Bab 7 Bertemu Calon Mertua
Besoknya, Arsen membawa Freya ke kediaman keluarga Cullen. Freya tidak berkedip melihat rumah mewah yang tengah ia datangi. Rumah orang tua Arsen benar-benar sangat mewah dan besar.
Baru saja datang, mereka sudah disambut oleh pelayan wanita dan pria. Freya mengira jika rumah besar itu hanya dihuni beberapa orang saja, dan sisanya adalah pelayan.
"Ayo masuk." Arsen melingkarkan tangan pada pinggang Freya. Pelayan yang menyambut menundukkan kepala mereka saat sang tuan rumah lewat. "Jangan gugup."
"Iya," jawab Freya setengah berbisik.
"Mom, Dad, Grandma," sapa Arsen.
"Nah, ini dia baru datang. Apa ini calon istrimu?" tanya sang ibu, Veronica Cullen.
"Kenalkan, Mom. Freya, kekasihku."
Sembari tersenyum manis dan mengulurkan tangan, "Nyonya, saya Freya."
"Saya Veronica, Mommy dari Arsen." Bukan menyambut uluran tangan dari Freya, tetapi Veronica memeluknya. "Kamu sangat cantik."
"Terima kasih, Nyonya."
"Aduh, jangan panggil Nyonya. Panggil Mommy saja. Kamu, kan, calon menantu kami." Vero meraih tangan calon menantunya. "Perkenalkan, ini Daddy Arsen, namanya Cullen. Seperti nama keluarga vampire dalam salah satu film, tetapi kami bukan manusia vampire." Veronica tertawa dengan leluconnya sendiri.
"Namaku sudah ada sebelum film itu dibuat," sahut tuan Cullen. "Ini, calon menantuku. Ayo, duduk."
"Terima kasih, Tuan."
"Kamu panggil dia Daddy juga, dan ini, Grandma Arsen. Namanya Amanda Cullen."
"Halo Grandma," sapa Freya, lalu memeluk nenek dari Arsen.
"Halo juga, Sayang. Ayo, duduk dulu."
"Jadi, kapan kalian akan melaksanakan pernikahan?" tanya Tuan Cullen.
"Aku ingin secepatnya menikah. Pernikahan sederhana saja, tetapi sakral," kata Arsen.
"Tidak perlu resepsi?" tanya Vero.
"Lebih baik resepsi antara keluarga saja. Aku ingin pernikahannya benar-benar intim," jawab Arsen.
"Terserah kalian saja. Yang penting menikah. Grandma sudah tidak sabar untuk menggendong cicit. Semoga di sisa umurku, masih bisa melihat anak dari Arsen," ucap Amanda, yang sudah berumur delapan puluh tahun.
"Grandma tenang saja. Aku akan berusaha supaya Freya cepat mengandung," jawab Arsen.
Freya tidak mengira jika dirinya diterima dengan tangan terbuka oleh keluarga Arsen. Ia kira akan mendapat cacian seperti telenovela yang pernah ia tonton di televisi. Rupanya keluarga Arsen sangat terbuka dan sangat baik kepadanya.
"Arsen, Mommy ingin bicara denganmu sebentar."
Arsen mengangguk, "Kita bicara di ruang kerja. Sayang, kamu tunggu di sini saja."
"Iya," jawab Freya.
Arsen dan Vero beranjak dari tempat duduk mereka. Keduanya menuju ruang kerja di bagian ruangan yang lain. Pintu bercat emas didorong oleh Arsen, dan pria itu mempersilakan sang ibu untuk masuk terlebih dulu.
"Apa Mommy mau bicara mengenai Velia?" tanya Arsen.
"Bukannya hubungan kalian baik-baik saja. Kenapa jadi putus? Kamu tidak memberitahu kami sebelumnya," ucap Veronica.
"Untuk apa aku mempertahankan hubungan bersama wanita yang tidak ingin berkomitmen denganku. Lebih baik pisah saja. Lagian Mommy ingin aku segera menikah, kan? Freya bersedia menjadi istriku, dia cantik, baik, dan pastinya mengerti diriku."
"Latar belakangnya bagaimana?" tanya Vero.
"Dia hidup sendiri. Mommy tidak mempermasalahkannya, kan?"
Veronica tersenyum, "Tentu tidak, Sayang. Mommy setuju saja dengan wanita pilihanmu. Yang menjalankan hidup adalah kamu sendiri. Kami hanya bisa menerima saja."
Arsen memeluk Vero. "Terima kasih, Mom."
"Kalian menginaplah di sini. Berikan kami waktu untuk bersama."
"Iya, Arsen dan Freya akan menginap di sini.
*******
Arsen juga tidak mengira jika Freya mampu beradaptasi dengan baik. Mungkin sifat keluarganya yang ramah, mampu membuat Freya nyaman.
Terdengar obrolan ringan Freya bersama ibunya yang membahas menu untuk makan malam. Kedua wanita itu memang tengah berada di dapur untuk memasak.
Kalau Freya di hari pertama telah pergi mengunjungi dapur rumah, terbalik pada saat Velia berkunjung ke rumah Arsen. Yang dibahas oleh wanita itu adalan mengenai fashion, salon, perhiasan keluaran terbaru. Semua hal untuk mempercantik wanita.
"Kamu menguping?"
Arsen tersentak kemudian menelengkan kepalanya. "Daddy!"
"Kamu mengintip calon istrimu," kata Cullen.
Arsen menyengir, "Bukan mengintip, tetapi aku menunggu makanan. Perut sudah lapar."
"Alasan saja. Ayo, kita duduk saja," ajak Cullen.
"Grandma sudah berada di sini rupanya," kata Arsen seraya menarik kursi.
"Sudah jam makan malam, makanya kemari," jawab Amanda.
Kakek dari Arsen sudah lama tiada. Jadi, di rumah itu hanya ada orang tua dan sang nenek saja. Arsen juga sangat jarang pulang. Kecuali jika ia punya waktu atau kumpul keluarga.
Pelayan wanita datang dengan membawa makanan yang telah selesai dimasak. Semua ditata rapi di atas meja. Jika sebelumnya ada makanan dulu, kini sebaliknya. Itu karena Freya ikut memasak bersama Veronica, dan penghuni rumah tidak sabar untuk mencicipinya.
"Sepertinya enak," ucap Cullen.
"Kita harus mencobanya dulu, baru berkomentar," kata Arsen.
"Pasti enak, dong," sahut Veronica yang datang bersama Freya dari dapur. "Fre, kamu layani Arsen."
"Iya, Mom." Freya melayani Arsen dengan mengambilkan pria itu makanan. Semua menu yang dimasak adalan makanan kesukaan dari keluarga Cullen seperti olahan ikan salmon, salad sayur, sup macaroni dan olahan daging giling yang dioseng dengan bawang.
"Terima kasih, Sayang," ucap Arsen saat ia menerima piring dari Freya. "Kamu duduklah."
Semua mencicipi masakan kolaborasi antara mertua dan calon menantu. Cullen mengangguk-anggukkan kepala. Amandan berekspresi senyum, dan Arsen berdehem setelah mencicipi makanan dari piringnya.
"Enak. Ini sangat enak," kata Cullen.
"Iya, ini enak," sahut Amanda.
"Calon istriku bisa diandalkan rupanya," tambah Arsen.
"Rupanya ada tambahan bahan lagi. Mommy baru tahu. Terima kasih, Freya sudah bagi tahu Mommy resep baru."
"Bukan apa-apa, Mom. Dulu aku pernah bekerja paruh waktu di restoran. Sedikit-sedikit aku tahu cara mereka membuat masakan enak," kata Freya.
Setelah makan malam keluarga, Freya masuk ke kamar tamu untuk membersihkan diri dan istirahat tentunya.
"Rupanya keluarga Arsen sangat baik," gumam Freya. Ia memandang wajahnya di cermin, menepuk-nepuk pipi, lalu mengambil handuk untuk menutupi tubuh polosnya. Freya keluar dari kamar mandi. Ia tersentak karena Arsen sudah duduk di atas tempat tidur. "Kamu di sini?" Freya menutupi bagian atas dan bawah tubuhnya dengan tangan.
"Pakaian tidurmu." Arsen bangun dari tempat tidur, melangkah mendekat pada Freya. Ia memandang tubuh dari calon istrinya sendiri. "Kapan kamu dalam masa subur?"
Freya segera mengambil pakaian tidur dari tangan Arsen untuk menutupi tubuhnya. "Bulan depan."
"Kamu sudah selesai itu?" tanya Arsen.
Freya mengangguk, "Iya, seminggu yang lalu. Kamu tidak mungkin melakukannya, kan? Kita bisa menunggu minggu depan." Freya berkata seperti itu karena ia dalam masa subur.
"Sekarang saja. Kita menikah minggu depan," kata Arsen.
"Kita belum menikah."
"Apa bedanya, sih? Kamu itu sudah aku sewa," kata Arsen.
"Itu prinsipku."
Arsen berdecak, "Mumpung kamu lagi dalam masa subur. Kita harus melakukannya." Arsen menarik tangan Freya, membawanya ke atas tempat tidur.
Bersambung
