Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

                Vallen sudah kembali pulang. Ia bahkan meminta peluru yang waktu itu di gunakan wanita itu untuk melukainya. Ia menyimpan peluru itu di atas meja kerjanya yang ada di ruang kerja. Matanya terpejam saat mengingat kejadian itu.

Kejadian 8 tahun lalu yang membuatnya tidak bisa tertidur lelap. Kejadian menyakitkan itu selalu hadir ke dalam mimpinya, menjadi mimpi buruk untuk dirinya.

"Isabell...." gumamnya.

Flashback 8 Tahun Lalu

Isabell diam-diam masuk ke dalam ruang kerja Vallen. Ia berjalan mengendap-endap ke dalam ruangan itu dan mencari sesuatu. Ia membuka setiap laci yang ada di sana dan membongkar semuanya.

"Dimana Ale menyimpan dokumen itu?" gumamnya.

Matanya dengan jeli berpencar mencari kira-kira dimana Vallen menyimpan dokumen penting, sampai ia mengingat bahwa di balik lukisan ada brangkas yang tertanam di dinding.

Isabell beranjak dari tempatnya menuju lukisan di dinding. Ia mengangkat lukisan itu hingga terlepas dari pengaitnya. Dengan perlahan ia menyimpan lukisan itu di lantai.

"Ini brangkasnya," gumamnya.

Ia mengambil handphone nya yang tadi ia selipkan di saku celananya dan mulai menyorotkan flash di handphone nya ke arah brangkas. "Apa passwordnya yah?" gumamnya.

"Apa mungkin tanggal ulang tahunku?"

Tit

"Ternyata benar tanggal ulang tahunku." Isabell membuka brangkas itu dan melihat beberapa tumpukan dokumen di sana. Ia mengambil semua dan mencari dokumen yang ia butuhkan.

"Ini dia, aku harus cepat," gumamnya mengembalikan dokumen lainnya ke dalam brangkas dan membawa dokumen yang ia butuhkan.

Ia membereskan kembali brangkas dan lukisan itu ke tempat semula, kemudian dia ia berjalan keluar dari ruangan. Sebelum ia mencapai pintu, ia terdiam sesaat dan menatap dokumen di dalam genggamannya.

"Maafkan aku Ale, aku terpaksa melakukan ini," ucapnya dengan air mata yang luruh membasahi pipinya.

"Apapun yang terjadi jangan pernah membenciku." Isabell menghapus air matanya dan berjalan keluar dari ruangan.

Ia berlari keluar dari rumah besar itu. Ia melihat beberapa penjaga seperti biasa berjaga di area rumahnya. Ia harus sampai di jembatan yang berada tak jauh dari rumahnya untuk memberikan dokumen ini pada seseorang.

Ia berjalan diam-diam supaya tidak sampai ketahuan oleh para penjaga. Setelah melewati area rumahnya, ia sampai di jembatan dan pandangannya celingak celinguk mencari seseorang.

"Dimana orang itu," gumamnya seraya mengeluarkan handphone nya dan menghubungi seseorang.

Terdengar dering handphone itu tak jauh di belakangnya. Isabell berbalik badan dan matanya membelalak lebar.

Deg

Vallen berdiri tak jauh di belakangnya dengan menggenggam handphone yang berbunyi.

"A-ale..." gumam Isabell sangat kaget.

"Ternyata benar kamu mengkhinataiku?" serunya dengan tatapan mata tajam memerah penuh rasa kecewa, terluka juga murka.

"Ale dengarkan aku dulu, aku tidak pernah mengkhianatimu, sungguh."

"Sudah jelas buktinya, Isabell!! Kamu ingin lari dengan pria itu kan. Dan dokumen itu, kamu ingin memberikan semua saham perusahaan milikku padanya!" bentaknya penuh kemurkaan.

"Tidak Ale sungguh, semua ini kesalahpahaman. Aku sama sekali tidak berniat mengkhianatimu," seru Isabell dengan isak tangisnya.

"Kita baru saja memiliki Valeria dan kamu malah mengkhianatiku? Apa selama ini aku tidak membahagiakanmu?" seru Vallen penuh penekanan dan rasa sakit hati.

"Tidak Ale, aku terpaksa melakukan ini, hikzz..." Isabell tidak kuasa menahan air matanya lagi. Ia bingung dan merasa begitu bersalah pada Vallen. "Aku melakukan ini karena terpaksa, aku-"

Dor

Suara tembakan menggema di sana bersamaan dengan tubuh Isabell yang terhempas hingga jatuh ke dalam air sungai dengan luka tembak.

"Isabell...!!!!" teriak Vallen yang tak sempat menggapai tangan istrinya.

"Sialan! Pengawal, cepat cari siapa yang menembak Isabell!" teriak Vallen murka. Beberapa pengawal yang berjaga bergegas mencari kebenaran seseorang yang menembak Isabell.

Vallen terjun ke dalam sungai dan berenang melawan arus. Ia menyelam ke bagian bawah sungai mencari keberadaan Isabell.

"Isabell!" teriaknya saat kepalanya muncul di permukaan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Isabell tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Isabell. Ia kembali menyelam dan terus berkali-kali untuk mencari keberadaan Isabell.

Mata Vallen terbuka dengan mata yang memerah menahan air matanya.

Luka 8 tahun lalu itu masih jelas menganga lebar tanpa bisa di obati. Rasa sesak juga sakitnya masih terasa nyata hingga saat ini. Setiap hari bahkan Vallen merasa dirinya telah mati.

Walau ingin berusaha melupakan dan berusaha menjalani semua ini dengan baik. Tetap saja semua itu hanya sia-sia saja. Vallen terkadang merasa dirinya seperti orang bodoh. Ia harus berpura-pura tersenyum dan bahagia, tetapi hatinya hancur lebur, tersiksa oleh rasa rindu yang menyesakkan juga tersiksa oleh kenangan menyakitkan di masalalu.

"Dad!" teriakan dari luar membuat lamunan Vallen teralihkan.

Vallen mengusap matanya yang basah dan berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Di sana terlihat Valeria dengan wajah polosnya melihat ke arah Vallen.

"Daddy udah sibuk kerja dan gak pulang selama dua hari satu malam. Dan sekarang saat sudah pulang malah mengurung diri di ruang kerja, melupakanku! Huh menyebalkan..." ceroscos Valerie membuat Vallen tersenyum.

Vallen duduk rengkuh di hadapan gadis 8 tahun itu. Ia membelai wajah putri cantiknya yang mewarisi wajah Isabell.

"Maafkan aku, Princes. Sekarang kamu ingin apa?" tanya Vallen.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu pada Dad, ayo ikut aku." Serunya.

Vallen mengangguk kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan mengikuti Valerie menuju kamarnya.

"Taraaaa......" Valerie menunjukkan sebuah lukisan yang begitu indah kepada Vallen.

"Ini lukisanmu?" tanya Vallen.

"Iya dong. Ini Dad, aku, dan tante Gwen."

Raut wajah Vallen yang awalnya tersenyum berubah menjadi dingin.

"Tante Gwen?" serunya yang di angguki Valerie.

"Dia selalu baik padaku, dan aku juga sayang padanya," seru Valerie.

"Kenapa tidak kamu masukan Mommy ke dalam lukisan itu?" tanya Vallen.

"Mommy?" gumamnya. "Aku tidak tau sosok Mommy bagaimana, aku juga tidak mengenalnya. Dia pergi meninggalkanku lebih dulu. Jadi aku pikir tante Gwen lebih pantas berada di antara kita."

"Tidak Vale, Mommy tidak bisa di ganti oleh siapapun!" ucap Vallen penuh penekanan. "Dan Mommy kamu tidak pernah meninggalkanmu, semua ini adalah pilihan!"

"Kenapa Daddy membentakku? Apa aku salah?" tanya Vale dengan tatapan mata polosnya yang berkaca-kaca.

"Maafkan Dad, Daddy hanya merasa mood Daddy sedang buruk," seru Vallen cepat-cepat menghibur Vallerie.

"Lukisan kamu bagus, dan begitu indah," seru Vallen.

"Terima kasih, Dad."

"Sudah jangan sedih lagi, maaf yah," seru Vallen membawa Vale ke dalam gendongannya.

"Apa Daddy tidak menyukai tante Gwen?" tanya Vale.

"Bukan begitu, hanya saja Daddy tidak ingin ada yang menggantikan Mommy," seru Vallen.

"Dad sangat mencintai Mom?" taya Vale lagi.

"Tentu!" jawab Vallen tegas. "Tapi kamu tau darimana mengenai cinta?"

"Vale kan sudah gede, udah jadi gadis dewasa," seru Vale membuat Vallen terkekeh.

Valerie selalu mampu mengembalikan mood Valen yang sedang jelek.

*** 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel