Chapter 7
Raditya menghentikan motornya di depan rumah tua yang terlihat terurus. Sahila segera turun dari motor Raditya.
"Ini rumahmu?" tanya Raditya.
Sahila mengangguk. "Rumahnya memang kecil, tapi nyaman," jawab Sahila.
"Rumah yang kecil, biasanya buat nyaman." Sahila tersenyum.
"Makasih udah mau antar aku," ucap Sahila tulus.
"Oke, gak masalah, kok. Oh iya, boleh minta nomor kamu?" Sahila mengangguk cepat. Siapa yang bisa menolak pria yang kebaikannya seperti Raditya ini?
Sahila segera menyebutkan nomornya. "Aku save, ya," kata Raditya.
"Harus dong." balas Sahila dengan tersenyum lebar.
"Iya, ya udah aku pulang dulu, ya."
"Hati-hati di jalan." Setelah menyalahkan mesin motornya, Raditya pun berlalu pergi.
Sahila memandang kepergian Raditya, dia sangat senang bisa berkenalan dengan Raditya. Pria itu sangat perhatian dan sopan. Seharusnya, ini kesempatan Sahila untuk melepas masa lajangnya, tapi apalah daya, Andre sang penguntit itu seakan mengutuk dirinya agar terus menjomblo.
Drt! Drt! Drt!
Getaran ponsel Sahila membuat Sahila mengalihkan tatapannya pada ponselnya. Dia berdecak saat melihat siapa pengirim pesan singkat itu.
Ya, siapa lagi sih kalau bukan Andre?
Bos sialan.
Sudah sampai rumah?
Sahila memutar kedua bola matanya, alih-alih membalas, dia segera mematikan ponselnya. Tak penting baginya harus membalas pesan pria yang bisanya menurunkan wanita di pinggir jalan. Sahila segera masuk ke dalam rumah, tanpa dia sadari bahwa dari kejauhan, ada seseorang yang memperhatikannya.
***
Keesokan harinya, tidak seperti hari biasanya, hari ini Andre tak menghubungi Sahila untuk memerintahkan agar datang bersama. Terakhir, semalam saat dia menanyakan Sahila sudah sampai atau belum. Itu pun tak Sahila balas. Tapi Sahila tidak merasa keberatan dengan hal itu. Malah dia bersyukur pada akhirnya dia bisa hidup normal seperti dulu.
Sahila menunggu taksi di depan rumahnya. Sesekali dia menoleh ke kiri dan kanan berharap ada taksi yang lewat, tapi sayangnya tak satu pun taksi yang dapat ia tumpangi.
Tin! Tin!
"Sahila!"
Sahila menoleh, ternyata Raditya yang kini berada di seberang jalan. "Ayo bareng."
Tanpa berpikir panjang, Sahila pun mengangguk dan menghampiri Raditya. "Boleh, kah?"
"Boleh dong, malah sebuah keberuntungan buat aku udah di tumpangi wanita cantik kayak kamu." Sahila tersenyum, dia segera naik ke motor Raditya.
Raditya segera melajukan motornya. Selama perjalanan, mereka saling berbincang. Sahila juga merasa nyaman dan menyambung bicara dengan Raditya, dia pria yang ramah, selain itu Raditya pria yang suka bercanda.
"Jadi, kenapa bisa lewat rumah aku?" Tanya Sahila.
"Mau jawaban jujur atau bohong?"
"Ya, jujur dong."
"Ya, sengaja aja, kali aja bisa ketemu kamu, dan benar aja kan ketemu kamu."
"Loh, mau apa memangnya?"
"Ya, cuma mau dekat aja sama kamu." Sahila merasakan jatungnya berdegup kencang. "Tapi, kayaknya aku gak akan sebebas itu dekat sama kamu, ya?"
"Oh, em.. Kenapa?"
"Ya, kamu, kan, pacarnya pak Andre."
"Oh itu, eh tapi enggak sih, sebenarnya aku sama pak Andre itu cuma teman biasa aja kok. Ya, hanya sebatas bos dan bawahan. Gak ada hubungan apa-apa."
"Masa sih? Terus kemarin kok pak Andre bilang gitu?"
"Eh, em.. Gak tau deh."
"Baguslah kalau gitu, jadi ada kesempatan buat aku dekati kamu." Sahila tak menjawab, dia memilih tersenyum dengan wajah yang bersemu merah.
Beberapa saat kemudian, mereka telah sampai pada area kantor. Semua mata menatap mereka, lebih tepatnya pada Sahila. Tidak sedikit yang berbisik membicarakan Sahila. Tapi Sahila yang lelah berakting memilih untuk mengabaikannya.
Sahila dab Raditya, berbincang ringan saat menuju lift. Tapi seketika langkah mereka terhenti saat Andre datang bersama Daud menuju lift khusus Direktur. Andre terlihat tenang, sikap wibawanya terpapar jelas dalam dirinya. Semua orang menunduk hormat menyapanya. Begitu juga dengan Raditya, terkecuali Sahila. Gadis itu memilih untuk memalingkan wajahnya.
Bukan apa, dia hanya mencoba menghindar. Sahila masih takut di marahi oleh Andre. Gaji loh, yang Andre bawa-bawa, bukan blokir nomor telepon seperti pasangan kekasih kebanyakan.
Setelah lift khusus Direktur tertutup. Sahila menghela nafas lega. Raditya memperhatikan Sahila. "Kenapa?"
"Kenapa apa?"
"Kamu gak sapa pak Andre?" Sahila hanya menggeleng sembari tersenyum. Andre membalas senyuman Sahila tanpa niat untuk bertanya lagi. Saat lift terbuka, mereka segera masuk ke dalam lift.
***
Andre membuka pintu ruangannya lebar dan kembali menutupnya dengan kasar. Melangkah lebar sembari mengendurkan ikatan dasinya. Andre mengambil gagang telepon dan segera menekan digit demi digit.
"Potong setengah gaji Sahila Belinda divisi keuangan." perintah Andre pada seseorang di seberang telepon.
"..."
"Iya, untuk bulan sekarang!" sambungan di putus Andre. Dia menatap lurus dengan tatapan tajam.
"Berani-beraninya dia mempermalukan aku di kantorku sendiri." gumam Andre.
***
Dengan berharap penuh Sahila memeriksa M-banking di ponselnya. Hari ini gajian, dia ingin mengecek apa sudah masuk atau belum. Sesaat kemudian...
"Apa?! Ini siapa yang salah transfer ke gue?"
"Berisik amat sih lo, Sa," omel Mario.
"Iyo, lo udah gajian?" tanya Sahila, dia berharap jawaban Mario belum, tapi sayang nya pemuda yang memiliki tinggi 180 cm itu mengangguk.
"Udah, kenapa? Mau pinjam uang ke gue? Sorry, gue gak bisa, mau kumpuli duit buat meminang si Febri."
Febri yang masih asyik mengetik pekerjaannya, sontak berhenti. "Kenapa bawa-bawa gue sih?"
"Geer, pacar gue namanya Febri juga kali."
"Tapi tetap aja cantikkan gue," kata Febri.
"Cantikkan pacar gue lah, walau pun dia udah kepala empat, tapi cantiknya tidak ada yang duai."
"Iyalah, mana ada usia muda yang cantiknya kayak Febri lo, secara keriput."
"Sembarang kalau ngomong."
Sahila berdecak kesal. "Kenapa jadi ribut sih?" gumamnya. Akhirnya Sahila memilih untuk pergi ke bagian HRD.
Sahila mengetuk pintu sesaat, kemudian membuka pintunya saat ada tanggapan dari dalam. Sahila tersenyum pada Anita selaku staf HRD.
"Sahila. Ada apa?" tanya Anita.
Untung saja Anita dan Sahila merupakan kerabat dekat, jadi tidak terlalu risi bila harus menanyakan hal gaji, pikir Sahila.
"Lo udah kirim gajian ke gue belum?"
Anita berpikir sejenak, kemudian dia mengangguk. "Udah, lo yang pertama malah di bagian Departemen lo, soalnya gue dapat perintah sama pak Andre."
"Perintah dari pak Andre? Apa?"
"Dia minta, gue potong gaji lo." Sahila terbelalak. "Soalnya udah lakuin kesalahan fatal katanya. Pak Andre profesional banget ya, walau lo berdua pacaran, tapi di saat lo buat kesalahan, dia tetap potong gaji lo."
"Sialan tuh si brengsek." Sahila segera berdiri dan keluar dari ruangan Anita, mengabaikan panggilan Anita, dia melangkah lebar menuju lift. Di dalam lift, dia bersumpah akan menyerbu Andre.
Ting!
Lift terbuka lebar, Sahila segera keluar dan melangkah menuju ruangan Andre.
"Mau apa?" tanya Daud.
"Gue mau ketemu sama atasan lo. Minggir!" Sahila mendorong Daud, sampai pria itu menyingkir.
Sahila membuka pintu ruangan Andre, pria itu sedang menikmati pemandangan kota melalui jendela lebar ruangannya.
"Pak!" Panggil Sahila.
"Maaf, Pak, saya akan membawanya keluar."
"Gak perlu, kamu keluar aja Daud, dan bilang kalau saya lagi keluar, kalau ada yang mau bertemu."
"Baik, Pak, saya permisi." Daud menunduk hormat lalu keluar dari ruangan Andre.
Andre menoleh pada Sahila yang menatapnya tajam. "Kenapa?" tanya Andre santai, sembari mengambil rokok di laci mejanya.
"Kenapa?!" tanya Sahila balik. "Kenapa lo potong gaji gue!!!" Sahila melangkah cepat pada Andre, layaknya seorang pemeran film action. Dia ingin sekali menendang barang berharganya Andre.
"Hiaaattt!"
Bugh!
"Aw!" rintih Sahila saat dirinya terpeleset. Andre menatap Sahila dengan menahan tawanya.
"Kamu lagi apa?" tanya Andre santai, kemudian menyalahkan rokoknya.
Sahila rasanya sangat malu, dia ingin pergi dari ruangan ini, tapi mengingat lagi tentang gajiannya, Sahila kembali bertekad untuk melabrak Andre, dengan perlahan dia berdiri. Dengan tangan yang memegangi pinggangnya, dia berjalan mendekat pada Andre.
"Kenapa Bapak suruh Anita buat potong gaji saya?"
"Oh, pasti masalah itu," kata Andre sembari menyeringai tipis.
"Iya, kenapa?"
"Itu karena kamu yang pulang dengan Raditya." Sahila tercengang mendengar penjelasan Andre yang benar-benar tanpa basa basi.
"Kok Bapak tau?"
"Mata saya di mana-mana Sahila, pokoknya kamu harus menjauhi Raditya, kalau tidak, saya akan memotong seluruh gaji kamu."
"Apa? Enak aja, kenapa Bapak enggak bisa bersikap profesional? Ini tuh masalah pribadi, bukan masalah kerjaan, jadi jangan bawa-bawa tentang gaji, dong!"
"Kamu itu bekerja di saya, jadi ini termasuk masalah kerjaan. Pokoknya jangan dekat-dekat dengan Raditya, kalau tidak, saya akan memecat kamu."
"Memecat saya? Gak perlu, saya bisa keluar dari perusahaan ini tanpa perlu anda pecat!" Sahila menghela nafas dalam-dalam. "Saya keluar!" sambungnya, kemudian dia pergi dari ruangan Andre. .
"Terserah! Sana keluar! saya bisa cari perempuan yang jauh lebih cantik di banding kamu!" seru Andre dengan emosi yang memuncak.
***
Sandra melangkah dengan diri yang masih di selimuti emosi, dia segera mengambil box di kolong meja kerjanya, dan memasuki barang-barang nya ke dalam Box.
"Sa, lo mau ke mana?" tanya Nayla.
"Gue mau keluar dari kantor ini."
"Hah?! Kenapa?" Sahila tidak menjawab lagi, keributan yang terjadi membuat Dimas keluar dari ruangannya.
"Ada apa?" tanya Dimas pada Nayla.
"Sahila keluar dari kantor, Pak. Emang pak Andre pecat Sahila?" tanya Nayla. Dimas mengerutkan dahinya.
"Sahila, ada apa?" tanya Dimas pada Sahila, Sahila menoleh pada Dimas.
"Saya mau keluar dari perusahaan ini, Pak. Saya gak kuat sama pak Andre." curhat Sahila.
"Pak Andre, emang dia kenapa?" Tanya Dimas. Sahila tidak menjawab, dia memilih diam sembari menatap Dimas. Dimas menatap sekitar, banyak mata yang menatap Sahila ingin tahu.
"Masuk ke ruangan saya, kita bicara di sana." Perintah Dimas. "Nayla, temani Sahila ke ruangan saya," kata Dimas. Nayla tersenyum.
