Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

008 - Kucing Hitam (2)

Gadis itu agak pendek dan terlihat imut. Tetapi yang menjadi fokus Arya adalah gadis tersebut yang mengenakan seragam hitam dengan sebilah pedang yang tersarung di punggungnya. 

Gadis itu menatap Arya dengan dua jarinya yang diarahkan ke arahnya dan mulutnya mulai bergerak seperti sedang merapalkan sesuatu.

"Sihir nomor 17 : rantai pengekang!"

Sesaat kemudian, beberapa rantai bercahayakan kuning mulai bermunculan dan mengikat tubuh Arya dengan erat sampai dia tak dapat bergerak sedikit pun.

"Apa-apaan ini?! Siapa kau?!"

Gadis itu tidak menjawab pertanyaannya, dia menarik pedang yang tersarung di punggungnya dan mengarahkan ujung pedangnya ke bawah dagu Arya.

Raut wajah Arya menjadi menegang melihat sisi tajam dari pedang itu terkena cahaya lampu dan membuatnya silau. Arya tahu sekarang dia sedang berada dalam kondisi yang mengharuskannya untuk berhati-hati dalam bertindak, karena jika tidak maka nyawanya bisa-bisa melayang.

"Lucu sekali, apa sampai sekarang pun kau masih belum menyadari apa yang baru saja terjadi?" ucap gadis itu.

Arya tak mengerti dengan apa yang dimaksudnya dan dia pun memperhatikan wajah gadis itu dengan tajam selama beberapa saat.

"Aku adalah kucing hitam yang kau bawa pulang, apa kau sudah mengerti?" tambahnya.

"Phf ... hahahahahahaha ...!!!"

"Ke-kenapa kau tertawa?"

"Ha ... ha ... memangnya aku percaya dengan omong kosongmu itu?"

Gadis itu terdiam dan mulai mendekatkan pedangnya sampai mengenai kulit leher Arya. Raut wajah Arya seketika kembali menegang dan dia pun merasa bahwa gadis itu sedang tidak bercanda.

Pandangan Arya diarahkan secara perlahan ke setiap sudut kamarnya untuk memastikan kebenaran dari ucapannya tentang kucing hitam yang dia bawa pulang. Dan pada akhirnya Arya tak dapat menemukan kucing tersebut yang membuat ucapan gadis tersebut pun seketika menjadi benar.

"Sekarang jawab pertanyaanku! Siapa dan dari Divisi berapa kau berasal?" tanya gadis itu dengan nada serius dan tatapan yang tidak kalah tajam dari Arya.

Arya terdiam sesaat dan mencoba memutar otaknya mencari cara agar dirinya dapat keluar dari situasi tersebut tanpa harus terluka ataupun melukai. Tetapi perkataan Torak untuk menghadapi situasi ini pun tiba-tiba melintas di kepalanya.

"Cih, sebenarnya aku benci harus menggunakan rencana milik si Tua Bangka. Tapi untuk saat ini, sepertinya tidak ada pilihan lain jika aku masih ingin hidup," batin Arya.

"Namaku Arya Ananda Putra, aku berasal dari Divisi 7 dan aku sekarang sedang berada dalam misi untuk membasmi agmar di daerah ini," ucap Arya dengan suara lantang agar gadis itu tidak curiga.

Seketika gadis itu pun terkejut dan tatapannya berubah menjadi penuh kecurigaan terhadap Arya.

"Kau berbohong!"

"Aku tidak berbohong, sesama Demon hunter tidak mungkin berbohong, kan?"

"Sesama Demon hunter tidak bisa dijadikan patokan apakah dia bisa berbohong atau tidak.

"Divisi 7 bukanlah divisi yang menugaskan anggotanya ke dunia manusia untuk membasmi agmar karena itu memang bukanlah tugasnya. Lagi pula jika kau benar-benar dari Divisi 7 harusnya aku bisa langsung mengenalmu karena aku juga berasal dari Divisi 7!"

"Celaka! Aku ketahuan! Ternyata aku memang seharusnya tidak menggunakan rencana milik si Tua Bangka itu," ucap Arya dalam hatinya.

Rasa putus asa mulai dirasakannya dan tiba-tiba saja dia teringat akan sebuah mantra sihir untuk melepaskan rantai yang mengikatnya. Arya segera membaca sihir tersebut dan tak lama berselang semua rantai yang mengikatnya pun pecah menjadi kepingan cahaya kecil-kecil.

"A-apa?! Bagaimana kau bisa melakukan-"

Duuk!

Gadis itu terkejut dan Arya pun dengan segera mendorong tubuhnya yang lebih kecil darinya tanpa ragu hingga terjatuh ke lantai. Setelah itu, tanpa pikir panjang Arya pun kabur melalui sebuah jendela yang ada di kamarnya menuju jalanan gelap nan sepi yang hanya diterangi oleh lampu jalanan setiap beberapa meter.

"Sialan!" gerutu gadis itu.

Gadis itu segera bangkit dan ikut keluar untuk mengejar Arya yang kabur. Arya yang menyadarinya langsung meningkatkan kecepatan larinya. Tapi sayangnya gadis tersebut berhasil menyusulnya dengan mudah tepat di belakangnya.

