Chapter 6
Kalau ada yang bilang kehidupan Sahila berubah menjadi menyebalkan, itu memang benar. Karena di setiap dia melangkah ke mana pun di tempat dirinya bekerja, semua mata seakan mengikutinya, belum lagi bisikan-bisikan para haters yang maha benarnya itu. Seperti saat ini contohnya. Di mana biasanya dia bisa menikmati menu makan siangnya, kali ini begitu sulit, jangankan untuk merasakan hidangan yang tersaji di depannya dengan khusuk, mengambil sendok saja sudah menjadi sorotan semua orang. Gerak geriknya seakan di awasi mereka-mereka terutama para wanita fans Andre yang telah membuatnya masuk ke dalam lubang Dinosaurus.
Sahila mengentakkan sendok yang di pegangnya. "Gue duluan deh," ujarnya. Lalu pergi meninggalkan Nayla dan Febri.
"Kenapa itu bocah?" tanya Febri
"Biasa, merasa terintimidasi lagi," jawab Nayla. Febri menggeleng iba.
"Kasihan. Memang benar dia punya hubungan?"
"Tanyai aja sama yang bersangkutan," jawab Nayla tenang, Febri berdecak.
***
Tatapan semua orang membuat Sahila menjadi jengah, dia pun melangkah cepat agar tidak menjadi sorotan, Sahila terlalu terburu-buru. Sampai akhirnya.
Brug!
"Aduh!" Sahila baru saja menabrak seseorang, lebih tepatnya, dahi Sahila baru saja terbentur dengan dada bidang seseorang.
"Maaf," ucap seseorang dengan nada penyesalan. "Apa sakit?" Sahila mendongak, di lihatnya seorang pria berdiri dengan menjulang tingginya. Pria itu menatapnya dengan penuh perhatian, atau merasa bersalah lebih benarnya.
"Enggak," jawab Sahila sembari berdiri dengan di bantu pria itu.
"Tadi aku gak liat, soalnya lagi buru-buru."
Sama gue juga.- batin Sahila.
"Iya gak apa-apa." Pria itu tersenyum lembut pada Sahila, dan saat itulah Sahila merasa terhipnotis dengan senyuman pria itu.
"Aku baru kerja di sini dua bulan. Nama aku Raditya," katanya memperkenalkan diri sembari menjulurkan tangannya hendak bersalaman.
Sahila menatap tangan pria itu penuh minat, dengan cepat Sahila menjabat tangan gagah Radit. "Sahila. Oh masih baru ya."
"Nama yang bagus. Iya." pujinya tulus.
"Makasih." jangan lupakan jabatan tangan mereka yang belum lepas. Tatapan keduanya seakan mengunci, mereka saling menatap satu sama lain. Sampai akhirnya, sebuah tangan menarik tangan Sahila kasar, sehingga jabatan keduanya terlepas.
Tentu saja Sahila terkejut, dia menoleh ke si biang onarnya, dan ternyata Andre lah pelakunya. Ya, siapa lagi kalau bukan Andre. Andre menatap Raditya tajam, sedangkan yang di tatap tersenyum sopan seraya mengangguk hormat.
"Selamat siang, Pak Andre." sapa Raditya.
"SUDAH, KENALAN SAMA PACAR BOS KAMU?" tanya Andre penuh dengan penekanan.
Raditya mengerutkan dahinya. "Pacar?!" Tanpa menjelaskan, Andre merangkul Sahila dan membawanya pergi.
***
Oh, andai saja Sahila kerasukan dengan hantu Harimau, dia pasti akan memanfaatkannya untuk mencakar wajah Andre. Sahila merengut kesal, sedangkan Andre tampak tidak mengindahkan Sahila yang entah berapa ribu kali telah mengumpatnya, walau pun dalam hati.
"Jadi, kenapa Bapak bawa saya ke ruangan Bapak?" tanya Sahila setelah lima menit lamanya dia berdiam diri di ruangan Andre.
"Kamu bisa keluar," jawab Andre santai sembari membuka dokumen yang ada di tangannya. Sahila tercengang. Dia menipiskan bibirnya merasa gemas dengan Andre.
"Kalau gak ada urusan apa-apa, kenapa bawa saya ke ruangan Bapak? Bapak tau? Bapak itu udah menyita waktu kerja saya."
"Nanti gajinya saya tambahi."
Ucapan Andre seharusnya bisa membuat Sahila berbunga-bunga. Tapi sayangnya, Sahila merasa, iming-iming naiknya gajih yang Andre nyatakan sama sekali tidak membantu emosinya mereda.
Brak!
Andre menoleh pada Sahila yang telah menepuk meja Andre keras, tatapannya tetap tenang, sebaliknya, Sahila begitu membara.
"Saya bukan cewek matre yang bisa di beli pakai uang!" kata Sahila lalu pergi meninggalkan ruangan Andre.
Andre hanya mengedikan bahunya tidak peduli, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
Beberapa saat kemudian, dia mengambil benda pipih di laci mejanya. Andre mengetikan sesuatu dan kembali menyimpan ponselnya.
"Selesai. Lihat saja kalau sampai dia macam-macam, gajihnya akan aku potong."
***
Waktu kerja sudah selesai. Saatnya untuk para pekerja kembali ke tempat ternyaman mereka masing-masing, begitu juga dengan Sahila dan kawan-kawannya. Sahila segera berkemas.
"Gue balik duluan," kata Sahila kemudian pergi. Nayla dan Febri menatap Sahila dengan kerutan kecil di dahi mereka.
"Buru-buru amat itu anak. Mau antri sembako kali, ya?"
"Bukan, mau antri toilet umum." celetuk Mario menimpali perkataan Febri.
***
Sahila keluar dari area perkantoran dengan mengendap-endap, dia merasa kalau dirinya seperti seorang napi yang sedang berusaha kabur dari sel penjara. Sahila segera melangkah mundur dengan cepat saat melihat mobil Andre terparkir di luar pintu masuk. Dia menyembunyikan dirinya di balik dinding.
"Ya Allah, itu si dedemit sawah, siaga banget udah diam di depan pintu." gerutu Sahila sembari mengentakkan kakinya. Dia tercebak. "Kapan perginya sih tuh orang, mau apa coba? Memangnya dia mau absen setiap pekerja yang balik, apa? Kurang kerjaan banget sih tuh Direktur Pe'a." lagi-lagi Sahila menggerutu. Matanya tak lepas dari mobil BMW yang terparkir di sana..
"Kayaknya dia lagi menunggu seseorang." balas seseorang yang berdiri di belakang Sahila.
"Iya, gue yakin, dia itu lagi tunggu gue. Di kiranya gue ke demenan banget apa di tunggu sama dia."
"Emang kenapa? Kamu kayaknya gak suka sama orang yang punya mobil itu ya?"
"Iya, gak suka banget gue, Direktur kita itu orangnya angkuh, sombong, sok ganteng, seenaknya, mentang-mentang dia kaya dan gue bawahannya, enak banget dia banyak mengatur gue. Jadikan gue pacar pura-puranya pula. kok ada ya orang kayak gitu. Percaya dirinya di atas ubun-ubun."
"Tapi bukannya saya itu emang ganteng, ya?"
"Ganteng mata lo kata...rak. Pak!" seru Sahila setelah dia menoleh ke orang yang telah mendengar makiannya.
"Saya angkuh, sombong, sok ganteng, seenaknya, terus tadi apa lagi ya?" kata Andre mengulang makian yang Sahila sebutkan untuknya.
Mendadak tubuh Sahila membatu. "Bapak dengar makian saya?" tanya Sahila.
"Sangat jelas, bahkan terekam dengan baik di otak dan pikiran saya." Sahila menggigit bibirnya. "Kamu mau main umpet-umpetan sama saya? Kamu benar-benar mau gajihnya di potong ya?" Sahila menggeleng cepat.
"Enggak, Pak, enggak."
"Ya udah, kalau kamu gak mau di potong gajinya, pulang bareng saya."
"Eh." Andre menarik tangan Sahila menuju ke mobilnya, dia mengabaikan banyaknya pasang mata yang menatap mereka penuh tanya. Sedangkan Sahila meronta, mencoba melepaskan tangan Andre yang mencekeramnya erat.
Andre mendorong Sahila memasuki mobil bagian belakang. Kemudian Andre jalan memutar dan masuk ke bagian samping Sahila. Sahila tercengang, saat sadar kalau yang dia kira Andre tadi adalah seorang sopir.
Sialan, gue ketipu. Gue gagal kabur.- batin Sahila.
Sahila merengut kesal, dia memilih diam, begitu juga dengan Andre. Di tengah-tengah perjalanan menuju rumah Andre.
"Berhenti sebentar di sini, Pak." perintah Andre. Sesaat kemudian, mobil berhenti. Andre menatap Sahila yang masih diam terpaku. "Kamu boleh keluar." Sahila menoleh dan menatap Andre tajam. Tapi Sahila tetap keluar dari mobil itu dengan berdecak. "Besok, pastikan akting kamu bagus. Jalan, Pak!" Sambung Andre sebelum Sahila menutup pintu mobilnya.
Sahila memandang kepergiannya mobil mewah itu, dia menghentakkan kakinya berkali-kali merasa kesal, akhirnya dia memilih untuk berjalan kaki, berharap bisa menemukan taksi atau angkutan umum. Seharusnya bisa saja dia memanggil ojek online atau taksi online, tapi sayangnya, dia lupa mengisi daya ponselnya karena bekerja terburu-buru agar tidak bertemu dengan Andre, tapi semuanya tidak sesuai dengan ekspetasi, dia tetap bertemu Andre, dan akhirnya dia harus kesulitan memanggil bala bantuan. Tiba-tiba...
Tin! Tin! Tin!
Sebuah motor berhenti tepat di hadapannya. Sahila mengerutkan dahinya merasa bingung, tapi setelah pemilik motor itu membuka helmnya, Sahila tersenyum sopan.
"Hei."
"Hei, Raditya. Kebetulan ya bisa ketemu di sini." balas Sahila ramah.
"Kamu dari mana?" tanya Raditya.
"Oh, em... itu tadi mampir ke rumah teman dulu." kilah Sahila. "Kalau kamu?"
"Oh, tadi kebetulan lewat sini aja. Sekarang mau pulang?" Sahila mengangguk.
"Kalau begitu, aku anter aja, bagaimana?" Sahila menggeleng cepat sembari mengibaskan tangannya.
"Enggak perlu, rumah aku jauh dari sini."
"Enggak apa-apa lah, dari pada jalan kaki. Di sini susah angkutan umum loh." Sahila berpikir sejenak.
"Memang enggak merepotkan?" Raditya tersenyum, lalu menggeleng.
"Nanti yang ada pikiran aku yang repot kalau tinggali kamu sendiri di sini." Sahila tersenyum.
Ya Allah, ini orang beda banget pikirannya sama Andre. Dia mah rasa iblis. - batin Sahila lagi-lagi mengumpat Andre.
"Ayo naik, tunggu apa lagi?" Sahila mengangguk. Kemudian naik di belakang Radit. "Udah?"
"Udah," jawab Sahila.
"Ya udah, kita berangkat ya.. Bismillahirrahmanirrahim."
Sahila tersenyum senang. Tanpa mereka sadari. Seseorang telah memperhatikannya dari kejauhan.
"Benar-benar minta gaji di potong dia."
***
