Bab 6
Setelah seminggu aku mengambil cuti untuk mengurus kedua orang tua ku sampai pulih kini aku sudah kembali bekerja. Selama seminggu kemarin ketika cuti aku semakin dekat dengan Agam yang sangat perhatian. Dia mengantarku ketika aku mengambil baju dan membawakan makanan ketika dia akan berangkat dan pulang kerja. Aku begitu tersentuh oleh semua yang dilakukannya, terasa pas dan manis. Orang tuaku yang pada hari kedua sudah sadar sepenuhnya bertanya siapa Agam, namun aku hanya menjawab dia adalah teman kantorku. Ketika itu mereka tidak percaya, tapi setelah melakukan negosiasi dengan Keila akhirnya mereka percaya.
Selain Agam, Keila pun sangat perhatian. Keila yang malam kejadian itu mabuk agak parah, paginya langsung meneleponku dengan panik karena aku tidak ada di kamar ditambah melihat memo yang aku tinggalkan. Dia sangat merasa bersalah padaku, barang bawaanku semuanya dia bereskan dan bawakan. Pulang dari acara itu pun dia langsung ke rumah sakit untuk menemuiku.
“Gue seneng, ternyata si Agam itu bisa diandelin. Loe harus kenalin ke gue, dia kayaknya lumayan oke kalau dari sikap sama pekerjaannya sih.” Itulah dia, yang tidak pernah bisa bersikap manis, namun sebenarnya dia sangat perhatian dan peduli terhadapku.
“Tante Rita sama om udah pulang dari RS kan Kamel?.” Tanya Keila saat aku sudah duduk di meja kerjaku lagi.
“Iya, tadi malem. Syukur mereka cepet pulih. Tinggal tangan papah aja yang harus dikontrol beberapa kali.”
“Syukurlah. Oh iya gue bener-bener minta maaf sekali lagi sama loe.” Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Aku tau kalau dia tidak mabuk parah saat itu, aku yakin dia tidak akan mungkin membiarkan aku menangis sendiri di kamar menunggu Agam datang.
“Untung ada si Agam ya, dia ternyata cowok yang perhatian banget sama loe. Sayang, tiap gue ke rumah sakit gue belum pernah papasan sama dia.”
“Emang kalau loe ketemu dia, loe mau apa?.” Tanyaku enteng saat aku mulai menyalakan komputerku. “Ya gue pengen tau selain dia baik, dia sama gak kaya di foto yang loe kasih liat. Taunya dia bagus di doang kan gue gak tau.”
“Loe masih raguin selera gue?. Udah sana loe balik kerja lagi. Gue mau kerja.” Aku mengusir Keila yang tidak akan pernah berhenti bicara jika belum diusir. “Iya juga sih, iya iya deh Bu Manager. Gue cabut.” Setelah kejadian itu aku merasakan hal lain dari seorang Agam. Aku merasakan ketulusan dan kebaikan hatinya. Aku seperti bisa melihat sisi Agam yang lainnya. Aku kira selama ini, dia hanya pria biasa yang ingin dekat denganku hanya unutk bersenang-senang, tapi nyatanya dia ada ketika aku sedang sulit. Dia bahkan lebih sering ada ketika aku sedih. Menanyakan apa aku sudah makan, bagaimana keadaan orang tuaku dan apakah aku membutuhkannya. Aku sungguh tidak menyangka dia akan seperhatian itu. Bahkan hari ini dia masih bertanya, apakah aku mau dibawakan makanan untuknya karena dia tau pasti hari ini aku sangat sibuk dan tidak sempat membeli makanan. Dan buktiinya sekarang dia ada di lobi kantor, menunggu di sofa dengan bungkusan plastik di tangannya. “Hai.” Sapanya saat aku turun dan menghampirinya.
“Hai juga, sorry tadi aku harus seleseiin sesuatu dulu. Nanggung.”
“It’s oke, aku kesini cuman mau kasih ini dan aku harus cepet balik lagi karena harus visit udah ini.” Aku menengok isi bungkusan plastik itu. “Spaghetti carbonara dari Green Café, kesukaan kamu.” Ucapnya membuatku tersenyum hingga akhirnya aku terkejut karena suara Keila yang tiba-tiba terdengar. “Agam ya pasti?.” Gila ini orang SKSD banget. Untung Agam tersenyum ramah dan mengangguk. “Kenalin gue Keila, sahabatnya Kamel.”
“Nice to meet you Keila.” Keila mendekatkan diri pada telingaku dan berbisik, “lebih ganteng dari foto.” Ingin aku mencubit bibirnya yang tidak bisa diam, tapi untung dia sahabatku jadi aku hanya bisa menghela nafas.
“Ya udah aku balik lagi ke kantor.”
“Iya, hati-hati dan makasih ya.” Agam tersenyum sangat manis padaku kemudian dia pergi keluar. Keila disebelahku terus menyikutku. “Gimana ganteng kan?.”
“Iya gue ancungin jempol gue semuanya buat dia. Orangnya juga keliatannya gak rese.” Aku menyetujui ucapan Keila dengan mengangguk. “Ini pasti makanan dari dia ya?.” Keila dengan hebohnya mengintip makanan yang diberikan Agam tadi. “Wah dia udah tau selera loe. Gue tebak loe sama dia udah jauh dan gue tebak lagi kalau dia udah perhatian banget gitu artinya dia beneran bakal nyatain cinta ke loe dalam waktu deket ini.”
“Sotoy loe.” Kilahku pura-pura cuek. “Ya terus kenapa dia seperhatian ini sama loe?. Dia juga waktu kemaren udah jauh-jauh datang dari Jakarta malem-malem ke Bandung cuman buat loe. Tahap apa lagi udah semua itu kalau bukan nyatain cinta dan nanya kamu mau gak jadi pacar aku?.”
“Emang gue abege labil harus ada kaya gitu.”
“Gak apa-apa lah, kalau udah urusan cinta semua hal bebas. Gak masalah niru anak abege
juga.” Aku tidak mendebat lagi Keila, aku malah diam memikirkan apa kata-katanya tadi. Benar juga apa yang dibilang Keila mengenai tahapan itu, tapi pertanyaannya apa aku atau Agam bakal menerima semua itu sama seperti sekarang kalau pacaran nanti?, karena yang aku takuti adalah setelah dia meminta aku jadi pacarnya bisa jadi dengan usianya yang sudah tidak muda lagi Agam akan sama seperti Barri yang melamarku kemudian hubungan kami menjadi rusak karena aku menolaknya. Sayang sekali, aku sangat nyaman dengan dia. Ah, ya ampun memusingkan. Tenang Kamel, ayo berpikir kenapa kamu harus memikirkan hal seperti itu sih, lebih baik kamu lupain dan kerja. Aku memperingatkan hatiku sendiri
**
Setelah pulang kerja, aku hari ini ada janji dengan Agam. Dia katanya akan menjemputku pulang dan kemudian kami akan pergi, namun karena aku yang sangat lelah hari ini jadi kami hari ini sepakat hanya akan berdiam diri di apartement ku dengan segudang makanan dan tontonan yang menyenangkan. Ketika sampai apartementku, kami langsung merapihkan berbagai macam makanan yang kami beli sebelum pulang. Pizza, fired chicken, French fries, es krim dan waffle. Kami akan makan makanan yang tidak sehat hari ini untuk merefresh diri.
“Ternyata kita banyak banget beli makanannya ya.” Aku tertawa melihat makanan yang berjejer di meja depan TV .
“Kan kita udah sepakat mau menyenangkan diri sendiri hari ini.”
“Iya sih, tapi kaget juga ternyata pas di taruh di meja gini banyak banget.” Agam tertawa begitupun aku. Kami sama-sama memakan semuanya sambil tertawa. Agam duduk disampingku dan aku menyender pada bahunya. “James Bond ini emang keren ya udah tua juga, sampei-sampei aku gak bosen liat filmnya.”
“Minder deh aku jadinya sama dia,” candanya. “Ya tapi memang ini film aku juga suka sih dan gak bosen buat aku tonton.”
“Udah ini masih mau lanjut nonton gak?.” Aku menengok pada jam dindingku yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
“Udah aja kayaknya, kesian kamu juga pasti capek. Gila kita udah makan banyak banget gini lagi.”
“Gak apa-apa ko, terus aku sebenernya lagi pengen nonton kartun. Kamu mau ikut nonton gak atau mau pulang aja?.”
“Boleh juga kalau kamu yang mau. Nonton apa?.”
“Doraemon, stand by me.” Agam menyetujui ide film ku itu. Saat aku sedang mencari film Doraemon di Netflix, “Kamela.” Tumben dia memanggil namaku. Aku menoleh dan saat itu dia mendekatkan wajahnya padaku kemudian tanpa aku ingat lagi bibirnya menyentuh bibirku untuk pertama kalinya. Kedua tangannya pun memelukku. Aku rasa kissing in the rain rasanya tidak akan seindah ini. Walaupun memang aku belum pernah berciuman dibawah guyuran hujan, yang menurutku drama sekali dan aneh.
“Masih mau nonton doraemon?,” tanyanya padaku yang masih bengong. Aku mengangguk. “Ya udah. Aku mau tidur di sini. Bolehkan?.” Agam menaruh kepalanya di perutku. Aku tidak bisa berkata apapun, aku berpura-pura menonton doraemon dengan pikiran hanya mengenai ciuman itu. Gila, kenapa aku yang selama ini biasa saja berciuman dengan pacar-pacarku yang dulu sekarang menjadi seperti remaja yang baru menerima ciuman pertamanya dan setelah hari itu, kami menjadi semakin dekat. Kami tidak pernah absen untuk menghabiskan akhir pekan bareng dan pulang kerja bareng. Hang out pun sekarang kami lakukan dengan pergi ke restaurant saja kemudian minum wine berdua. Kami banyak membicarakan urusan pribadi seperti pekerjaan di kantor, Keila, kemudian keluarga dan yang lainnya. Saat dinas ke luar kota pun Agam sekarang akan meneleponku paginya.
“Hai Kamel, morning.”
“Morning Gam.” Saat itu aku sedang sibuk memakai eyeliner.
“Sorry ya, aku malem gak bales lagi chat kamu. Aku lembur sampai ketiduran di kantor.”
“Santei aja, gimana hari ini jadi visit?.”
“Iya jadi, oh ya kamu jadi pulang?.”
“Jadi sore sekarang. Sekarang aku mau jalan-jalan dulu.”
“Oke, hati-hati. I miss you. Aku jemput ya?.”
“Oke. I miss you too.” Kami hari itu tidak berkomunikasi lagi karena sibuk dengan kesibukan masing-masing. Oh ya, Ares masih setia menelepon, beberapa kali dia bilang ingin pulang tapi aku bilang tidak baik meninggalkan tanggung jawab disana. Aku juga bilang kalau aku tidak suka dengan laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti itu dan akhirnya Ares mengalah dengan tetap diam disana sampai akhir tahun nanti. Sebenarnya aku agak merasa bersalah pada Ares karena dia terlalu sabar dan selalu memaafkan aku. Satu waktu pun aku pernah bercanda dengannya untuk mencari pacar saja disana, tapi Ares jadi semakin bersikeras ingin pulang. Jadi setelah obrolan itu aku tau, jika mengakhiri hubungan dengan Ares aku harus menunggu Ares untuk pulang. Lagipula Ares dan aku sudah berpacaran selama satu tahun setengah kalau tidak salah.
Aku merasakan hambar saat berpacaran dengan pria lainnya, tapi anehnya dengan Agam aku merasakan hal lain walaupun kita memang tidak berpacaran. Hal yang aku rasa berbeda, bahkan saat melihat Agam yang menungguku di Bandara. Tidak bisa aku bohongi, hatiku senang sekali. Dia masih mengenakan kemeja biru langit dan celana kerjanya. “Gimana Surabaya?.”
“Menyenangkan.”
“Gimana Jakarta selama aku tinggalin?.” Candaku yang langsung membuat Agam tertawa.
“Ya lebih aman dan damai sih.” Aku mencubitnya agak keras. “Kalau kamu selama aku tinggalin?.” Candaku lagi.
“Sepi.” Aku yang sedang berjalan beriringan bersamanya berhenti dan menoleh kepadanya.
“Once again, I miss you.” Lalu dia mencium bibirku sekilas di bandara, di tengah banyaknya manusia yang berjalan cepat, entah untuk mengejar pesawat atau mengejar seseorang yang akan terbang. Aku yang biasanya, mungkin akan tidak suka atau marah ketika laki-laki melakukan hal itu padaku tapi entah kenapa saat ini aku hanya diam dan menutup mata. OMG, kenapa dengan aku?. Tolong tampar aku siapapun supaya aku sadar.
**