"Hahahaha! Kau pikir bisa lolos dari-"

Wuush …!

Tiba-tiba seekor agmar muncul dari arah kanan dan menerkam gadis yang mengejar Arya hingga membuatnya menghilang ke belokan di perempatan yang ada seberangnya. Karena kejadian itu, Arya pun berhenti sejenak dan menoleh ke arah gadis itu menghilang.

"Agmar level dua? Kenapa aku tidak menyadarinya? Ah, bodo amat! Yang penting aku bisa lepas dari kejarannya. Dia seorang Demon hunter, pasti tak lama lagi agmar itu akan dibunuhnya dan dia kembali mengejarku."

Arya kembali berlari menjauh meninggalkan agmar dengan gadis itu begitu saja. Di sisi lain, gadis itu merasa kewalahan karena harus menahan sepasang rahang besar milik agmar tersebut yang dipenuhi oleh gigi-gigi tajam.

Gadis itu berhasil menahan rahang atas dengan menggunakan pedangnya. Namun, gigi-gigi tajam yang berada di rahang bawah berhasil menusuk telapak kakinya hingga berdarah-darah.

"Sialan sialan sialan! Kenapa hari ini aku sial terus?" batin gadis tersebut yang mulai merasa putus asa.

Sedikit demi sedikit sepasang rahang agmar itu mulai menutup dan sekeras apa pun usahanya dalam bertahan, tetap saja sia-sia.

Jleb!

"Akh …!!"

Taring tajam agmar itu menusuk bahunya, darahnya memancur keluar membasahi pakaiannya yang berwarna hitam. Air matanya mulai menetes keluar begitu taring yang menusuk bahunya itu terus bergerak menusuk.

Tenaganya semakin terkuras dan gadis itu pun menyadari bahwa dirinya sudah tidak memiliki peluang untuk hidup. Dia memejamkan matanya dan pasrah membiarkan dirinya dimakan bersama dengan harga dirinya sebagai seorang anggota Demon hunter. Tetapi, sesuatu yang tak terduga pun terjadi.

Slaash …!

Tiba-tiba suara sebuah tebasan terdengar, dan setelah itu agmar yang hampir berhasil memakannya itu pun mati yang tak lama kemudian jasadnya perlahan mulai lenyap menjadi energi gelap yang terurai.

"49, jika aku tidak menyelamatkanmu sudah pasti kau menjadi santapannya. Jadi agar kita impas, berhentilah untuk mencoba menangkapku ataupun melaporkanku ke atasanmu," ucap Arya dari balik agmar yang jasadnya telah lenyap.

Gadis itu hanya terdiam sambil melotot ke arah Arya seakan-akan dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Arya sambil membungkuk dan mengulurkan tangannya pada gadis itu yang terduduk di jalanan.

Gadis itu tersenyum kecil lalu membalas perkataannya sambil menerima uluran tangan dari Arya.

"Menurutmu apa aku sedang baik-baik saja dengan banyak darah yang berceceran seperti ini?"

Arya ikut tersenyum saat melihatnya tersenyum, lalu dia segera membantu gadis itu untuk pindah ke pinggir jalan dan menyandarkannya pada sebuah pagar beton.

"Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menelepon ambulans?" tanya Arya yang khawatir melihat pendarahannya masih belum berhenti.

"Tidak perlu, jika hanya luka seperti ini aku masih bisa menyembuhkannya dengan sihirku, meskipun akan sedikit memakan waktu," jelasnya.

"Apa itu berarti kau akan baik-baik saja jika kau kutinggalkan?"

"Banyak tanya, apa aku sedang di interogasi? Kalau Iya memangnya kenapa?"

"Besok aku sekolah, jadi aku tidak boleh terlambat. Ingat, jangan berusaha menangkapku lagi ataupun melaporkanku pada atasanmu dan sampai jumpa," ucap Arya yang kemudian pergi meninggalkan gadis itu seorang diri.

Saat Arya sudah menghilang di kejauhan, gadis itu menghela napas panjang dan memandangi pendarahannya yang sebenarnya tak kunjung berhenti.

Tuing!

Tiba-tiba sebuah botol kecil jatuh dari atas dan berguling ke arahnya. Gadis itu menoleh ke atas pagar beton di belakangnya yang merupakan asal dari botol kecil itu jatuh.

Di atas pagar beton tersebut, terlihat seorang pria tua yang tidak lain adalah Torak tengah berjongkok sambil memandangi dirinya dengan senyuman yang begitu mencurigakan dan gadis itu pun menatapnya dengan mata yang terbelalak karena terkejut.

"Jika kau masih ingin hidup, minumlah air yang ada dalam botol kecil itu,"

"K-kau …,"

Torak meletakkan jari telunjuknya pada bibirnya. "Sstt …! Jangan berisik, ini hanya di antara aku dan kau saja, ya? Namaku Torak, apa kau mau bergabung dengan pasukan revolusiku?"

Dukung author agar tetap semangat menulis melalui karyakarsa.com/wolfman3.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel