Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

004 - Seekor Monster

Sinar matahari menembus gorden kamar Arya dan tak lama kemudian dia pun terbangun dengan kedua matanya yang terbuka lebar. Dia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih dan menoleh ke sana kemari melihat seisi kamarnya yang telah terang benderang.

Arya merasakan ada yang aneh, lalu dia meraih ponselnya dan membukanya untuk melihat jam yang ditunjuk ponselnya sekarang.

"Jam 13.20, aku sudah biasa bangun di jam ini di hari minggu dan di hari libur. Jadi ini bukan hal aneh."

Arya kemudian bangkit dan duduk di atas ranjangnya seraya mengingat kejadian sebelum dia tertidur.

"Tunggu! Bukankah tadi aku sedang berbicara dengan si Tua Bangka itu? Tapi kenapa sekarang aku malah terbangun di kamarku di siang hari?"

Rasa pusing mulai dirasakannya dan dia pun kembali merebahkan diri ke atas ranjangnya. Hari ini adalah hari minggu, salah satu hari libur yang di mana sangat dinantikan oleh banyak orang, kecuali Arya yang selalu merasa bosan dan rebahan di hari yang seperti ini.

Dia tidak tahu harus ke mana, hari seperti ini Rian selalu sibuk bekerja, dua temannya yang lain juga sedang sibuk, dan selain mereka bertiga tidak ada orang yang bisa diajaknya untuk menghabiskan waktu di hari yang cerah ini.

Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah surat yang berada di atas meja kecil di samping ranjangnya. Dia segera meraih surat tersebut dan membacanya dalam hati.

"Aku tahu di hari yang cerah ini kau akan merasakan kesepian, kalau kau bertanya bagaimana bisa aku tahu itu maka jawabannya adalah dari teman besarmu yang bernama Rian. 

"Jadi, daripada rebahan 24 jam di ranjangmu yang empuk, lebih baik kau pergi ke alamat yang tertera di bagian belakang surat. Karena aku akan mengubahmu menjadi seorang pahlawan dan akan aku bantu kau menghadapi takdir yang harus kau hadapi.

"Salam hangat dari Torak tampan dan pemberani." 

Arya merasa geli saat membaca baris kalimat terakhir dari surat tersebut, rasanya dia ingin muntah saja. Kemudian dia membalikkan surat tersebut dan melihat alamat yang tertera di belakang surat. 

"Ternyata agak jauh dari rumahku, tapi buat apa aku pergi ke sana? Toh, kakek tua itu penganut ajaran sesat. Tapi, dia sudah membuat Rian ikut dalam ajaran sesatnya itu, aku harus segera bertindak dan memberinya pelajaran!" 

*****

Beberapa menit telah berlalu, sekarang Arya tengah dalam perjalanan menuju alamat yang tertera di belakang surat yang tadi ditemukannya di kamar. 

Selama dalam perjalanan, Arya merasakan ada yang sedang mengikutinya, tetapi kali ini saat dia menoleh ke belakang, Arya hanya menemukan beberapa macam hantu yang hanya memperhatikannya dari jauh tanpa berani mendekat.

"Kali ini apa lagi? Kemarin mereka mengejarku seperti ingin memakanku dan sekarang mereka hanya memperhatikanmu dari jauh? Haa … aku tak mengerti dengan pikiran para hantu." 

Arya tak terlalu memikirkannya dan segera berjalan cepat ke tempat tujuannya. Di saat dia melewati sebuah gang, Arya merasakan ada seseorang yang tengah berdiri di dalamnya dan dia pun berhenti untuk memastikannya.

Di sana dia melihat ada seorang anak perempuan berbaju hitam, dekil, rambutnya panjang dan kusut tengah berdiri di dalam gang dengan pandangan yang mengarah ke bawah. 

Arya memperhatikan anak tersebut selama beberapa saat karena merasa ada yang aneh. Lalu, perlahan dia mengangkat kepalanya dan memperlihatkan kedua matanya yang bolong sambil menunjuk ke arahnya.

Saat melihat anak tersebut menunjuknya, tiba-tiba Arya merasakan ada sesuatu yang berada di belakangnya dalam jarak yang cukup dekat.

Dengan keringat yang bercucuran dan tubuhnya yang kini menjadi kaku, Arya memberanikan diri untuk menoleh ke belakang dan terlihatlah sesosok makhluk berkulit hitam setinggi dua meter dan berkuku tajam tengah berdiri di belakangnya dalam bayangan gedung dengan mulutnya yang terbuka lebar-lebar.

Bahaya langsung bisa dirasakannya dan Arya segera melompat ke samping saat makhluk tersebut mulai bergerak untuk menelannya secara bulat-bulat.

Bruuk …!

"Sial! Makhluk apaan itu? Itu tidak terlihat seperti hantu apapun, apa ini ulah dari si Tua Bangka itu?" gerutu Arya dalam hati sambil bangkit dan berlari menjauh dari makhluk tersebut.

Duk!

"Hei! Jalan itu pakai mata bukan pakai kaki!" ucap seorang pejalan kaki yang bahunya tak sengaja ditabrak oleh Arya. 

Setelah beberapa saat Arya berlari ke keramaian, dia pun berhenti sejenak dan menoleh ke belakang untuk memastikan keberadaan makhluk tadi. Namun, sayangnya keberadaan tak lagi terlihat.

"Kemana makhluk itu? Ha! Dia pasti takut keramaian."

Arya kembali melanjutkan perjalanannya dengan tenang dan akhirnya dia sampai di sebuah kediaman besar yang sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya dengan pagar beton setinggi dua meter yang mengelilinginya.

Karena sudah lama ditinggalkan, pintu gerbangnya pun berkarat dan tembok beton tersebut hampir dipenuhi oleh tanaman rambat. Awalnya Arya merasa ragu untuk masuk, tapi akhirnya dia pun memberanikan diri dan mendorong pintu gerbang tersebut yang mengeluarkan suara nyaring khas gerbang tua yang dibuka.

Langkah pertama diinjakkannya melewati pintu gerbang dan sebuah pemandangan yang berbeda dari yang selama ini sering dilihatnya pun terlihat seakan sedang menghipnotis matanya. 

Di halaman tersebut terlihat ada begitu banyak mobil terbengkalai yang ditinggalkan begitu saja dengan posisi yang tidak beraturan, beberapa dari mobil tersebut ada yang terbalik, serta ada juga yang dalam posisi menabrak mobil lainnya. 

Sebuah kediaman besar berdiri di tengah-tengah halaman dengan kondisi yang tak jauh berbeda dengan mobil dan pagar yang tak terawat. Jendela dan pintu kediaman tersebut rusak dan ditambah lagi di salah satu sisi kediaman tersebut hancur seperti ada sebuah ledakan yang mencoba menghancurkannya.

"Akhirnya kau datang juga." 

Sebuah suara tiba-tiba terdengar memecahkan keheningan yang terjadi. Arya segera menoleh ke sumber suara tersebut dan menemukan seorang pria berkacamata tengah bersandar di salah satu mobil tua berkarat sambil mengisap sebatang rokok yang menyala di tangannya.

"Kau si Kacamata yang menyeretku itu kan?!" ucap Arya sambil menunjuknya.

"Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Namaku Andika, mantan anggota Divisi 4. Sebenarnya aku tidak mau menerima tugas ini, tapi hanya untuk hari ini saja aku akan memberimu sebuah pelajaran," 

"Pelajaran? Buat apa? Aku ke sini itu untuk menemui si Tua Bangka dan memberinya pelajaran agar tidak membawa temanku Rian masuk ke dalam ajaran sesat kalian lagi!" 

"Apa kau yakin hanya itu alasan kau ke sini?" kata Andika dengan tatapan matanya yang sinis.

"Tentu saja," 

"Tidak perlu berbohong, aku tahu kalau jauh di dalam hatimu kau ingin menjadi seorang pahlawan penyelamat dunia dan membuktikan kepada semua orang bahwa kau bukanlah seorang pecundang, apa aku salah?"

"Jaga mulutmu itu! Jika kau mengatakan 'Pecundang' lagi maka aku akan membunuhmu!" 

"Terserah, aku akan membantumu menjadi orang kuat hingga menjadi seorang pahlawan. Karena itu …."

Suara Andika mengecil dan bersamaan dengan itu dia pun mengeluarkan sebuah katana yang dia simpan di dalam mobil tua berkarat di belakang.

Sriiing …!

Andika mencabut katana tersebut dari sarungnya lalu dia berkata, "Gerbang pertama : penipu."

Seketika dari awalnya yang berbentuk sebilah pedang katana, kini berubah bentuk menjadi sebuah sabit raksasa dengan dua buah bilah sabit yang berwarna merah darah yang saling membelakangi.

"Teknik sirkus : ruang dimensi," ucapnya lagi.

Dukung author agar tetap semangat menulis melalui karyakarsa.com/wolfman3.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel