Di sanalah, Anna belajar hal baru. Hal baru yang disebut cinta dan kasih sayang. Apakah, misi akan berhasil dilaksanakan atau....
Bab 1. Tidak Berguna
Alula Yan gadis berusia 17 tahun, menunduk dalam. Kedua tangannya yang kurus sedikit gemetar, menggenggam erat salah satu tangan sang ibu. Ibu, mengalami lumpuh seluruh tubuh setelah dipukul sang ayah tiga tahun yang lalu. Setelah itu, Lula lah yang merawat sang ibu disela kesibukannya mencari nafkah tambahan.
Sang ayah, pemabuk dan penjudi. Lula selalu berharap sang ayah pulang larut malam dan langsung tidur. Ya, ia takut saat harus berhadapan dengan sang ayah yang selalu dalam kondisi mabuk. Jadi, bagi Lula lebih baik sang ayah tidak berada di rumah.
Namun, pengecualian terjadi untuk hari ini. Sang ayah, pulang saat hari masih siang dan langsung mengobrak-abrik rumah petak berukuran 3 x 4 meter yang dibangun dengan kayu bekas. Entah apa yang dicari, tapi karena dapat merasakan emosi sang ayah yang meluap, Lula memilih tetap berada di samping sang ibu yang tergeletak tidak berdaya.
"SIAL! SIAL!" raung Tuan Yan, ayah dari Alula Yan.
Pria paruh baya dengan tubuh kurus berpenyakit, memaki kesal saat tidak menemukan apa yang dicari. Kesenangannya minum minuman beralkohol terganggu, karena ia ditagih atas hutang judinya minggu lalu.
Seingatnya, masih ada sedikit uang yang disimpan di lemari dapur. Namun, saat dicari mengapa itu tidak ada? Orang pertama yang dicurigai adalah putrinya sendiri.
Tuan Yan menegakkan tubuh dan berbalik menghadap ke arah putrinya, Alula Yan. Dengan perlahan, ia melangkah dan mendekati putrinya itu. Ia tidak pernah bahagia memiliki anak dan istri tidak berguna itu, makanya ia lebih senang menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan untuk melupakan kehidupan buruk yang harus dijalani setiap hari.
"Di mana uang itu?" tanya Tuan Yan, dengan nada suara penuh tuduhan.
Alula, semakin menundukkan kepala dan semakin erat menggenggam tangan sang ibu. Saat ini tidak hanya tangannya yang gemetar, tapi seluruh tubuhnya mulai gemetar hebat karena diselimuti rasa takut yang memuncak.
"A-Ayah sudah mengambilnya waktu itu... Waktu tangan Ayah terluka dan harus pergi ke klinik karena infeksi," jelas Lula dengan suara gemetar
"SIAL!" maki Tuan Yan kembali. Benar, ia sudah menggunakannya waktu itu saat tangannya terluka karena perkelahian di rumah judi.
"Lalu, di mana uang milikmu? Berikan pada Ayah!" ujar Tuan Yan, tanpa rasa malu.
Dengan sisa keberanian yang dimiliki, Lula mengangkat wajah menatap sang ayah dan dengan bibir gemetar ia berkata, "A-Aku belum ambil gaji. D-Dan tidak ada lagi sisa uang setelah membeli beras hari ini."
Ya, Lula bekerja membantu tetangga untuk membersihkan ikan dan menjemur nya. Mereka tinggal di desa yang berada di pesisir pantai dan jauh dari perkotaan. Penduduk di tempat ini bekerja sebagai nelayan, untuk bertahan hidup. Hasil laut yang ditangkap dan diolah, akan dijual ke ibukota yang berjarak tujuh hari perjalanan dengan kapal laut.
Tuan Yan tambah kesal, saat putrinya berkata tidak memiliki uang. Tangannya yang penuh keriput mengambil cangkir kaleng yang ada di atas meja kayu dengan kaki meja yang tidak sama rata, lalu melemparnya ke arah putri tidak berguna itu.
Spontan, Lula menggunakan tubuhnya untuk melindungi tubuh sang ibu dari lemparan cangkir kaleng itu. Ya, cangkir itu mendarat di punggung kurusnya, dengan cukup kuat. Namun, Lula sama sekali tidak memiliki keberanian walau hanya untuk meringis.
"KAU ANAK TIDAK BERGUN–"
Raungan penuh amarah Tuan Yan terhenti, saat ada ketukan kasar di pintu rumah ini.
"YAN! Aku tahu kamu di dalam! Buka pintu dan bayar hutangmu!" teriak seseorang dari depan pintu.
Wajah Tuan Yan, seketika memucat dan ia langsung melupakan amarah yang tadi ditujukan kepada putrinya itu. Tentu saja ia tahu, siapa yang sedang mengetuk pintu rumahnya yang bobrok.
Kedua tangan keriputnya, merapikan pakaian kumal yang ia kenakan. Berusaha menelan rasa takut, Tuan Yan melangkah ke arah pintu dan membukanya.
Seorang pria paruh baya dengan tubuh tambun dan berkepala botak, langsung menerobos masuk.
Lula, yang masih berada di tempatnya melirik ke arah tamu yang datang. Ia tahu siapa itu. Pria tambun itu adalah Tuan Mo, pemilik kapal pengangkut hasil laut untuk dijual ke ibukota. Dapat dikatakan bahwa Tuan Mo adalah pria kaya dan terpandang di desa ini. Selain itu, pria itu juga memberikan pinjaman dengan sistem rentenir. Tidak ada satu orangpun yang dapat melunasi pinjaman saat mulai berhutang. Sebab, bunga pinjaman yang diberikan tidaklah masuk akal. Anehnya, tetap ada yang berani mengambil pinjaman, contohnya sang ayah.
"Sudah satu bulan kamu menunggak! Gunakan otakmu! Aku pebisnis, bukan pemberi layanan sosial. Bayar bunga dari pinjamanmu dulu dan aku tidak akan menagih untuk satu bulan ke depan!" ujar Tuan Mo panjang lebar, sambil berkacak pinggang.
"Eh, maafkan aku. Tentu aku ingin membayar Tuan. Namun, berikan aku waktu beberapa hari lagi dan aku akan–"
BUKKK!
Satu bogem mentah, dilayangkan Tuan Mo ke wajah Tuan Yan. Pukulan itu, membuat tubuh kurus Tuan Yan terpental ke belakang dan terjerembab ke lantai rumah yang berupa tanah.
Lula, kembali menundukkan wajah dan memejamkan mata. Kekerasan bukan hal baru baginya, hanya saja hal tersebut tetap membuatnya merasa takut. Apalagi, hal tersebut akan membuatnya teringat akan kekerasan yang dilakukan sang ayah kepada ibu.
"SUDAH KUKATAKAN AKU PEBISNIS!" raung Tuan Mo dan melompat ke atas tubuh Tuan Yan yang sudah terduduk di tanah.
Kedua tangan gempal milik Tuan Mo, menarik kerah baju Tuan Yan yang kumal dan robek sana sini.
"Baiklah! Jika kamu tidak mau bayar, maka aku akan menyita perahu bobrok milikmu! Kau tahu itu tidak bisa dijual, karena begitu tua dan pasti tidak ada yang mau beli. Namun, aku bisa menenggelamkannya sebagai pelajaran bagimu, agar ke depan kamu belajar untuk menepati janji!" ujar Tuan Mo, yang kemudian melepaskan kerah pakaian Tuan Yan dengan kasar, sebelum berdiri dan melangkah pergi meninggalkan rumah bobrok ini.
Tuan Yan, langsung bangkit dan melupakan rasa sakit di wajah akibat pukulan yang diterimanya tadi. Ia panik, sebab perahu yang dikatakan akan ditenggelamkan Tuan Mo tadi adalah satu-satunya harta yang ia miliki. Tidak ada yang lebih berharga dari perahu itu. Dengan gemetar, Tuan Yan mengedarkan pandang, berusaha mencari sesuatu yang berharga agar dapat ditukar dengan perahu itu. Namun, tidak ada benda berharga di rumah bobrok ini.
Di tengah keputusasaan, tatapan Tuan Yan tertuju pada putrinya yang masih berlutut di samping ranjang bambu, di mana istri tidak bergunanya terbaring tak berdaya.
Mana yang lebih berharga baginya? Apakah putri tidak berguna itu atau perahu miliknya? batin Tuan Yan. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan jawaban.
Dengan langkah pasti, Tuan Yan menghampiri putrinya itu. Tangan kurusnya, menjambak rambut panjang kusam dan kusut milik Alula Yan. Tanpa belas kasihan, ia menyeret putrinya keluar dari rumah bobrok itu dan mengabaikan setiap ucapan yang terlontar dari bibir Lula yang gemetar hebat.
