Bab 3. Manusia Badak
“Saya tak keberatan dan memang itu adalah tugas saya sebagai pendekar selalu menegakan kebenaran di manapun saya berada, janya saja apakah saya dapat kembali nantinya ke negeri asal saya, Resi?” tanya Arya.
“Jika kau dapat masuk ke negeri Peri ini, itu berarti kau juga akan dapat ke luar. Hanya saja saya sendiri belum mengetahui caranya agar kau bisa kembali ke negeri asalmu itu, firasat saya sementara waktu mengatakan kalau dirimu memang harus terlebih dahulu menyelesai permasalahan yang terjadi di negeri ini setelah itu mungkin kau akan diberi petunjuk untuk dapat kembali ke negeri asalmu. Sekarang jalani takdir yang telah digariskan pada dirimu itu dengan sebaik mungkin!” ujar Resi Dharma.
“Tentu saja Resi, jika memang ini kehendak Gusti Allah saya akan menjalaninya dengan sepenuh hati dan dengan segala kemampuan yang saya miliki.” meskipun Resi Dharma sempat kerutkan kening mendengar Arya bicara tentang Gusti Allah, namun akhirnya Resi memahami mungkin Gusti Allah dimaksudkan Arya itu sama dengan Dewa Agung yang ia katakan.
“Maaf Resi, sekarang saya yang hendak bertanya. Bagaimana caranya saya akan terlepas dari pengaruh sihir jahat wanita yang kini menjadi orang kepercayaan saudara tiri saya di istana Kerajaan Di atas Awan? Dan bagaimana pula caranya saya dapat kembali ke sana?” tanya Benggala.
“Hemmm, ya. Pertanyaan itu pernah kamu tanyakan pada saya beberapa bulan yang lalu saat kau datang menemui saya di sini, kau hanya akan bisa terbebas dari pengaruh sihir wanita jahat itu oleh seorang Peri yang tentunya merasa berhutang budi kepadamu. Kau harus berjasa terlebih dahulu padanya, dengan membantunya memerangi musuh-musuh yang membuat keonaran dan kehancuran di negeri ini.” tutur Resi Dharma.
“Seorang Peri? Peri apa yang Resi maksudkan? Karena di atas sana ada berbagai macam jenis Peri yang mendiami alam gaib di balik awan abadi, dan bagaimana pula saya dapat mengetahui salah satu di antara mereka yang bisa menolong saya nantinya?” Benggala bertanya kembali.
“Memang banyak sekali para Peri yang mendiami alam gaib di atas sana, dan masing-masing mereka ada juga yang bersifat jahat akibat pengaruh dari mahkluk-mahkluk di negeri ini. Saya sendiri tak tahu persis Peri apa yang dapat membantumu itu, yang saya ketahui salah satu di antara Peri-peri itulah nantinya bakal menolongmu jika kau membantu Arya menegakan kebenaran dan menyelamatkan negeri ini dari kehancuran serta malapetaka.” tutur Resi Dharma seolah-olah memberi teka-teki untuk dipecahkan Benggala dan Arya dengan pengembaraan yang akan mereka lakukan menegakan kebenaran di negeri Peri itu.
“Jadi langkah apa yang musti kami lakukan untuk mengawali tugas ini, Resi?” tanya Arya.
“Seperti yang kamu lakukan di negeri asalmu, melangkah lah sesuai dengan kata hatimu. Nanti kamu akan temui apa-apa saja yang musti kamu lakukan dalam menegakan kebenaran di negeri ini.” jawab Resi Dharma.
“Jika demikian adanya, baiklah kami akan memulai penggembaraan menyelusuri seluruh kawasan negeri Peri ini untuk mencari sekaligus mengetahui segala hal yang akan menyebabkan malapetaka yang tak diingini terjadi oleh para Peri dan orang-orang yang ingin terciptanya kedamaian di negeri ini.” tutur Arya.
“Ya, berangkatlah sekarang dengan selalu mengikuti kata hatimu. Moga Dewa Agung memberkati perjuangan kalian dalam menegakan kebenaran.” ujar Resi Dharma.
“Baik Resi, kami mohon pamit dan bolehkah suatu saat nanti kami datang menemui Resi lagi di sini?”
“Tentu saja, Arya. Kapan pun kalian ingin berkunjung ke sini, saya dengan senang hati akan menerima kalian karena memang kalian adalah orang-orang yang baik dan gemar berbuat kebajikan.” ujar Resi Dharma diiringi senyumnya, setelah berpamitan Arya dan Benggala ke luar dari goa itu melanjutkan perjalanan ke arah Utara sesuai dengan kata hati sang pendekar.
Arya yang diminta kembali naik ke punggung Benggala, meminta Harimau Putih itu tak melesat secepat yang pernah ia lakukan sewaktu di gurun menuju air terjun hingga ke goa tempat di mana Resi Dharma berada karena Arya ingin mengetahui hal apa saja yang terdapat di kawasan Utara itu.
Benggala mengikuti permintaan Arya, Harimau Putih itu berjalan santai hingga mereka sekarang berada di tepi tebing sebuah bukit yang tak begitu curam. Samar-samar dari atas bukit Arya melihat ada perkampungan yang keseluruhan atap rumah di sana terbuat dari tumpukan daun ilalang kering, adapun bagian atas atapnya mengerucut runcing.
Arya juga melihat keanehan bukan saja pada bangunan pemukiman itu, melainkan juga para penghuninya yang juga terlihat aneh. Di bagian tengah kening mereka terdapat sebuah cula menyerupai cula badak, sementara tubuh mereka sama seperti manusia biasa.
“Apa kau melihat juga semua keanehan yang ada di pemukiman itu, Benggala?” tanya Arya yang masih berada di atas punggung Harimau Putih itu.
“Hemmm, saya tak merasa aneh lagi dengan mahkluk-mahkluk penghuni negeri Peri ini karena mereka semua sudah sering saya temui dengan berbagai bentuk wajah serta kelompok.” jawab Benggala, Arya melompat dari atas punggung Harimau Putih itu mengisyaratkan bahwa ia meminta Benggala untuk menunda langkah kakinya menuruni lereng bukit.
“Sebaiknya kita rehat dulu sejenak di sini, Benggala. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan padamu sebelum kita melanjutkan perjalanan.” pinta Arya, Benggala anggukan kepalanya.
“Mendengar perkataanmu tadi, sepertinya kau tahu banyak akan semua keanehan di negeri Peri ini!. Coba kamu ceritakan salah satunya, tentang keanehan para penghuni pemukiman di lembah itu!” sambung Arya menunjuk ke arah pemukiman yang ada di lembah bukit.
“Baiklah, meskipun saya tidak pernah dekat dengan salah satu dari kelompok mereka namun sedikit banyaknya saya mengetahui jika para penghuni negeri Peri ini memang terdiri dari berbagai kelompok dengan bermacam-macam wujudnya. Seperti halnya mereka di pemukiman itu, mereka menamakan kelompoknya sebagai manusia badak. Siapapun yang memasuki daerah pemukiman itu yang bukan dari golongan mereka, maka akan ditangkap karena dianggap penyusup.” ujar Benggala.
“Manusia badak? Benarkah mereka golongan manusia? Saya pikir tadinya mereka sebangsa siluman atau mahkluk aneh lainnya.” Arya garuk-garuk kepalanya tak habis pikir dengan apa yang dilihat serta yang diceritakan Benggala padanya.
“Ya, mereka memang manusia. Hanya saja mereka berwujud seperti itu, kebiasaan mereka berburu binatang di hutan untuk bertahan hidup. Lain halnya dengan kami di Istana Kerajaan Negeri Atas Awan, wujudnya sama seperti dirimu dan mungkin juga cara kehidupan kami juga sama seperti negeri asalmu.” tutur Benggala.
