Bab 8 Malam Panjang
"Arsen, kumohon untuk menundanya sampai kita menikah," pinta Freya.
Arsen berdecak, "Banyak omong! Kamu sudah menjadi calon pengantinku. Melakukannya sekarang atau nanti sama saja."
Arsen menarik handuk yang menutupi tubuh Freya, dan spontan gadis itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Arsen tersenyum sembari membuka satu per satu pakaian yang ia kenakan. Ia menarik selimut yang dipegang Freya, lalu menindih tubuh sang gadis.
"Kamu gugup? Benarkah, ini pertama kalinya untukmu?" Arsen tertawa, "Sungguh aku tidak percaya, tetapi kamu memang masih perawan, dan aku ingin segera merasakan bagaimana rasanya."
Freya memejamkan mata saat Arsen mendekatkan wajah. Terasa hangat di pipi napas yang lelaki itu embuskan. Dari aromanya Arsen habis meminum anggur. Memang sehabis makan malam, Freya melihat Arsen meneguk segelas minuman mahal itu.
"Kamu malu-malu rupanya." Arsen beranjak turun dari tempat tidur. Dengan santai ia berjalan menuju saklar lampu dan mengunci pintu. Freya memerhatikannya. Lekuk tubuh Arsen sangat sempurna.
Punggungnya kekar. Sisi pinggulnya ramping, turun ke bawah memang bagian itu menggoda, lalu kaki jenjang berotot yang tampak kuat. Itu hanya dilihat dari belakang saja, belum dilihat dari depan.
Lampu utama dipadamkan, Freya beranjak dari tidurnya, tetapi Arsen sudah menghidupkan lampu tidur, dan kembali menekan Freya agar tetap berbaring.
"Jangan coba-coba untuk menolakku!"
Freya meringis ketika daun telinganya digigit. Ia tersentak saat Arsen mendekatkan bibirnya di bahu polos. Freya kembali meringis karena Arsen bukan mengecup, tetapi mengigit.
"Ini sakit," kata Freya.
"Itu karena kamu melawanku."
Arsen mengecup bahu Freya lembut, sepanjang leher jenjang itu dijelajahi oleh sentuhan-sentuhan yang membuat tubuh Freya meremang. Arsen mengangkat wajahnya, memandang Freya dalam remang-remang lampu tidur.
"Aku akan melakukannya secara lembut jika kamu patuh," kata Arsen.
Freya mengangguk, "Iya."
Arsen mengecup bibir Freya lembut, menyesap masuk ke dalam melalui indra perasanya. Freya terhanyut, kedua tangannya secara naluri mencengkeram rambut Arsen.
Arsen menurunkan wajahnya sampai ke titik di mana ia bisa mencengkeram serta menjadi bayi yang kehausan.
Freya menahan suaranya untuk tidak keluar. Ia memandang Arsen yang tampak rakus memainkan benda bulat padat itu.
"Ja-jangan di situ," kata Freya.
"Kenapa? Justru bagian ini yang paling penting agar kita bisa mendapatkan anak."
"Jangan digerakkan. Tetap di situ," pinta Freya.
Arsen terkekeh, "Sudah basah begini, mana mungkin aku berhenti." Arsen memposisikan diri. Ia mencengkeram kedua sisi pinggang Freya. "Santai, Sayang. Ini hanya akan terasa sedikit perih."
Kedua tangan Freya mencengkeram seprai saat Arsen mulai menerobos masuk. Perlahan, tetapi pasti ia merobek milik Freya.
"Tahan," kata Arsen.
"Jangan digerakkan."
"Harus bergerak, Sayang. Bagaimana bisa jadi kalau tidak digerakkan," jawab Arsen.
Sungguh jepitan yang luar biasa. Daya cengkeram yang sempit, otot-otot bawah Arsen menegang. Perlahan pria itu bergerak. Menghela napas, menikmati lubang surga dunia.
"Sayang, ini luar biasa. Aku tidak ingin berhenti menikmatinya." Arsen bergerak sedikit cepat hingga Freya sendiri tidak tahan mengeluarkan suara seraknya.
Gerakan bertambah cepat, menghunjam kasar, membuat Freya luluh lantak di bawah kendali sang dominan. Tubuhnya bergetar disertai guncangan dari tempat tidur.
"Sial! Kenapa cepat sekali ingin keluar," ucap Arsen dengan terus masuk menghunjam. "A-aku sampai."
Suara napas tidak beraturan terdengar. Arsen jatuh di atas tubuh Freya yang penuh keringat. Ia bergeser perlahan, dan membuat Freya menjerit saat milik Arsen terlepas dari dalam tubuhnya.
"Kita istirahat sebentar. Aku mengatur napas dulu," ucap Arsen.
"Apa kamu bilang?" tanya Freya.
"Aku ingin lagi."
"Aku sudah tidak bisa bergerak," kata Freya.
"Kamu diam saja dalam posisi itu."
Seperti yang dibilang Arsen, setelah istirahat, kembali keduanya bertempur. Tidak peduli Freya mengatakan lelah. Arsen tetap bertindak sesukanya.
******
Freya mengerjap saat sinar mentari mengenai wajahnya. Ia membuka mata perlahan, dan rupanya hari sudah terang benderang. Tirai kamar, bahkan sudah dibuka.
Freya perlahan bangun. "Sakit sekali tubuhku. Arsen sangat keterlaluan. Dia tidak berhenti menyiksaku semalam."
Pintu kamar dibuka. Dua orang pelayan wanita masuk dengan membawa pakaian untuk Freya. Mereka tersenyum, dan Freya yakin jika tirai jendela dibuka oleh mereka.
"Di mana Arsen?" tanya Freya.
"Tuan Arsen tengah bermain golf bersama tuan Cullen."
"Apa di sini ada lapangan golf?" tanya Freya.
"Tidak ada, Nona. Mereka pergi tadi pagi, dan mungkin akan kembali sebentar lagi."
"Memangnya ini pukul berapa?"
"Sepuluh pagi, Nona," jawab pelayan.
"Astaga! Aku kesiangan." Freya panik, merasa malu karena kesiangan di tempat calon mertuanya sendiri.
"Tidak apa-apa, Nona. Tuan Arsen bilang untuk tidak menganggu Anda. Biar kami siapkan air hangat untuk Nona mandi."
Freya langsung menggengam selimut di tubuhnya. Malu, sudah pasti. Arsen membiarkan pelayan tahu bahwa mereka tengah bergadang semalam.
Perlahan Freya turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi. Ia masuk ke dalam bathtub yang telah diisi air oleh pelayan, dan berendam air hangat dapat meredakan rasa sakit pada bagian intinya.
Tidak lama, pintu kamar mandi diketuk. Suara pelayan terdengar menanyakan kondisi Freya. Bergegas Freya membasuh diri dari busa sabun yang memenuhi tubuhnya.
"Aku sudah selesai," kata Freya, saat ia keluar dari kamar mandi.
"Tinggalkan kami."
Freya terkesiap karena Arsen telah berada di dalam kamar. Dua pelayan wanita keluar dari kamar. Freya mundur ke belakang, ia takut Arsen kembali melakukan hal yang seperti semalam.
"Cepai pakai bajumu. Aku tunggu di luar." Arsen hanya mengatakan itu, lalu keluar dari kamar.
Freya dapat bernapas lega. "Pria itu! Tiba-tiba saja muncul."
Selesai berpakaian dan menata dirinya, Freya keluar dari kamar. Ia tidak tahu harus apa karena memang hari sudah siang, dan ia malu karena tidur terlalu lama.
"Nona."
Freya terkesiap, "Iya."
"Maaf, membuat Anda kaget. Ayo, tuan dan nyonya sudah menunggu di ruang makan."
Freya tersenyum, mengikuti langkah dari pelayan yang membawa dirinya ke ruang makan. Di sana sudah ada keluarga serta Arsen sendiri.
"Oh, Sayang. Kamu pasti kelelahan," kata Veronica.
Freya tercengang, dan secepatnya ia menyadarkan diri. "Maaf, aku bangunnya telat."
Veronica tertawa, "Tidak apa-apa. Arsen bilang kamu baru pertama kali melakukannya."
Freya melirik Arsen yang sama sekali tidak tersenyum. Bisa-bisanya Arsen mengatakan hal pribadi kepada orang tuanya. Mau ditaruh di mana wajah Freya yang sudah memerah karena malu.
"Maaf."
"Mommy tidak sengaja dengar waktu lewat di depan kamarmu. Kamar tamu memang tidak dipasang busa peredam suara," kata Veronica sembari tertawa geli.
"Mommy, jangan menggoda Freya terus-terusan. Dia butuh makan," kata Arsen.
Arsen juga malu saat pagi-pagi Veronica sudah menodongnya dengan berbagai pertanyaan. Bisa-bisanya ibunya itu menguping kegiatan mereka semalam.
Bersambung
