Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

006 - Keputusan

Arya keluar dengan pakaian yang basah oleh darahnya sendiri yang keluar dari luka yang diterimanya. Napasnya terengah-engah, lalu dia pun tumbang bersama dengan pedang di dalam genggamannya. 

"Hei, bertahanlah!" ucap Torak yang segera berlari mendekat.

Tangannya langsung merogoh ke balik pakaiannya dan sebuah botol kecil pun dikeluarkannya. Torak segera berjongkok dan memberi Arya minum air dalam botol tersebut setelah dia membukanya.

Arya meminum air tersebut tanpa menolak sedikit pun. Beberapa saat berselang, tubuhnya kemudian bereaksi. Semua lukanya mulai menutup secara perlahan hingga sembuh total tanpa meninggalkan bekas luka di tubuhnya sedikit pun.

Setelah lukanya sembuh sepenuhnya, Arya kemudian bangkit dan menoleh ke arah Andika sambil marah-marah. 

"Dasar Kacamata kurang ajar! Kenapa kau tidak bilang kalau monster itu bisa beregenerasi?!" 

"Maaf, aku lupa," jawab Andika dengan santai.

"Lupa Kacamatamu! Aku hampir mati gara-gara itu tahu!" 

"Makanya pakai otak, lagi pula berhentilah memanggilku dengan julukan 'Kacamata' dasar Tukang Kasih Nama Aneh!" 

"Julukan yang kau berikan itu juga tidak kalah aneh," ujar Torak sambil memandangi Andika dengan senyuman kecil.

"Diam kau Torak!"

"Hahahahaha …!! Hahahahaha …!!"

Torak tertawa terbahak-bahak selama beberapa saat yang membuat Arya dan Andika terdiam kebingungan melihatnya. 

"Kenapa kau tertawa?" tanya Andika.

"Tidak ada. Jadi, bagaimana pilihanmu, Arya? Apa kau ingin menjadi pahlawan atau pecundang?" 

Arya tak segera menjawab. Tiba-tiba angin berhembus kencang membuat debu-debu berterbangan dan suasana menjadi hening sesaat. 

Setelah memandangi Torak selama beberapa detik, Arya kemudian berdiri tegak dengan pedang yang dipegangnya diletakkan di pundaknya.

"Selama ini kehidupanku baik di sekolah maupun di rumah selalu saja menyebalkan. Aku ingin berubah dan setelah aku pikir-pikir, bergabung dengan kalian dan menjadi pahlawan dalam ramalan yang kau katakan kemarin malam itu tidak buruk juga."

Jawaban itu sudah diprediksi oleh Torak akan keluar dari mulut Arya, tapi dia tetap saja merasa tidak percaya saat mendengarnya dengan mata yang melebar dan mulut yang sedikit terbuka.

Tak lama kemudian, Torak pun tersenyum dan membalas, "Baiklah kau diterima dan agar kau bisa menjadi kuat dengan cepat maka Andika akan menjadi gurumu,"

"Apa?! Aku?" ucap Andika sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Memangnya siapa lagi? Bukankah aku sudah bilang padamu sejak awal?"

"Ta-tapi, bukankah kau bilang aku hanya perlu memberinya pelajaran untuk hari ini saja?"

"Memang benar, tapi setelah kupikir-pikir akan lebih bagus jika kau yang menjadi gurunya. Kau itu pintar, punya banyak kemampuan hebat, dan yang terpenting jenis kekuatan kalian juga sama, yaitu kekuatan Demon hunter.

"Terlepas dari semua alasan itu, aku juga ingin melihat seberapa hebat kau dalam hal mengajar setelah berlatih denganku selama sepuluh tahun lamanya," jelas Torak dengan senyum hangat kepada Andika.

Awalnya Andika ingin tetap menolak permintaannya. Tapi, senyum hangat Torak yang dilihatnya membuat dia tiba-tiba teringat akan kejadian tragis yang terjadi sepuluh tahun yang lalu, kejadian yang mampu membuat emosinya naik turun setiap kali mengingatnya.

"Haa … baiklah. Kalau begitu, Arya! Coba kau bayangkan pedang di tanganmu itu menghilang sambil mengalirkan energi spirit ke dalamnya,"

"Ha? Buat apa?"

"Sudah lakukan saja!"

Karena bentakan Andika, Arya pun terdiam dan melakukan apa yang diperintahkan olehnya. Lalu, tiba-tiba saja pedangnya yang dipegang dan diletakkan di pundaknya itu berubah menjadi api bercahaya putih selama sesaat, lalu menghilang begitu saja membuat Arya terkejut sekaligus keheranan.

"Ke-ke mana pedangnya menghilang?"

"Kini, pedangmu itu telah menyatu dengan jiwamu. Jika sewaktu-waktu kau membutuhkannya, kau hanya perlu mengalirkan energi spirit pada genggaman tanganmu dan bayangkan pedangmu itu muncul.

"Energi spiritmu itu cukup besar dan mampu menarik perhatian agmar level satu, dua, hingga agmar level seterusnya. Untuk mengatasinya kau hanya perlu berlatih menekan energi itu dalam dirimu. 

"Memang agak sulit untuk terus mempertahankannya, tapi jika sudah terbiasa maka itu akan mudah seperti halnya bernapas," jelas Andika panjang lebar.

"Te-terima kasih," ucap Arya dengan malu sekaligus kagum dengan penjelasannya.

Torak berjalan mendekati Andika perlahan dan memberinya pujian sambil mengacak-acak rambutnya yang masih sangat rapi. "Luar biasa! Kau benar-benar hebat dalam menjelaskan sesuatu secara jelas, singkat, dan padat ya Andika,"

"Sudah! Jangan mengacak-acak rambutku lagi!" ucap Andika yang tak dipedulikan oleh Torak.

Arya hanya berdiri dan melihat tingkah mereka berdua sambil tersenyum kecil. Pakaiannya kini telah ternoda oleh darahnya yang tadi sempat mengalir. Meskipun dia baru bertemu dengan mereka berdua dan belum terlalu mengenal mereka, tapi dia merasa bahwa mereka itu dapat dipercaya.

***** 

Sinar matahari pagi di keesokan harinya pun menembus gorden kamar Arya. Dia segera bangkit dan bersiap pergi ke sekolah dengan suasana hati yang tidak seperti biasanya.

Dulu Arya selalu bangun dengan suasana hati yang suram dan tak bertenaga. Ibarat mayat yang baru bangkit dari kubur dan menjalani hari-harinya dengan di penuhi kekesalan terhadap dirinya sendiri. Tetapi sejak kejadian kemarin, Arya yang suram itu kini berubah menjadi Arya yang sedikit ceria dan bertenaga.

Romi yang melihatnya sampai terheran-heran. Dia merasa bahwa sekarang Arya mungkin akan mau menerimanya, tetapi saat dia mencoba ternyata hasilnya sama saja seperti pada usahanya yang sebelum-sebelumnya.

Di sekolah dia kembali menjadi pusat perhatian bagi semua siswa sekolahnya. Tapi kali ini sedikit berbeda dari yang sebelumnya, dulu dia menjadi pusat perhatian karena semua siswa dan siswi sekolahnya takut jika harus berpapasan dengannya.

Tapi hari ini dia menjadi pusat perhatian karena dirinya terlihat sedikit berbeda dari biasanya dengan aura berandalannya yang kini terasa telah berkurang.

"Hari ini kau terlihat lebih hidup dari biasanya, memangnya ada apa? Apa kau sedang menyukai seseorang ya …?" goda seorang siswi yang masuk ke kelas Arya dan menghampirinya yang tengah duduk di kursinya.

"Diamlah, Nan. Aku masih seperti biasa dan tak ada yang berubah," jawab Arya yang ingin merahasiakan alasannya tampak berubah pada temannya itu.

"Biasa bagaimana? Hari ini ada banyak murid di sekolah ini yang sedang membicarakanmu yang hari ini tiba-tiba terlihat berbeda, atau mungkin … yang benar itu sebagian besar?"

Nama siswi tersebut adalah Nanda Amara, dia adalah orang kedua dari tiga orang yang mau berteman dengan Arya setelah Rian. 

Dia murid kelas dua, berbeda dengan Arya yang bodoh hingga gagal lulus tiga kali dan dijauhi oleh semua siswa sekolahnya karena bertampang preman meski aslinya lemah, Nanda itu adalah seorang murid yang pintar dan kuat.

"Kalau mereka yang membicarakanku sih sudah biasa terjadi, apa kau ingin mempermasalahkannya?" 

"Tentu tidak, tapi aku akan tetap terus mengawasimu sampai aku mengetahui alasan kau terlihat berbeda, tunggu saja," ucap Nanda sambil berjalan mundur keluar kelas dengan pandangan yang tak lepas dari Arya.

Dukung author agar tetap semangat menulis melalui karyakarsa.com/wolfman3.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel