Bab 11 Kembalinya Velia
Pernikahan Arsen dan Freya diketahui oleh publik. Mereka bertanya-tanya mengapa Arsen melaksanakan pernikahannya secara tertutup? Arsen memberi alasan jika mereka menginginkannya.
Arsen dan Freya selalu tampak mesra di depan publik. Freya juga mengubah penampilannya menjadi sangat anggun. Tiada hari tanpa riasan, serta rambut yang tertata rapi. Kemudian baju yang ia kenakan, sepatu, tas, aksesoris semua dari barang branded.
Bolehkah Freya merasa bersyukur dengan kehidupan ini? Setidaknya ia bisa merasakan memakai barang-barang mewah itu selama menjadi istri dari Arsen.
Namun, kurang lebih tiga bulan Freya bersama Arsen. Tanda-tanda kehamilan belum juga kelihatan. Padahal Freya dan Arsen telah melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatkan keturunan.
Jodoh, maut, dan keturunan adalah kehendak semesta. Mau itu kedua pasangan subur kalau takdir belum memberi, maka belum saatnya memiliki anak.
"Kamu sudah tes belum?" tanya Arsen.
Freya menggeleng, "Belum. Biar saja. Tunggu bulan depan saja tes kehamilannya. Aku takut kecewa lagi."
Freya sudah telat dua hari dari jadwal kedatangan tamu bulanannya. Ia tidak mau gegabah untuk menyatakan hamil karena bisa saja tanggal tamu bulanan itu lebih lama datangnya.
"Kalau bulan depan belum juga hamil, kita periksa ke dokter." Arsen beranjak dari kuris makan kemudian melangkah keluar dengan diikuti pelayan.
Freya berdecak, "Dasar! Dia kira sudah tidur bersama akan hamil langsung, tergantung yang di atas sana." Freya tampak berpikir. "Bukankah usaha itu harus diiringi dengan doa? Ah, minggu ini aku akan pergi ke gereja."
******
Arsen melangkah dengan tegap saat masuk ke dalam gedung perusahaan. Sang asisten Owen dengan setia berada di sampingnya. Pintu lift terbuka, Owen mempersilakan Arsen untuk masuk terlebih dahulu.
"Freya belum juga hamil," kata Arsen saat mereka sudah berada di dalam lift.
"Mungkin belum waktunya, Tuan."
"Begitu, ya?" tanya Arsen.
"Biasanya, kalau ditunggu-tunggu, maka tidak akan berhasil. Sebaliknya, kalau Tuan santai saja, pasti akan berhasil," jawab Owen.
Arsen mengerutkan kening. "Logika macam apa itu?"
Owen menyengir, "Biasanya begitu, Tuan. Hal-hal yang tidak kita harapkan akan datang dengan sendirinya."
"Mungkin saja. Kalau begitu, aku tidak akan terlalu berharap."
Pintu lift terbuka. Keduanya keluar dari kotak besi, lalu melangkah ke ruangan masing-masing. Arsen masuk ke ruang kerjanya dan langsung duduk di kursi ala bos besar, di mana tumpukan berkas sudah menunggu untuk di tanda tangani.
Tengah sibuk memeriksa laporan dan menandatanganinya, pintu ruang kerja Arsen diketuk. Owen masuk dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan.
"Ada apa?" tanya Arsen.
"Tuan, nona Velia datang."
"Velia! Kenapa dia di sini?" tanya Arsen.
"Nona bilang ingin bicara kepada Tuan, dan hal ini sangat penting," jawab Owen.
"Suruh dia masuk."
Owen mengangguk, "Baik, Tuan."
Pintu kembali ditutup. Arsen merapikan pakaiannya, lalu berpindah duduk ke sofa. Sejak menikah, ia tidak lagi memperhatikan Velia. Dipikiran Arsen saat ini hanyalah mendapatkan keturunan.
Pintu ruang kerja dibuka. Owen masuk bersama dengan wanita yang sempat Arsen cintai. Sampai saat ini Arsen juga belum melupakan Velia.
"Arsen, aku hamil!" ucap Velia.
Arsen tercengang, begitu juga dengan Owen yang masih belum beranjak keluar. Arsen memegang daun telinganya sendiri, takut jika ia salah mendengar.
"Coba kamu katakan sekali lagi," pinta Arsen.
Velia duduk di sofa. Ia mengeluarkan amplop putih dan memberikannya kepada sang mantan. Arsen yang penasaran, meraih amplop itu. Mengeluarkan isinya kemudian membaca tulisan yang tertera di kertas tersebut.
"Hamil? Kamu hamil?" tanya Arsen.
Velia mengangguk, "Iya. Aku hamil."
Arsen mengangkat kedua jari telunjuk dan tengah yang artinya, Owen disuruh untuk keluar. Keduanya kini terlibat dalam pembicaraan pribadi.
"Kamu hamil, kenapa mencariku?" kata Arsen.
"Karena ini anakmu. Aku hamil tiga bulan dan aku baru mengetahuinya satu minggu yang lalu. Saat aku melakukan pemotretan, tiba-tiba terjadi pendarahan. Aku kira itu hanya datang bulan biasa dan aku memang telat. Aku tidak mengira aku hamilll!" beber Velia.
Velia mengira ia telat datang bulan karena memang siklus tidak menentu. Namun, saat tengah melakukan pemotretan terjadi hal tidak terduga. Ia mengalami sakit yang luar biasa dan dilarikan ke rumah sakit.
Dokter segera menangani Velia. Janin di dalam kandungannya hampir saja gugur dan beruntungnya, dokter bisa menyelamatkan calon bayi Velia.
"Kamu tahu sendiri jika aku sudah menikah, kan?" Arsen menunjukkan cincin pernikahannya. "Kumohon untuk tidak menganggu kehidupanku lagi. Minta pertanggungjawaban kepada pria yang menghamilimu, dan bukan kepadaku."
"Arsen! Ini anakmu! Aku tidak tidur bersama pria lain sejak kita berpisah. Kamu harus bertanggung jawab Arsen. Ini darah dagingmu," ucap Velia.
"Mana aku tahu kamu bersama pria lain atau tidak," kata Arsen.
"Kalau kamu tidak percaya, kita bisa melakukan tes DNA."
Arsen tersenyum, "Sesuai yang kamu minta."
Lelaki itu beranjak dari duduknya. Arsen meraih ponsel yang tergeletak di meja kerja untuk menghubungi Owen.
Beberapa saat Owen masuk ke dalam ruang kerja. "Tuan."
"Owen, atur janji temu bersama dokter Andy. Katakan kepadanya kalau aku ingin menguji tes DNA," perintah Arsen.
"Baik, Tuan." Owen keluar lagi dari ruangan.
"Pulanglah. Aku akan menghubungimu nanti," kata Arsen.
Velia tidak percaya dengan apa yang Arsen katakan. Apa Arsen benar-benar melupakannya? Dari bertemu tadi memang sikap pria itu tidak sehangat seperti biasanya. Apa ini karena istri Arsen yang hanya bisa Velia lihat dari layar ponselnya? Apa hati Arsen sudah berubah sekarang? Pertanyaan dalam benaknya ingin sekali Velia utarakan.
"Arsen, apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Velia.
"Aku sudah menikah."
"Aku minta maaf karena telah meninggalkanmu demi karier. Tapi ini benar anakmu," ucap Velia.
"Kita akan tahu setelah melakukan tes."
Velia beranjak dari duduknya. "Arsen! Jika anak ini terbukti anakmu, maka aku ingin kamu menikahiku, dan menceraikan istrimu."
Setelah mengucapkan itu, Velia menarik gagang pintu, lalu keluar. Arsen menghela napas panjang. Ia menyandarkan tubuh di badan sofa sembari memijit dahinya.
"Situasi apa ini? Malah Velia yang hamil sedangkan istriku belum hamil juga," gumam Arsen.
Arsen harus memastikan dulu janin yang ada di dalam kandungan Velia. Jika terbukti anak yang dikandung mantan kekasihnya itu adalah darah dagingnya sendiri, maka Arsen akan menyudahi kontrak bersama Freya dan membayar kerugian wanita itu sebanyak dua kali lipat.
*****
"Selamat datang, Suamiku sayang," ucap Freya dengan senyum manisnya.
"Jangan tersenyum begitu. Aku tidak suka," Arsen berkata dengan melempar tas kerjanya yang cepat disambut oleh Freya.
"Kamu kenapa?" Freya melangkah dengan mengikuti Arsen dari belakang.
Arsen tiba-tiba berhenti melangkah, dan membuat Freya menabrak punggung belakang pria itu. Freya mengusap hidungnya. Arsen memutar tubuh, pria itu bersedekap tangan.
"Jangan dekat-dekat!"
Bersambung
