012 - Stage Pertama (2)
"Entahlah, sebaiknya kita pergi memeriksanya ke atap gedung," jawab Rena sambil menahan rasa sakit dari lukanya yang terus mengeluarkan darah.
"Baiklah,"
"Tunggu!" panggil Rena.
"Ada apa?"
"Kakiku terluka, bisa tolong gendong aku?"
Arya menoleh ke arah kaki Rena yang terluka, luka yang diterimanya cukup parah sehingga tak memungkinkannya untuk berjalan.
"Haa … yang benar saja, bagaimana orang seceroboh dirimu bisa diterima menjadi Demon hunter?" ujar Arya dengan nada kesal.
Rena menundukkan kepalanya sambil menyesal karena telah meminta bantuan. Dia merasa sepertinya Arya itu memang mirip dengan Arya yang diceritakan oleh Romi dan Wulan. Tetapi, hal yang tak disangka-sangka pun terjadi.
"Naiklah."
Arya berjongkok di depan Rena dan mempersilakannya untuk naik ke punggungnya. Rena sempat tertegun sesaat, tetapi setelah itu dia segera naik ke punggungnya, berharap Arya tidak memperlihatkan sosoknya yang seperti diceritakan Romi dan Wulan.
Saat mereka sampai di atap, sebuah pemandangan mengerikan pun terlihat. Di sana ada banyak bagian tubuh manusia yang berserakan di mana-mana, seperti telah dimangsa oleh binatang buas.
Rena melihat pemandangan itu dengan mata yang tak berkedip. Setelah dia amati lebih lama, dia pun menyadari bahwa di lantai atap yang dipenuhi oleh bagian tubuh manusia tersebut terdapat potongan seragam Demon hunter dan beberapa gelang anyaman tali berwarna biru, yang mana Rena tahu tentang gelang tersebut.
"Gelang itu …,"
"Rian!"
Seketika Arya berlari sambil menggendong Rena ke arah seseorang yang terduduk berlumuran darah.
"Rian! Apa yang terjadi padamu?" tanya Arya khawatir sambil menurunkan Rena dari punggungnya.
"Kita … berhasil, kita memenangkan … permainannya," ucap Rian dengan suara pelan dan lemah.
"Apa maksudmu? Apa jangan-jangan kau …,"
"Ya, sejak awal dia mengikuti permainannya bersama kalian dan aku tidak menyangka kalau dia nekat menerobos semua belati hitamku untuk sampai ke sini," potong seorang pria yang berdiri di pinggir atap gedung.
"Kau?!"
Arya hendak bangkit dan mendekati pria tersebut. Namun, Rian segera meraih ujung baju Arya untuk menghentikannya sebelum dia sempat bangkit.
"Di tidak sama seperti yang kita temui dulu, dia pengguna kekuatan supernatural sepertiku, dan dia semakin berbahaya. Lagi pula, luka-lukaku juga sebentar lagi akan sembuh dengan sendirinya."
Mendengar luka Rian yang akan segera sembuh membuat amarah Arya mulai mereda dan akhirnya menghilang.
"Siapa kau dan apa yang kau lakukan pada anggota kelompokku?!" tanya Rena kesal.
"Oh, maaf. Aku lupa kalau ada orang asing yang juga ikut. Namaku Victor, salam kenal,"
"Aku juga bertanya, apa yang kau lakukan pada anggota kelompokku?!"
"Apa kau buta? Mereka semua sudah menjadi mayat, sebagian besar dari tubuh mereka sudah habis aku makan, karena sudah terlalu lama sepertinya sisanya tak akan aku makan lagi," jawab Victor sambil menyeringai.
"Makan? Untuk apa kau melakukannya?" ucap Rena.
"Dasar kanibal!" gumam Arya.
"Baiklah, aku sudah cukup melihat perkembangan kalian sudah sampai mana. Aku harap kalian masih mengingatku, Arya, Rian. Aku pergi dulu dan sampai jumpa di stage kedua,"
"Hei! Tunggu! Kau harus membayar semua perbuatanmu!"
Rena memaksakan kakinya yang terluka untuk berlari ke arah Victor sambil menarik pedangnya. Tetapi sebelum dia sampai dan sempat mengayunkannya, tiba-tiba partikel-partikel hitam seperti pasir muncul dalam jumlah banyak dari belakang Victor dan menutupi seluruh bagian tubuhnya.
Karena itu, penglihatan Rena menjadi terhalang, dia menghentikan langkahnya sesaat sambil tetap melihat ke depan. Namun, begitu partikel hitam tersebut menghilang, sosok Victor yang berdiri di depannya pun menghilang tanpa meninggalkan jejak.
*****
Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian pada malam itu. Kini, Arya berangkat ke sekolahnya seperti biasa. Di halaman sekolah, terlihat ada banyak murid yang berlalu-lalang, sesekali mereka melirik dan membicarakan Arya diam-diam.
Arya sudah terbiasa dengan hal tersebut, jadi dia pun mengabaikannya seakan tak pernah terjadi.
Di depan pintu masuk gedung sekolah, terlihat Nanda sedang kewalahan dalam menghadapi kerumunan murid yang mengerumuninya. Mereka terlihat saling berdesak-desakan dan melontarkan ucapan selamat padanya.
Arya berusaha untuk berpura-pura tidak peduli dan terus berjalan masuk ke dalam gedung sekolah. Tetapi, tiba-tiba Nanda menyapanya dengan spontan.
"Arya! Selamat pagi!" sapanya sambil melambaikan tangannya setinggi mungkin.
Seketika semua murid yang mengerumuninya pun terdiam dan berhenti berdesak-desakan. Mereka menoleh perlahan ke belakang dan saat sosok Arya terlihat, mereka pun mulai bubar dengan tenang dengan pandangan yang diarahkan ke arah lain.
Di tengah kerumunan yang masih tersisa, Nanda pun menyelinap keluar sambil menarik lengan seorang temannya hingga ke depan Arya.
"Seperti biasa, kau selalu saja memanfaatkan keberadaanku ya, Nan," ujar Arya sambil tersenyum kecil melihat wajah Nanda yang berkeringat akibat murid-murid yang tadi mengerumuninya.
"Tentu saja, jika bukan karena kau, mungkin aku sudah mati terjepit oleh mereka sejak dulu," balasnya sambil tersenyum juga.
Sebenarnya Nanda adalah seorang gadis yang mendapat gelar gadis cantik namun mematikan di SMA Gagak. Banyak yang mengira penampilannya yang sedikit tomboy hanya sebatas penampilan saja.
Namun, ternyata penampilannya itu mencerminkan dirinya yang adalah seorang atlet karate yang sudah menjuarai banyak turnamen sejak kecil.
Banyak murid laki-laki termasuk murid nakal sekalipun yang jatuh hati padanya. Sudah tak terhitung ada berapa banyak laki-laki yang menyatakan cintanya, namun tak ada satupun yang diterima.
"Se-selamat pagi," ucap seorang gadis dengan sopan yang lengannya tadi ditarik oleh Nanda.
Suasana canggung pun terjadi setelahnya. Gadis itu menundukkan kepalanya karena merasa bersalah dan tak tahu harus berbuat apa untuk memperbaikinya.
"Apa-apaan kau Bella?! Bukankah sudah kukatakan berkali-kali, kau tidak perlu terlalu sopan saat bertemu dengan Paman kesayangan sekolah kita ini?!
"Jika dia gagal lulus lagi tahun ini, maka di tahun ajaran yang baru nanti kita akan sekelas dengannya!" ucap Nanda sambil menjewer telinga gadis itu yang bernama Bella.
"Aduh! I-iya, maafkan aku."
Bella, itulah panggilan yang sudah sangat akrab didengar Arya, nama lengkapnya sebenarnya Arya tidak tahu. Dia adalah seorang gadis pemalu yang merupakan teman sekelas Nanda.
Banyak desas-desus yang mengatakan kalau Bella adalah anak dari seorang konglomerat kaya. Kebenaran tersebut memang tak pernah terbukti karena dia sering berpenampilan sederhana.
Tetapi setiap kali ada pertemuan orang tua, yang datang sebagai orang tua Bella selalu seorang pria berjas hitam dengan ditemani oleh beberapa pengawal yang datang bersamanya.
Karena itu, ada banyak murid-murid yang mengira bahwa desas-desus tersebut adalah benar dan mereka dengan sengaja mendekati Bella untuk memanfaatkannya.
Namun, untunglah Nanda selalu ada disampingnya untuk melindunginya dari orang-orang yang berniat jahat. Sebenarnya, Arya pernah bertemu dengan orang berjas hitam itu bersama pengawalnya saat pertemuan orang tua beberapa minggu yang lalu.
Dia merasa adanya energi spirit yang tercampur dengan energi gelap dalam diri mereka. Namun, Arya tidak memperdulikannya karena mereka tidak menunjukkan tingkah laku yang mencurigakan.
"Sudah-sudah, tidak perlu berlebihan. Oh ya, selamat ya Nan atas kemenangannya," puji Arya.
"Ah, tidak perlu seperti itu, cuma juara dua. Daripada kau memujiku terus setiap kali dapat juara, lebih baik kau belajar sana supaya nanti aku tidak sekelas dengan Paman-paman berkumis sepertimu,"
"Hah! Memangnya siapa yang mau sekelas denganmu juga? Akan aku tunjukkan, tahun ini aku bisa lulus! Dan satu lagi, aku tidak punya kumis tahu!" ucap Arya dengan tatapan tajam yang tentunya itu ditujukan untuk sebuah candaan.
Dukung author agar tetap semangat menulis melalui karyakarsa.com/wolfman3.
