Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Argasa

“Baiklah, mari ikut dengan saya! Kita berbincang-bincang di sana.” ajak Ketua manusia badak itu.

“Terima kasih, Ketua.” ucap Arya.

“Nama saya Argasa, kalian jangan ikut-ikutan memanggil saya Ketua karena kalian bukan dari kelompok kami.” ujar Ketua manusia badak yang ternyata bernama Argasa itu sembari berjalan ke sebuah bangunan terbuka dan memanjang serta juga beratapkan ilalang kering.

“Mari silahkan duduk!” ajak Argasa pada Arya dan Benggala.

“Terima kasih, kisanak!” ucap Arya, lalu ia duduk bersila di atas lantai yang terbuat dari anyaman bambu di ruangan terbuka yang memanjang itu, sementara Benggala hanya berdiri di belakang Arya duduk.

“Maaf jika anak buah saya tadi bersikap kasar dan tak pantas pada kalian, karena memang akhir-akhir ini kami dituntut selalu waspada menjaga kawasan ini dari serangan musuh.” ucap Argasa.

“Serangan musuh? Memangnya siapa yang memusuhi kalian?” tanya Arya.

“Beberapa waktu yang lalu kelompok kami sempat bertempur dengan kelompok manusia kera di sebalik hutan sana, hal itu bermula saat mereka menangkap salah seorang dari kami yang tengah berburu di hutan itu. Kalau saja salah seorang sang penguasa negeri ini tak datang mungkin telah banyak korban berjatuhan, baik dari kelompok kami maupun dari kelompok mereka.” tutur Argasa sembari menunjuk arah hutan yang ia maksud.

“Sang penguasa negeri? Siapa yang Kisanak maksudkan itu?” tanya Arya, Argasa sempat kerutkan kening seolah-olah ia tak percaya jika Arya tak mengenal sosok yang ia maksud sebagai penguasa negeri.

“Masa kalian tidak kenal dengan sosok yang musti kalian junjung di negeri ini? Atau kalian sengaja berpura-pura tidak tahu?” tanya Arga yang mulai curiga dengan tamunya itu.

“Kami benar-benar tidak tahu, saya sebenarnya bukan berasal dari negeri ini begitu pula dengan sahabat saya ini.” tutur Arya.

“Apa? Kalian berdua bukan berasal dari negeri ini? He..! He..! He..! Kalian tidak lagi bercandakan?”

“Kami tidak bercanda, apa yang kami katakan ini benar adanya, Argasa.” kali ini Benggala yang bicara.

“Lalu kalian ini berasal dari negeri mana?” tanya Argasa.

“Saya berasal dari negeri 1.500 tahun yang akan datang, negeri asal saya itu bernama Negeri Nusantara. Sementara sahabat saya ini adalah seorang pangeran dari Istana Kerajaan Di atas Awan.” tutur Arya.

“Tidak mungkin, saya tak percaya dengan semua yang kalian katakan itu.” ujar Argasa.

“Apakah kau pernah tahu dengan sosok yang bernama Resi Dharma?” tanya Benggala.

“Ya, sosok itu kami bukan saja sekedar tahu dan kenal tapi sudah kami anggap sesepuh karena sering memberi nasehat pada kami. Dan ketika kami ditimpa petaka diserang penyakit aneh, beliaulah yang memberi tahu cara mengobatinya.” tutur Argasa.

“Apa kalian datang menemuinya di goa dekat air terjun di sebalik bukit itu?” tanya Arya.

“Tidak, kami tak pernah ke sana. Beliau sendiri yang datang ke mari menemui kami saat kami diserang penyakit aneh itu.” jawab Argasa.

“Oh begitu? Resi Dharma memang sosok sakti mandraguna, ia dapat dengan mudah mengetahui kejadian-kejadian aneh yang ada di negeri ini. Nah, beliau jugalah yang mengatakan jika saya berasal dari negeri 1.500 tahun yang akan datang. Sementara sahabat saya ini, dia sendiri yang mengatakan jika dia merupakan seorang pangeran Istana Kerajaan Di atas Awan yang di fitnah serta dicekoki ramuan dari wanita penyihir jahat, hingga wujudnya berubah menjadi seekor harimau serta terlempar ke negeri ini.” tutur Arya cukup panjang lebar.

“Jika Resi Dharma yang mengatakan semua itu, saya dapat mempercayainya. Pantas saja kalian nampak berbeda dari kelompok manusia penghuni negeri ini.” Argasa akhirnya percaya setelah mengetahui keterangan yang mengatakan tamunya itu bukan berasal dari negeri itu adalah Resi Dharma.

“Kamu belum menjawab pertanyaan saya tadi perihal sang penguasa negeri ini, Agasa.” ujar Arya.

“Sang penguasa negeri ini adalah para Peri yang mendiami alam gaib di atas sana! Mereka tak dapat diduga datangnya dan seluruh penghuni negeri ini tunduk akan kesaktian yang mereka miliki, makanya negeri ini diberi nama Negeri Peri.” tutur Agasa sembari menunjuk ke atas.

“Oh begitu? Berarti setiap kali ada kerusuhan yang terjadi mereka selalu datang seperti halnya pertempuran kelompok kalian dulu dengan kelompok manusia kera itu?” tanya Arya.

“Itu pun tidak selalu begitu, karena kehadiran mereka tak bisa ditebak atau pula diminta. Yang pasti seluruh kelompok penghuni negeri ini tak ada yang berani menentang mereka, dan memang bagi siapapun yang berani menentang akan punah dari negeri ini.” tutur Agasa.

“Lantas kenapa pertikaian antara kelompok kalian dengan kelompok manusia kera masih berlanjut?” kali ini Benggala yang bertanya.

“Beberapa orang dari kami masih mereka tawan di daerah kekuasaan mereka, mereka sangat jahat makanya setiap kali orang asing yang masuk ke kawasan pemukiman ini kami waspadai.” Jawab Agasa.

“Lalu kenapa sampai saat ini kalian tak berusaha membebeskan rekan-rekan kalian yang ditawan mereka?” tanya Arya.

“Kami kalah jumlah dan kekuatan jika ingin menyerang dan membebaskan saudara-saudara kami yang mereka tawan itu, untuk sementara waktu kami hanya bisa berdiam diri saja sambil menyusun kekuatan serta berharap yang mulia Peri datang membantu.” tutur Agasa.

“Loh, apakah Peri penguasa negeri ini tak mengetahui jika saudara-saudara kalian mereka tawan?”

“Tak semua yang terjadi di negeri ini diketahui oleh para Peri, mungkin mereka hanya mengetahui jika terjadi perperangan antar kelompok yang mengundang kegaduhan hingga terdengar dan terlihat oleh mereka di atas sana.” tutur Argasa sambil menunjuk ke langit.

“Oh begitu? Baiklah, jika demikian halnya yang menimpa saudara-saudara kalian kami akan siap membantu membebaskan saudara-saudara kalian itu dari tawanan manusia kera.” Ujar Arya.

“Bagaimana mungkin kita akan dapat melawan mereka yang jumlahnya 3 kali lipat banyaknya dari pasukan yang bisa saya bawa ke sana?” Agasa merasa ragu akan berhasil jika harus menyerang kelompok manusia kera dalam waktu dekat ini.

“Kita tidak boleh takut selagi yang kita lakukan itu benar, perbuatan mereka itu sudah jelas-jelas tak baik karena berlaku seenaknya pada kelompok-kelompok lain yang memiliki hak yang sama hidup di negeri ini. Berhubung sebentar lagi hari akan gelap, sebaiknya besok pagi kita berangkat ke sana membebaskan mereka. Tak perlu membawa pasukan yang terlalu banyak, lebih baik sebagian besarnya berjaga-jaga di sini.” tutur Arya.

“Apa Kisanak yakin dapat menghadapi mereka besok pagi?” lagi-lagi Agasa terlihat ragu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel