Bab 6
"Kau datang?" tanya Marvin saat melihat kedatangan Vallen di markas mereka.
"Aku sudah merasa lebih baik, dan aku ingin mengetahui siapa musuh kita kali ini. Aku ingin segera bergerak tanpa menunggu lama lagi!" seru Vallen penuh keyakinan.
"Kau baru saja pulih, apa ini baik untuk kesehatanmu," seru Tom.
"Aku tidak perduli, aku harus bisa bertemu dengan wanita itu lagi," seru Vallen.
"Dia bukanlah Isabell, seseorang telah mengoperasi seseorang untuk merubah wajahnya menjadi mirip dengan Bella," ucap James membuat Vallen langsung melihat ke arahnya.
"Bagaimana kau tau?"
"Aku menyelidikinya, mereka anak buah dari klan Bintang Hitam. Kalian pasti tau siapa mereka," seru James.
"Alexandra Stafford?" seru Ethan.
"Alexandra Stafford salah satu pembisnis besar di Negara Inggris dan aku dengar dia sedang menjadi kerjasama di Negara ini. Perusahaanku salah satunya yang akan bekerjasama dengannya." James menjelaskan apa yang ia ketahui.
"Bukan hanya bisnis di bidang pertambangan minyak bumi miliknya yang sukses, tetapi bisnis di dunia mafianya juga sangatlah besar. Musuh kali ini tidaklah mudah," tutur James.
"Lalu siapa wanita yang kau maksud bukan Isabell?" tanya Vallen begitu penasaran.
"Menurut dari yang aku dapatkan, dia adalah Nona Yora, salah satu ketua pasukan di klan Bintang Hitam. Dan dia adalah salah satu kepercayaan dari Alex."
"Dia bukanlah Isabell, Vallen." Kali ini Raymond yang berkata.
"Tapi bagaimana mungkin? Tatapan itu, dan jantung itu," gumamnya.
Vallen mengenal Isabell dari kecil, dia sangat hapal akan wanitanya itu. Dan Vallen yakin itu adalah Isabell. Istrinya...
"Kamu pernah keliru terhadapnya, Vallen. Mugkin sekarang juga, jangan terlalu mengandalkan perasaanmu karena wajah mereka mirip," seru Marvin.
"Tidak Marvin, aku pernah keliru dan tidak mempercayainya. Tetapi sekarang aku begitu yakin," seru Vallen.
Marvin terlihat menghela nafasnya.
"Kamu jangan terlalu terbawa perasaan dulu, Vallen." Marvin kembali menegaskan.
"Lagipula kalau dia benar Isabell, kenapa dia malah menembakmu," seru James.
"Baiklah, aku hanya perlu bertemu kembali dengannya maka aku bisa mengetahui apa dia Isabell atau bukan," seru Vallen.
"Lawan kali ini sepertinya lebih sulit dari Jeff. Kita harus membuat rencana semaksimal mungkin untuk bisa mendapatkan musuh kali ini." Ucapan penutup dari Marvin.
***
"Bagaimana mungkin dia bukan Isabell?" gumam Vallen mengusap wajahnya dengan gusar.
"Itu mungkin saja terjadi, Isabell sudah 8 tahun pergi, dan sekarang bagaimana mungkin dia begitu saja kembali," ucap Ethan.
"Mungkin juga itu salah satu cara penjahat untuk mengelabuhimu. Dia tau kelemahanmu," seru James.
"Apa penjahat ini ada hubungannya dengan seseorang yang sudah menembak Isabell?" gumam Vallen.
"Itu mungkin saja, karena dia mengetahui sosok Bella," seru Ethan.
"Aku akan selidiki semua ini, baru kita ambil langkah selanjutnya," seru James yang merupakan detektif paling handal dan bekerja dengan sangat cepat.
"Saranku sebaiknya kamu memastikan dan memperketat penjagaan untuk Valeria," seru Ethan membuat Vallen mengangguk setuju.
"Aku akan menambah penjagaan untuknya," seru Vallen.
***
Saat ini Vallen berdiri di jembatan yang berada tak jauh dari rumahnya dan merupakan akses menuju rumahnya. Ia berdiri di pembatas jembatan dan melihat ke bawah air yang terlihat dangkal dan penuh dengan serpihan salju.
Saat itu tubuh Isabell terhempas dan jatuh ke bawah dengan tatapan matanya yang mengatakan kalau ia tidak pernah mengkhianati Vallen.
"Aku percaya kamu tidak mengkhianatiku," gumamnya.
Tanpa terasa air matanya jatuh membasahi pipi dan jatuh ke sungai.
Penyesalan terbesar dari Vallen adalah ia tidak mampu menggapai tangan Isabell dan membiarkannya jatuh ke bawah. Ia tidak melindungi wanitanya sampai seseorang bisa menekannya dan berusaha membunuhnya.
"Vallen," panggilan itu membuat Vallen menghapus air matanya dan menoleh ke sumber suara.
"Gwen," seru Vallen kembali ke raut wajah datar tanpa ekspresi.
"Kamu kenapa di sini sendirian?" serunya. "Di luar begitu dingin, kamu bisa masuk angin nanti. Aku, aku membawakan mantel untukmu," serunya menyodorkan mantel ke arah Vallen.
"Kamu menginap?" tanya Vallen karena Gwen terlihat memakai piyama tidurnya.
"Iya, Emm Vale yang memintanya. Dia merasa kesepian," seru Gwen.
Vallen tak berbicara lagi dan berjalan begitu saja melewati Gwen. Gwen berjalan mengikuti Vallen menuju rumah.
"Aku akan membuatkan kopi untukmu," seru Gwen saat mereka sampai di dalam rumah.
Vallen berhenti berjalan dan kini berbalik ke arah Gwen.
"Kamu berada di sini untuk menemani Valeria, Bukan?" seru Vallen membuat Gwen terdiam.
"Kalau begitu fokuslah pada Valeria, jangan berusaha memberikan perhatian apapun padaku. Aku tidak suka!" seru Vallen dengan tegas.
"Sudah 8 tahun berlalu, apa kamu masih tidak bisa melupakannya?" seru Gwen memberanikan berbicara walau ia ketakutan melihat tatapan tajam dari Vallen.
"Pikirkanlah, Valeria membutuhkan sosok Ibu untuk hidupnya," seru Gwen.
"Siapa kamu yang bisa menyimpulkan hal seperti itu? Aku lebih tau mana yang di butuhkan oleh putriku dan tidak. Jadi jangan bertindak seakan kamu tau segalanya," seru Vallen begitu tegas. "Dan satu hal lagi, jangan berharap bisa menggantikan posisi Isabell di rumah ini maupun di dalam hidupku. Karena bagiku dia tidak tergantikan, kamu paham?"
Gwen tertegun mendengar penuturan dari Vallen. Bagaimana bisa Vallen begitu teguh mencintai Isabell yang bahkan sudah meninggal 8 tahun yang lalu.
"Aku membiarkanmu keluar masuk ke dalam rumah ini hanya untuk menemani Valleria. Jadi jangan melewati batasanmu!"
Setelah mengatakan itu, Vallen pun beranjak pergi meninggalkan Gwen yang mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.
***
