011 - Stage Pertama (1)
"Sebenarnya itu karena kau meminta bantuanku. Aku orangnya tidak bisa menolak jika ada orang yang meminta bantuan, terlebih lagi jika dia melihatku sebagai harapannya."
Setelah Arya menjelaskan alasannya, kemudian Rena tertawa kecil yang membuat Arya merasa malu karena berpikir kebiasaannya itu aneh.
"Ternyata kau berbeda dari yang Romi dan Kak Wulan ceritakan. Meskipun penampilanmu seperti preman, tapi sebenarnya kau itu orang yang baik,"
Arya membuang wajahnya ke arah lain. "Maaf, mungkin ini sedikit tidak sopan. Tapi apa cerita yang kau ceritakan pada mereka itu benar?"
Rena tidak segera menjawabnya, kepalanya menunduk sebentar sambil tersenyum yang mana membuat Arya merasa tak nyaman.
"Tentu saja tidak. Sebenarnya aku sendiri tidak tahu siapa kedua orangtuaku,"
"Kenapa kau tidak tahu? Apa mereka-"
"Kita sampai, sinyal itu berasal dari gedung itu," ucap Rena sambil menunjuk sebuah gedung tua di seberang jalan.
Arya mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Rena. Seketika langkahnya berhenti dan matanya melebar melihat gedung tersebut, sebuah gedung sekolah tiga lantai yang sudah lama ditinggalkan karena insiden kebakaran yang terjadi dulu dan posisinya yang sangat terpencil meskipun berada di pinggir kota.
"Ada apa?"
"Ti-tidak apa-apa."
Karena pintu gerbang digembok dan dirantai, maka dengan terpaksa mereka pun memanjat pagar untuk bisa masuk ke dalam.
Di dalam gedung, suasananya terasa sedikit mencekam dengan cahaya rembulan yang menembus jendela menjadi satu-satunya pencahayaan.
"Ini pertama kalinya aku ke sekolah saat malam hari. Sensasinya benar-benar berbeda," ujar Arya sambil memperhatikan cat pada dinding bagian dalam gedung yang sudah lapuk dan telah ditumbuhi oleh tanaman rambat.
Di saat Rena dan Arya tengah sibuk menelusuri gedung, tiba-tiba sebuah suara terdengar di setiap lorong gedung yang membuat mereka terkejut.
"Tes tes, suara dicoba tes, apa kalian bisa mendengarnya dengan jelas?"
"Siapa kau?!" ucap Rena.
Rena menoleh ke segala arah mencari dari mana sumber suara itu berasal dan akhirnya dia menemukan bahwa suara itu berasal dari beberapa pengeras suara berukuran kecil yang terpasang di sepanjang lorong.
"Sepertinya kalian bisa mendengar suaraku. Kalau begitu kita mulai saja permainannya?"
"Permainan? Permainan apa? Lebih baik kau tunjukkan dirimu dasar pengecut!" kata Arya dengan lantang.
"Maaf, aku tak bisa melakukannya karena itu adalah hadiah dari permainannya,"
"Apa permainannya?" tanya Rena yang terlihat tertarik.
"Permainannya sangatlah mudah, kalian hanya perlu menemukanku dalam waktu 20 menit, jika kalian berhasil maka kalian adalah pemenangnya dan dan aku akan menunjukan diriku,"
"Hah! 20 menit? Lima menit saja sudah lebih dari cukup," ucap Arya dengan sombong.
"Memang benar, tapi ini tidak semudah yang kau pikirkan karena kalian bisa saja mati dalam permainan ini,"
"Memangnya bagaimana kita bisa mati dalam permainan ini?" gumam Rena.
Wuuush …!
Tiba-tiba sesuatu terbang dengan cepat melewati lorong yang berada di depan. Arya dan Rena mengarahkan pandangan mereka ke sana dengan mata yang tak berkedip.
Wuuush …!
Sesuatu seperti tadi kembali lewat melewati lorong yang berada di belakang mereka dan mereka pun berbalik secara bersamaan ke sana.
Wuuush …!
Kali ini, suatu itu lewat di lorong depan dan belakang secara bergantian. Arya dan Rena menjadi bingung dan memutuskan untuk saling membelakangi.
Sebuah api bercahayakan putih muncul di belakang punggung Rena dan pinggang sebelah kiri Arya yang berakhir menjadi sebilah pedang dalam sarungnya.
Mereka kemudian meletakkan tangan mereka pada gagang pedang tersebut dan bersiap menariknya jika diperlukan.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Arya.
"Kita ikuti saja permainannya,"
"Apa?! Kau gila? Ini sudah pasti jebakan!"
"Kalau sudah tahu kenapa masih tanya? Aku baru ingat, sinyal aneh yang aku terima sejak tadi siang itu adalah sinyal meminta bantuan dari anggota kelompokku. Jadi, mungkin saja dia tahu sesuatu."
Wuuush …!
Triiiingg …!!
Sesuatu yang sejak tadi terbang melewati lorong kini terbang ke arah Arya, untungnya dia berhasil menarik pedangnya dengan cepat dan menangkis sesuatu itu hingga terpental dan tergeletak di lantai.
Arya dan Rena yang merasa penasaran memutuskan untuk mendekatinya dan melihatnya dari dekat dengan pedang mereka yang sudah siap di tangan.
"Benda apa ini?" ucap Rena sambil mengamatinya dari jarak dekat.
Arya semakin merasa penasaran, dia mengambil sesuatu itu dan membolak-balikkannya. Dia mengerutkan dahinya melihat sesuatu itu berbentuk sebuah belati berwarna hitam legam.
Sesaat kemudian, belati tersebut bergerak dan terbang menuju lorong yang ada di belakangnya. Lalu, tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang berasal dari semua lorong.
Suara gemuruh itu semakin terdengar jelas dan keras. Mereka berdua segera kembali saling membelakangi dan bersiap dengan pedang di depan mereka.
Sreeet!
Triiiingg …!!
Dua belati hitam muncul dari lorong yang ada di depan, salah satunya berhasil ditangkis, sedangkan satunya lagi berhasil melukai bahu kiri Arya.
Tak lama berselang, puluhan belati hitam dari lorong depan dan belakang muncul terus-menerus ke arah mereka.
Tak ada waktu untuk bicara, tak ada waktu untuk menghindar, Arya dan Rena hanya bisa saling membelakangi sambil menangkis semua belati yang terbang hendak menusuk mereka dengan menggunakan sisi tipis dari pedang mereka.
"Hahahahaha …!!! Bagaimana?! Apa kalian bisa mengatasinya?" tanya orang yang berada di balik pengeras suara.
Suara itu membuat Rena menjadi geram dan dia pun memberi kode kepada Arya untuk pergi ke ruangan lain secara perlahan sambil tetap saling membelakangi.
Setiap kali mereka melangkah, belati-belati hitam itu selalu saja berhasil menggores pakaian dan tubuh mereka sedikit demi sedikit.
"Arya! Satu-satunya cara untuk menang dari permainan menyebalkan ini adalah dengan menemukannya!" ujar Rena sambil berjalan mundur mengikuti langkah Arya yang maju perlahan.
"Aku tahu itu! Kita juga sedang melakukannya, hanya saja belati-belati ini terus saja berdatangan tanpa henti, membuat pergerakan kita menjadi sangat terhambat. Bahkan untuk kabur tanpa terluka saja mustahil!"
Rena mulai memutar otaknya dan mulai mencari cara untuk bisa menang dari permainan ini. Matanya terus menoleh ke sana kemari dengan tangan yang terus mengayunkan pedang, menangkis semua belati hitam yang terbang ke arahnya.
"Arya! Serangan ini terlalu membabi-buta, kemungkinan dia berada di atap. Jadi, kita harus segera ke-"
Jleb!
"Aakh!"
Sebuah belati hitam berhasil menusuk kaki kanan Rena yang membuatnya jatuh mendekat ke lantai yang kotor.
Tepat setelah kaki Rena tertusuk, anehnya semua belati-belati hitam yang berterbangan menyerang kini berhenti berdatangan.
Dan belati-belati yang tertancap pada dinding dan yang tergeletak di lantai mulai bergerak mundur dan terbang menjauhi mereka.
"Apa yang baru saja terjadi? Apa dia sedang mempermainkan kita?" tanya Arya bingung.
Dukung author agar tetap semangat menulis melalui karyakarsa.com/wolfman3.
