Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

                Vallen masih dalam perawatan, peluru di dalam tubuhnya sudah di keluarkan dan dia sudah dalam keadaan stabil walau belum sadarkan diri.

"Sebenarnya siapa yang masih hidup?" gumam Ethan mengingat kata-kata Vallen terakhir kali.

"Vallen terlalu ceroboh dengan tidak memakai rompi anti peluru," seru Tom.

"Kau tau bukan, kalau Vallen adalah si penembak jitu. Dia selalu mampu menghindari tembakan dan selalu menembak tepat sasaran. Lagipula dia memang tidak pernah mau memakai rompi anti peluru lagi setelah kematian Bella." Seru James.

"Dia seperti ingin menantang maut," seru Raymond.

"Tapi siapa wanita itu, bagaimana bisa Vallen tidak bisa menghindari tembakan dari seorang wanita," seru Ethan terus berpikir keras.

"Sepertinya wanita itu pemimpinnya," seru Marvin yang baru saja datang mendekati mereka.

Mereka semua melihat ke arah Marvin. "Entah kenapa aku merasa kali ini Vallen akan menghadapi hal yang sangat menyulitkannya," seru Marvin melihat ke arah kaca pembatas ruangan tempat Vallen terbaring tak sadarkan diri.

"Apa Valle tau mengenai Daddy nya?" tanya Tom.

"Tidak," jawab Ethan. "Aku mengatakan kalau kami ada pekerjaan di luar kota."

"Allee...."

"Hallo istriku sayang..."

"Alle, aku saat ini sedang hamil. Tubuhku semakin gemuk. Apa kamu akan berubah dan melupakanku?"

"Kamu ini ngomong apa sih. Bagaimanapun kamu, asalkan itu kamu Isabell ku. Aku akan tetap mencintaimu, bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu."

"Kalau begitu berjanjilah. Bagaimanapun tubuhku atau diriku berubah, jangan pernah melupakanku."

"Aku berjanji!"

Vallen membuka matanya dan sorot lampu yang pertama kali masuk ke retina matanya. Vallen beranjak bangun dari rebahannya ke posisi duduk.

"Kau sudah sadar?" pertanyaan itu membuatnya menoleh.

"Ethan? Kau tidak pulang?" tanya Vallen yang tau dia sedang ada di rumah sakit Tentara Negara.

"Aku menunggumu sadar," seru Ethan yang berdiri bersandar ke dinding dengan melipat tangannya di dada.

Vallen menyandarkan punggungnya ke sandaran blangkar diiringi helaan nafas berat. Ia kemudian melirik perban di dadanya.

Tangannya terangkat menyentuh luka itu.

"Peluru tipe. 45 ACP berongga, yang di gunakannya. Cukup berbahaya bukan, apalagi kalau sampai mengenai jantungmu atau paru-paru," seru Ethan, mengingat apa yang pernah dia alami sebelumnya.

Vallen hanya terdiam merenung. Kejadian saat itu kembali berputar di kepalanya.

"Apa benar itu dia," gumam Vallen.

"Siapa?" tanya Ethan.

"Isabell."

Deg

Ethan yang awalnya bersandar dengan santai, langsung berdiri tegak dan berjalan mendekati Vallen.

"Maksudmu, Isabell istrimu?" tanya Ethan.

"Siapa lagi, hanya satu nama Isabell yang aku kenal," seru Vallen.

"Bagaimana mungkin Isabell, bukannya dia sudah lama meninggal?" tanya Ethan merasa bingung.

"Tetapi jangan lupa, kalau jasadnya sampai detik ini belum juga di temukan," seru Vallen membuat Ethan terdiam. "Wajahnya begitu mirip, bahkan tak ada bedanya sama sekali, hanya rambutnya yang kini lebih panjang."

"Mungkin saja itu bukan dia," seru Ethan.

"Entahlah, tetapi jantung ini bereaksi saat berhadapan dengannya. Seperti dulu, saat aku berada di sisinya, jantung ini selalu berdebar sangat cepat," seru Vallen menerawang ke depan.

Vallen menatap ke arah Ethan dengan tatapan tajamnya. "Mungkinkah itu dia?"

"Kita harus memastikannya dulu, jangan begitu saja menyimpulkannya," seru Ethan.

"Sebaiknya sekarang kamu istirahatkan dirimu dulu. Setelah sembuh, kita coba lacak keberadaannya. Marvin masih berusaha menggali informasi dari beberapa anak buahnya yang kita tangkap."

Vallen hanya menganggukkan kepalanya.

"Kalau itu benar dia..." gumamnya memegang perban di dadanya seraya memejamkan matanya. "Kenapa dia tidak mengenaliku dan malah menembakku."

"Jangan terlalu di pikirkan, ini belum jelas. Mungkin saja ini sebuah jebakan untuk melumpuhkanmu yang merupakan panglima perang di team kita."

Vallen menatap tajam ke depan.

"Mungkin ucapanmu benar."

*** 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel