Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6. Manusia Kera

“Karena saya terlahir sebagai seorang pendekar yang harus menegakan kebenaran di mana pun diri saya berada, saya harus yakin dalam menghadapi siapapun dan berapapun jumlah mereka yang memang harus ditumpas. Karena hidup mati kita hanya Gusti Allah yang dapat menentukannya, jadi selagi kita benar jangan pernah gentar untuk menghadapi orang-orang yang jahat.” tutur Arya mematik semangat di diri Agasa serta anak buahnya yang saat itu ikut duduk bersama mereka.

Meskipun mereka tak mengenal dengan Gusti Allah yang diucapkan Arya, namun mendengar ucapan dan semangat dari lelaki berpakaian serba putih dengan sebilah pedang tersandang di punggungnya itu, para manusia badak pun ikut bersemangat dan siap melakukan penyerangan kekediaman manusia kera besok pagi untuk membebaskan saudara-saudara mereka yang ditawan.

*******

Kehidupan manusia-manusia badak pada umumnya sama dengan manusia yang ada di Negeri Nusantara, mereka juga butuh makan dan minum, berpakaian, berpasang-pasangan sebagai suami-istri kemudian memiliki keturunan. Hanya saja hal yang mereka lakukan atau pun kebiasaan hidup mereka sehari-hari masih sangat primitif.

Pakaian mereka terbuat dari kulit-kulit kayu, serta senjata yang mereka miliki berasal dari bebatuan yang dibentuk sedemikian rupa menjadi tombak maupun kapak. Adapun untuk mengiris daging yang mereka dapatkan dari hasil berburu, setelah dibelah dengan kapak kemudian mereka mengirisnya dengan bagian luar kulit bambu yang biasa kita kenal dengan sebutan sembilu.

Mereka juga tak suka memakan daging mentah, selain dibakar mereka juga bisa merebus daging atau ikan di dalam sebuah wadah berupa belanga yang mereka buat dari tanah liat. Seperti halnya malam itu saat Agasa dan para anak buahnya menjamu Arya untuk makan malam, daging rusa atau pun ikan yang mereka dapatkan tadi siang sebagian mereka masak dengan cara memanggangnya di api sebagian lagi merebusnya hingga daging itu empuk.

Negeri Peri pagi itu diselimuti kabut, hal itu dikarenakan menjelang pagi gerimis lalu berhenti saat sang fajar mulai muncul di ufuk Barat. Di kawasan lembah bukit di mana di sana terdapat beberapa deretan pemukiman yang atapnya terbuat dari ilalang kering, beberapa manusia aneh yang memiliki cula di keningnya tampak berbaris di depan sebuah bangunan terbuka dan memanjang, sepertinya mereka tengah menanti arahan dari seseorang yang mereka hormati.

“Wahai, Saudara-saudaraku semuanya! Sebagaimana yang telah kami rencanakan dan putuskan dengan saudara Arya, pagi ini juga kita akan berangkat ke pemukiman para manusia kera untuk membebaskan semua saudara-saudara kita yang mereka tawan selama ini. Apakah kalian siap?!” yang memberi arahan ternyata Argasa sang Ketua dari kelompok manusia badak itu.

“Kami siap, Ketua!” seru mereka serentak.

“Bagus, ingat kalian tidak boleh bertindak tanpa diperintahkan oleh saudara kita ini terlebih dahulu! Karena dalam hal ini dia lah yang akan memimpin kita dalam rencana membebaskan saudara-saudara kita di sana nantinya.”

“Kami mengerti, Ketua! Kami akan taat pada saudara Arya. Hidup Arya..! Hidup Ketua..! Hidup manusia badak..!” seru mereka penuh semangat.

Tak berselang lama setelah Arya mendahului melangkah didampingi Benggala dan Argasa, para pasukan manusia badak pun berbaris di belakang menuju pemukiman para manusia kera yang terdapat di sebalik hutan di seberang sungai yang berjarak sekitar setengah jam perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki.

Setelah melewati sungai dengan menggunakan rakit dari pohon bambu yang mereka buat secara bergotong royong, mereka pun memasuki kawasan hutan yang cukup lebat. Kawasan hutan itulah yang biasa didatangi para manusia badak untuk berburu, karena di sana banyak sekali terdapat jenis binatang yang bisa mereka komsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.

Hutan itu pulalah yang menyebabkan beberapa saudara dari manusia badak ditangkap oleh para manusia kera, karena mereka tidak menyukai jika ada kelompok lain yang berburu di hutan itu. Manusia kera memang serakah dan tak suka berbagi pada kelompok lainnya, mereka memilih lebih baik berperang dari pada harus berbagi kawasan berburu binatang untuk di komsumsi.

Sekitar beberapa tombak lagi rombongan Arya akan ke luar dari hutan itu, beberapa manusia kera yang berjaga-jaga di pinggiran hutan mengendus akan kehadiran mereka. Para manusia kera yang berjaga itu pun nekad untuk masuk ke hutan menyongsong rombongam Arya, begitu mereka melihat rombongan Arya kalah banyak jumlahnya para manusia kera yang berjaga-jaga itu pun lari ke arah pemukiman yang di mana di sana terdapat saudara-saudara mereka dalam kelompok yang sangat banyak jumlahnya berikut Ketua mereka.

“Ketua...! Ketua...!” teriak salah seorang manusia kera itu di depan sebuah bangunan yang beratapkan kulit kayu.

Tak berselang lama muncullah seorang lelaki yang kedua pipinya berbulu serta di bagian belakang tepat di pinggulnya terdapat ekor sekitar setengah meter panjangnya, begitu pula dengan seluruh penghuni pemukiman di sana wujud mereka memang seperti manusia biasa hanya saja memiliki ekor dan kedua pipi mereka ditumbuhi bulu-bulu halus layaknya seekor kera.

“Ada apa, wahai saudara-saudaraku? Kenapa pagi-pagi sekali kalian seperti dikejar-kejar setan menghadap saya?!” tanya lelaki yang dipanggil Ketua oleh salah seorang manusia kera yang tadi berjaga-jaga di pinggiran hutan.

“Ada penyusup, Ketua! Mereka telah dekat ke pinggiran hutan di sana! Sepertinya mereka ingin menuju kawasan pemukiman kita ini.” jawab salah seorang dari manusia kera itu dengan napas yang tersengal-sengal.

“Penyusup? Seberapa banyak kah mereka? Dan apakah kalian tahu mereka berasal dari kelompok mana?!” tanya Ketua manusia kera.

“Tidak terlalu banyak, Ketua. Masih kalah banyak dengan pasukan kita di sini, mereka sepertinya dari kelompok manusia badak.”

“Kurang ajar..! Bernyali besar juga mereka berani datang ke kawasan kita ini! Ayo, beritahu yang lain! Sekarang juga kita sonsong mereka sebelum masuk ke pemukiman ini!” Ketua manusia kera itu memberi perintah pada anak buah ataupun pasukannya.

Dengan jumlah 3 kali lipat banyaknya dibandingkan rombongan Arya, pasukan manusia kera itu pun mengarah ke pinggiran hutan menyongsong Arya dan rombongan. Arya dan para pasukan manusia badak yang telah ke luar dan berada di pinggiran hutan hentikan langkah mereka, saat melihat pasukan manusia kera yang dilengkapi persenjataan seperti halnya mereka mendekati pinggiran hutan itu.

Para pasukan manusia kera pun berhenti saat jarak mereka dengan rombongan Arya sekitar 10 tombak, dengan congkaknya Ketua manusia kera berkacak pinggang seperti meremehkan jumlah rombongan Arya yang kalah jauh dibandingkan jumlah pasukannya.

“Ha...! Ha..! Ha..! Punya nyali juga kau Argasa datang ke kawasan saya ini! Apa kau sudah bosan hidup?!” seru Ketua manusia kera dengan tawanya yang mengenali Argasa.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel