Bab 10 Pernikahan
Hari-hari yang ditunggu Freya tiba juga. Tepatnya hari ini, pukul sepuluh pagi, keduanya akan mengucapkan janji suci pernikahan di gereja. Riasan simpel, tatanan rambut yang dirias, gaun pengantin, semua sudah siap dan melekat di tubuh Freya.
Namun, Freya dilanda oleh kegugupan. Tangannya gemetar sampai Freya tidak kuat untuk memegang gelas di tangannya. Jika ia tidak tenang, Freya yakin akan menumpahkan air itu pada gaun pengantinnya, dan pernikahan akan menjadi kacau.
Freya merasa tidak nyaman dengan apa yang ia kenakan saat ini. Gaun pengantinnya terasa panas dan membuat gerah. Lalu riasannya terasa gatal. Freya ingin sekali menggaruk wajahnya. Kemudian tatanan rambutnya terasa berat, dan Freya ingin sekali membongkar tatanan itu, padahal rambutnya ditata sederhana. Ditambah sepatu yang ia kenakan terasa sempit dan panas. Berulang kali Freya melepas sepatunya dikarenakan kakinya menjadi berkeringat.
Freya tahu ini cuma pernikahan yang sementara, dan ia tidak perlu gugup, cemas ataupun khawatir. Ya, tapi tetap saja kegugupan itu menyerang.
"Nona," tegur Lily.
"Lily, aku ingin buang air kecil."
Lily tercengang, sejurus kemudian wanita itu mengendalikan dirinya. "Apa Anda tidak bisa menahannya? Anda sudah memakai gaun pengantin dan sebentar lagi acara di mulai."
"Entahlah, aku gugup," jawab Freya.
"Freya," tegur seseorang yang tiba-tiba masuk ke ruang tunggu.
Freya menoleh, "Sammy!"
"Kamu tampak cantik, Freya," puji Sammy.
"Aku sangat gugup, Sam."
"Semalam Daniel menghubungiku dan ia mengatakan kamu harus tetap semangat. Dia sudah bekerja di perusahaan Empire Moon sebagai manager pemasaran. Daniel juga membeli rumah secara cicilan," ungkap Sammy.
"Benarkah? Aku sangat senang mendengarnya. Kamu punya foto dan alamatnya? Tunjukkan kepadaku," pinta Freya.
Sammy mengangguk, meraih ponsel dari saku celananya. Ia menunjukkan foto rumah yang dibeli oleh Daniel.
"Lihat, ini rumah kalian. Berada di Street Hopkins blok C nomor 42 D."
Freya terharu melihat gambar itu. "Oh, rumah kami sangat indah dan sederhana."
"Dia bilang hanya itu yang bisa dibeli asal kalian tidak menyewa lagi. Cicilan bisa lunas dalam waktu enam bulan dan setelah perjanjian selesai, kamu bisa menepati rumah itu," kata Sammy.
"Aku sangat bahagia, Sam. Keinginan kami tercapai," kata Freya.
"Kamu harus bahagia, Freya. Ini hari pernikahanmu."
Freya mengangguk, "Iya, aku akan berusaha untuk bahagia."
Freya dijemput oleh orang suruhan Arsen yang akan membawanya ke altar pernikahan. Sebuket bunga sudah di tangan. Freya menarik napas panjang setelah sampai di depan pintu.
"Kamu bisa melakukannya, Freya," ucapnya pada diri sendiri.
Pintu dibuka. Freya melangkah masuk bersama pengiring pengantin yang berada di belakangnya. Dari balik kerudung, Freya bisa memandang Arsen yang menunggunya di depan sana. Jantung Freya tiba-tiba berdetak hebat. Ia mengeratkan pegangan tangannya pada buket bunga sampai Arsen mengulurkan tangan.
Pengucapan janji dimulai. Semua tamu yang terdiri dari keluarga Arsen bertepuk tangan saat keduanya telah mengucapkan janji suci pernikahan. Cincin disematkan, kerudung Freya dibuka dan Arsen mengecup bibir dari wanita yang sudah resmi menjadi pasangannya.
"Selamat, Sayang." Veronica memeluk Arsen dan juga Freya.
"Terima kasih, Mom," ucap Freya.
"Selamat untuk kalian," Cullen memeluk putra dan juga menantunya.
Keluarga yang hadir, turut memberi ucapan selamat kepada sepasang pengantin baru. Tidak banyak tamu yang datang karena mereka merupakan kerabat dari Arsen.
Acara dilanjutkan dengan resepsi pernikahan di kediaman tuan Cullen. Sebenarnya bukan resepsi, melainkan temu keluarga. Acara yang santai, saling mengobrol serta bercanda.
"Aku harap kamu segera hamil," bisik Arsen.
"Kamu pikir dengan setiap berhubungan, aku bisa hamil? Kurangi sedikit permainanmu," sahut Freya.
"Kalau setiap hari, belum tentu bisa hamil?"
"Aku kelelahan, Arsen. Bagaimana bisa aku hamil?" kata Freya.
"Akan aku kurangi. Tapi malam ini kita tetap bermain," ucap Arsen.
Freya tersenyum, ingin marah juga percuma karena pria itu adalah penguasa dirinya. Arsen bagai seorang raja dan Freya adalah hamba yang harus patuh pada perintah lelaki itu.
*****
"Setiap aku mengajakmu bermain, pasti wajahmu cemberut," kata Arsen.
"Kamu ingin membuatku hamil atau sengaja ingin meniduriku?"
"Keduanya. Meniduri dan berharap kamu hamil," jawab Arsen.
"Entah kenapa aku menganggapnya berbeda."
Arsen berdecak, "Aku tidak suka kamu membantahku. Cepat, buka pakaianmu!"
Freya membuka jubah mandinya. Arsen tersenyum melihat pemandangan yang menggoda itu. Menurutnya, Freya punya bentuk tubuh yang semuanya pas.
Satu hal yang Freya tidak sukai adalah Arsen tidak lagi mematikan lampu utama. Pria itu menghidupkan lampu karena ingin melihat bentuk tubuh Freya secara jelas.
"Malam ini, harus kamu yang menjadi pengendalinya," kata Arsen.
"Apa?"
"Aku bosan bermain bersama patung seolah aku ini seorang penjahat yang menodaimu. Aku ingin permainan yang seimbang. Kamu sudah banyak belajar, kan?" kata Arsen.
Pipi Freya merona malu. "A-apa aku harus melakukannya?"
"Tentu saja. Aku ingin kamu melakukan apa yang aku lakukan," jawab Arsen.
"Aku tidak bisa," tolak Freya.
Arsen meraih sebotol anggur di meja tempat tidur. "Minum ini, maka kamu tidak akan malu lagi."
Freya melakukannya. Meminum anggur langsung dari botolnya. Meneguk minuman itu lebih baik agar Freya tidak sadar jika melakukan apa yang diminta oleh Arsen.
Arsen tertawa. Ia mengambil botol itu dari tangan Freya, lalu meletakkannya di meja lampu tidur. Arsen membuka jubahnya, menekan pundak Freya agar wanita itu berlutut di hadapannya.
"Buka mulutmu, Freya. Nikmati dia," kata Arsen.
Wajah Freya memerah. Ia meraih benda itu dan memasukkannya ke dalam bibirnya sendiri. Arsen mengerang, nikmat terasa saat miliknya sudah masuk ke dalam bibir Freya.
"Terus mainkan, Sayang. Dia sangat nikmat bukan?"
Freya memainkannya, Arsen terus mengeluarkan suara serak. Ia menekan kepala Freya agar semakin dalam menyesap benda menegang itu.
"Berhenti, Sayang. Dia akan keluar jika kamu terus memainkannya." Arsen menaikkan Freya ke atas tempat tidur. "Aku akan buat kamu merasakan hal yang sama."
Arsen melebarkan kaki sang istri. Membenamkan kepala di atas bunga yang tengah merekah. Freya mengangkat pinggulnya, ia seperti cacing kepanasan. Tubuhnya melengkung layaknya busur panah saat Arsen menyesap madu miliknya.
Arsen menahan kedua kaki Freya, memposisikan dirinya agar sang predator bisa memakan mangsanya. Freya menghela, nikmat saat Arsen masuk dengan mudahnya dan bergerak dalam tempo lambat, lalu cepat.
"Lihat, kamu keenakkan. Permainan ini sangat nikmat, Freya. Jangan bohongi dirimu kalau aku sangat memuaskanmu," ucap Arsen sembari mendorong tubuhnya untuk masuk.
Freya tidak mendengar apa yang Arsen ucapkan. Ia sudah terombang-ambing dalam sentuhan yang Arsen berikan. Bibirnya tanpa sadar menyebut nama sang suami untuk terus menghunjam dirinya.
"Lagi, Sayang. Berikan hentakan yang keras," racau Freya.
Arsen tertawa mendengarnya. Serasa permainan ini terasa nikmat karena Freya telah mabuk dan tanpa sadar mengikuti permainan panas yang Arsen kehendaki.
Bersambung
