007 - Kucing Hitam (1)
Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu berganti, dan bulan demi bulan telah terlewati. Setiap hari, setiap pulang sekolah dan hari libur Arya selalu pergi berlatih di dimensi milik Andika.
Tujuh bulan telah berlalu dan semakin lama Arya semakin kuat di setiap harinya. Kekuatan fisiknya semakin meningkat, kemampuan berpedangnya semakin mantap, dan beberapa sihir juga telah dikuasainya.
Triiiingg …!!
Dua buah pedang beradu, Arya dan Andika sama-sama menekan pedangnya sekuat tenaga dengan tatapan yang saling menatap tajam satu sama lain.
"Apa hanya segini?" pancing Andika yang melihat Arya yang mulai kewalahan menghadapinya.
"Tentu saja tidak!"
"Kalau begitu tunjukkan padaku sejauh mana kemampuanmu sekarang dan sebaiknya aku sarankan jangan buat aku kecewa!"
Andika lalu menendang Arya ke depan hingga membuatnya terpental ke udara. Di udara, Arya mengumpulkan energi spirit di bawah telapak kakinya dan memadatkannya hingga membuatnya berhenti di atas udara.
Arya kemudian mengumpulkan tenaganya dan melesat dari langit ke arah Andika dengan pedang di tangannya yang telah siap diayunkan.
Namun, ketika Arya sampai di hadapan Andika, Andika langsung menyerangnya hingga membuat pedangnya terlempar tinggi ke udara dan membuat latihannya pun berakhir dengan Arya yang terkapar di lantai dimensinya.
"Kenapa kau terlalu serius? Bukankah kau bilang akan tetap menyesuaikan kemampuan bertarungmu dengan kemampuan bertarungku?" ucap Arya sambil bangkit dan berjalan mengambil pedangnya yang jatuh tak jauh darinya.
"Memang benar, tapi kali ini aku dan Torak punya urusan mendadak dengan pasukan revolusi. Jadi, mau tidak mau aku harus meningkatkan kesulitan latihannya agar kau cepat berkembang,"
"Hei Kacamata! Memangnya kapan rencana kalian akan dijalankan?" tanya Arya yang penasaran.
Mata Andika sempat berkedut beberapa kali saat mendengar dia di panggil 'Kacamata' untuk yang kesekian kalinya, tetapi dengan tenang dia pun membalas dengan ucapan, "Tentu saja setelah kau siap,"
"Aku? Kenapa harus menunggu sampai aku siap?"
"Kau adalah reinkarnasi kesatria cahaya dalam ramalan, keberadaanmu itu sangatlah berarti untuk pasukan revolusi agar berhasil menggulingkan kerajaan elf atas diskriminasi mereka pada Demon hunter ras manusia.
"Dan lagi, sebenarnya apa yang menjadi motivasimu untuk terus berlatih dan menjadi kuat, Arya?"
"I-itu … tentu saja agar aku bisa menjadi pahlawan dalam ramalan yang kalian sebutkan dulu. Aku sudah muak menjadi pecundang yang selalu gagal dan kalah dalam berbagai perkelahian,"
"Begitu ya, jujur saja perkembanganmu selama tujuh bulan terakhir ini semakin lama semakin melambat. Jadi, coba cari alasan lain yang lebih kuat untuk bisa kau jadikan motivasi agar kau lebih cepat berkembang.
"Aku dan Torak akan pergi sekarang, tapi tenang saja karena kami tak akan pergi lama dan selama aku pergi jangan lupa selesai tugas yang aku berikan padamu."
Andika menonaktifkan dimensinya sehingga dia dan Arya kembali ke halaman yang dipenuhi oleh mobil-mobil berkarat. Andika berbalik dan pergi meninggalkan Arya yang hanya bisa menatap kepergiannya yang sementara itu.
"Oh ya, sekarang ada beberapa Demon hunter yang sedang ditugaskan di daerah sekitar sini. Jadi berhati-hatilah dan jika kau tertangkap, lakukan seperti yang Torak katakan padamu," pesan Andika mengingatkan.
Saat dia sudah jauh, Arya memutuskan untuk pulang saja bersama dengan Rian yang menunggunya selesai latihan di pintu gerbang karena hari juga sudah mulai gelap.
Di sepanjang perjalanan mereka sempat berbincang-bincang tentang berbagai hal. Namun, aura dari seekor agmar tiba-tiba dirasakan oleh mereka berdua sehingga mereka pun menghentikan langkah mereka.
"Aura ini …,"
"Agmar," sambung Arya.
"Arya, berapa agmar yang sudah kau bunuh?"
"47, aku baru membunuh 47,"
"Kalau begitu agmar itu untukmu saja,"
"Memangnya kau sudah berapa?"
"Sedikit lebih banyak dari agmar yang sudah kau bunuh,"
"Baiklah kalau begitu."
Seekor agmar berbentuk manusia besar setengah rusa muncul di belokan yang ada di depan mereka. Aura jahat dari emosi negatif yang dimilikinya telah dirasakan oleh Arya dan Rian sejak awal sebelum kemunculannya.
"Hah! Hanya agmar level satu," ujar Arya meremehkannya.
Arya segera memunculkan pedangnya dan langsung melesat ke arah agmar tersebut.
Slaash …!!
Hanya dengan sebuah tebasan, tubuh agmar itu langsung terbelah menjadi dua dan tubuhnya yang terbuat dari emosi negatif mulai terurai hingga menghilang tanpa sisa.
"Dengan begini agmar yang sudah kau bunuh menjadi 48," ujar Rian sambil menghampiri Arya.
"Iya, dan itu berarti tinggal 52 agmar lagi," tambah Arya seraya menghilangkan pedangnya yang menjadi api bercahaya putih selama sesaat.
Rian menoleh ke kiri dan ke kanan karena menyadari sesuatu. "Arya, sepertinya sekarang sudah saatnya kita berpisah."
Arya menoleh ke kiri dan ke kanan juga dan ternyata mereka sekarang berada di pertigaan jalan yang mana di pertigaan tersebut arah rumah mereka kini menjadi berlawanan arah.
"Baiklah, sampai jumpa besok di sekolah," kata Arya sambil pergi ke arah rumahnya dan melambaikan tangan.
Mereka berpisah dan Arya berjalan ke arah rumahnya seorang diri. Tak lama setelah mereka berpisah, Arya melihat ada seekor kucing hitam di dekat pintu masuk sebuah gang dengan salah satu kakinya sedang terluka.
Untuk sesaat dia teringat akan semua mitos dan hal-hal buruk tentang kucing hitam. Tetapi karena Arya merasa kasihan melihatnya, maka Arya pun tanpa ragu memungutnya untuk dibawa pulang dan diobati.
"Aku pulang," ucapnya ketika dia membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya.
Tak lama setelahnya, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang tidak lain dan tidak bukan adalah Romi muncul dari arah dapur dan menyambut kepulangannya.
"Kakak sudah pulang? Kebetulan aku baru selesai masak, bagaimana kalau Kakak makan dulu?" tawarnya dengan penuh harapan yang memenuhi wajahnya.
Arya tidak mengacuhkan tawarannya tersebut dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya yang membuat wajah penuh harapan Romi berubah menjadi wajah penuh murung.
Ketika sampai di kamarnya, Arya langsung masuk dan mengambil kotak P3K yang dia simpan di dalam lemari. Kotak tersebut dia miliki sejak lama untuk mengantisipasi jika saja dia pulang dengan wajah babak belur akibat kalah saat berkelahi.
Arya mengambil kotak tersebut dan berjalan ke arah kucing hitam yang dia letakkan di atas meja belajarnya untuk dia obati sekarang juga.
Tapi, saat memeriksa luka kucing tersebut Arya tidak dapat menemukan satu pun luka pada kucing hitam itu, termasuk luka yang dilihatnya saat akan dia pungut.
"Aneh, bukannya kucing ini tadi terluka?" batinnya.
Arya yang merasa bingung memutuskan untuk mengembalikan kotak tersebut ke tempatnya dan berjalan mematikan lampu untuk tidur dengan perut kosong.
Semenit, dua menit, dan tiga menit pun berlalu. Matanya mulai terasa berat dan dia pun akhirnya terlelap. Tetapi, saat sejam telah berlalu, kejadian yang tak pernah terduga pun terjadi.
Krrrss … krrrss … krrrss ….
"Ehm … suara apa itu?"
Arya yang tertidur seketika terbangun oleh suara aneh yang tiba-tiba terdengar. Dengan rasa kantuk yang masih diselimutinya, Arya pun bangkit dan menyalakan lampu untuk mencari sumber suara tersebut dengan langkahnya yang sedikit sempoyongan.
Tsk!
Cahaya lampu langsung menerangi seisi kamar. Ketika Arya berbalik dan hendak mulai mencari sumber suara yang mengganggu tidurnya, tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh sesosok gadis yang muncul di hadapannya.
Dukung author agar tetap semangat menulis melalui karyakarsa.com/wolfman3.
