Kubah hitam
Guncang besar kami rasakan, aku hampir tidak tahu apa yang terjadi, gelap gulita yang saat ini aku lihat. Ada apa ini? Apakah aku sudah mati?
Tunggu jika aku sudah mati maka pasti aku tidak akan bisa menggerakkan tubuhku. Aku mencoba mengingatnya. Sebelumnya buku berada ditangan Saliy. Jika mengingat kepekaan milik Saliy, pasti dia melakukan sesuatu. Aku yakin dia akan melakukan sesuatu.
Aku meraba raba sekitar ruangan gelap ini. Sebuah dinding? Tapi kenapa aku bisa bernafas? Aku menduduk terdapat sedikit cahaya yang masuk dari bawah sana. Aku menyentuh bagian bawahku. Butiran? Apakah ini pasir?
Dilihat dari teksturnya dan suhunya aku yakin ini pasti pasir.
Dimana seniper yang aku bawa. Aku meraba raba lagi. Ketika aku menyentuh sesuatu aku segera mengangkatnya. Ini pasti seniper yang aku gunakan tadi.
Aku mencoba menyentuh nyentuh seniperku. Niatku adalah untuk mencari letak palatuk sniper ini. Disaat aku berhasil menemukan ujung dari seniper ini. Aku segera menghentak hentakan seniper ini untuk menembus dinding. Tapi naasnya cara itu tak berhasil, tak ada cahaya yang masuk.
Jika cara itu tak berhasil hanya ada satu cara yang bisa aku lakukan. Aku segera menempelkan punggung Kedinding. Lalu kemudian aku menekan pelatuk ini. Perlahan sebuah retakan tercipta lalu dinding gelap ini memancarkan sinar yang menyilaukan. Retakan itu semakin membesar lalu pada akhirnya pecah.
Aku bisa melihat area sekitar, sekarang terdapat empat kubah hitam. Ditengah tengah kubah hitam itu terdapat tubuh Saliy yang tergeletak. Helikopter yang aku naikin tak nampak sama sekali, eh tidak helikopter itu sudah menjadi besi rongsokan disekitar sini. Sekarang bukan waktunya memperdulikan helikopter itu. Aku segera berlari keraah Saliy.
"Saliy apakah kau baik baik saja," teriakku.
"Kau tidak usah kahawatir aku baik baik saja." ucap saliy. Tapi perkataannya tak menunjukan kejujuran. Tubuh miliknya dipenuhi oleh luka bakar, wajahnya hampir tak terlihat. Darah keluar dari tubuhnya. Sesaat mengatakan itu dia memejamkan matanya.
Aku mengambil buku gambar yang tergeletak di dekat tangannya ternyata Saliy sempat menggabar kubah hitam yang membuat kami terlindungi.
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri sambil bersiap menebak Raikon itu.
Akan tetapi sepertinya Raikon berjubah tadi sudah tidak ada disini, pasti dia melarikam diri. Mungkin saja tubuhnya terluka ketika terkena tembakan seniper nuklirku tadi.
Saliy semakin sekarat. Aku segera menggambar sebuah ramuan yang bisanya ada dicerita fantasi.
Setelah selesai menggabar ramuan yang berbentuk botol itu, aku menuliskan, [Ramuan penyembuh semua luka,]
Botol kaca yang didalamnya terdapat cairan biru muncul, aku segera mengambilnya lalu membuka penutup botol tersebut. Saliy pasti tak bisa meminumnya. Aku harus menggunakan cara itu.
Aku meminum ramuan itu. Aku tak menelannya. Aku menduduk mendekatkan wajahku kewajah milik Saliy. Tanganku membuka mulut yang tertutup itu. Setelah itu aku menyatukan bibirku kebibir Saliy.
Maafkan aku Saliy. Aku mengeluarkan air itu agar Saliy bisa meminumnya. Setelah itu aku memberikan udara sedikit. Selang beberapa saat kemudian, luka luka yang diderita milik Saliy mulai pulih. Wajahnya sudah menjadi gadis cantik. Tidak ada luka bakar lagi. Saliy terbatuk, tapi matanya tak kunjung terbuka.
Seperti ini sudah cukup.
Aku segera beranjak lalu mengambil sniper yang tergeletak itu. Aku berjalan menuju keaaraah satu kubah. "Untuk kau yang ada didalam, aku akan membebaskanmu."
Untuk apa aku berteriak, pasti orang yang ada didalam tidak akan mendengar suaraku.
Aku menembakkan peluru nuklir keaaraah kubah tersebut. Sesaat kemudian kubah itu pecah. Didalam kubah itu terdapat Liana. Aku segera berlari kearah wanita itu lalu memeluknya.
"Syukurlah kau selamat Liana." Aku tak ingin kehilangan orang yang dekat dengan diriku.
Selama aku berada didunia sebelumnya aku tak pernah memiliki pemikiran seperti ini, tapi ketika aku berada di bumi yang damai entah kenapa aku memiliki pemikiran seperti ini. Mungkin saja ini adalah sifat dari Ali putra pertama.
"Lepaskan aku, sesak bodoh." Dia mendorong tubuhku dengan kasar. Ah ya aku harus membebaskan orang orang lainnya.
Orang yang berada didalam kubah hitam adalah dua orang peria dan satu orang wanita. Maafkan aku untuk dua orang lainnya, aku berharap kalian tenang disana.
Mereka yang selamat adalah orang yang membantu kami naik ke helikopter, dua lainnya adalah pilot dan orang yang bertugas menjatuhkan bom.
"Ayo kita kerumah itu." teriakku. Tidak ada gunanya berada disini lebih lama lagi, selain terik matahari yang menyengat tempat ini juga tidak aman jika pasukan Raikon kembali kesini lagi. Lagian jarak kami dan rumah itu cukup dekat, kira kira jaraknya sekitar 200 meter.
Semua orang menganggukkan kepalanya. Ketika mendapatkan persetujuan itu, Aku segera mengangkat tubuh Saliy yang masih belum sadarkan diri itu. Semua orang telah berlari kearah rumah itu, aku tertinggal jauh. Akan tetapi tidak apa apa, semua ini demi Saliy.
***
Kami sudah berada didalam rumah itu. Semuanya duduk dilantai, namun tidak dengan Liana dia terlalu fokus melihat kearah cendela. Sedangkan wanita lainnya merogoh sakunya entah apa yang ingin dia ambil. Mungkin saja ponsel tetapi entahlah.
Pada saat ini rumah, yang aku ada didalamnya berubah derasti. Berbeda sekali disaat kami pertama kali terlempar ditempat ini. karena saat ini hampir semua benda berserakan.
Mungkin saja para Raikon itu sudah berhasil menembus rumah ini melalui pintu belakang. Yang membuatku yakin akan hal itu, karena ada lima mayat Raikon baru tepat dipintu belakang.
Wanita itu meminum air, ternyata benda yang akan diambilnya tadi adalah air, wadah dari air itu terbuat dari kulit.
"Kau pasti haruskan ini minumlah." Sejak tadi aku selalu bertanya tanya. Bagaimana bisa aku mengerti bahasa yang dia ucapkan solanya dibumi saja aku perlu mempelajari bahasanya. Mungkinkah Znfo telah memberikan kemampuan khusus kepadaku.
"Terimakasih," ucapku.
Aku segera mengambil air itu, lalu menumpahkan air itu kewajah Saliy. Pada saat ini aku lebih kawatir dengan keadaan Saliy dari pada keadaan tenggorokanku.
Ketika tetesan air itu menumpahi wajah Saliy, aku melihat pemandangan yang tidak akan pernah aku lihat setelah ini. Dia menjilati tetesan air yang tumpah dimulutunya. Sesaat kemudian, mata Saliy terbuka lalu menyambar wadah air yang aku genggam.
Namun ketika dia meminum air itu, dia memasang wajah muram, tentu saja dia sangat kecewa karena wadah air itu sudah kosong. Karena sebelumnya aku sudah meminum air itu dan hanya menyisakan sedikit untuk membangunkan Saliy.
Mana mungkin aku bisa tahan ketika bertarung diluar sendirian tadi.
"Berikan aku air, Ali tolong gambarkan air untuk diriku, saat ini tenggorokanku kering dan cairan tubuhku sudah terkuras banyak bisa bisa jika tetap seperti ini aku akan mengalami hidrasi," ucap Saliy.
Wah perkataan saliy cukup mengerikan juga. Soalnya ketika manusia mengalami hidrasi, maka tubuh mereka akan mengalami masalah. Namun, pada saat ini pasti Saliy tidak akan mengalami masalah yang mengerikan seperti itu pada tubuhnya, dianya saja yang lebay.
"Tenang saja Saliy kau tidak akan mungkin hidarsi," ucapku.
Ketika aku ingin menjahili Saliy, peria yang bertugas menjatuhkan bom segera menyodorkan air miliknya kearaah Saliy. Aku sadar sekarang sebuah cadaan tidak diperlukan karena masih ada yang harus aku waspadai.
"Suyukurlah aku selamat." Dia menghembuskan nafas. lalu dia menoleh kearahku, setelah itu melihat keaaraah peria itu lagi. "kau tidak seperti dia yang tidak pengertian" guma Saliy stelah minum air yang menyegarkan. Ketika dia melihat kearahku aku mendapatkan tatapan sinis.
Hey Saliy aku hanya bergurau tahu.
Peria itu tidak menghiraukan saliy mungkin saja dia tidak tahu harus merespon seperti apa. Setelah itu, dia berjalan kearaah kedua temannya yang entah sedang mengobrolkan sesuatu aku juga tidak tahu.
Untuk mengetahuinya Aku segera berjalan keraah ketiga orang itu.
"Hey kalian bolehkah aku bertanya kepada kalian," tanyaku.
"Silahkan kau mau bertanya apa," ucap seorang wanita.
"Sebelum itu bolehkah kalian menyebutkan nama masing masing," ucapku.
Disaat aku meminta mereka untuk memperkenalkan diri, ketiga orang itu tanpa ragu memperkenalakan nama mereka masing masing.
"Jadi namamu Lon." Aku menujuk wanita.
"Eh Fon." Aku menujuk penjatuh bom.
Dia menggelengkan kepalanya. "Namaku adalah Aon."
"Oh iya maaf maaf. Jadi ini adalah Fon."
"Iya tepat sekali."
"Baiklah giliran aku yang memperkenalkan diri. Perkenalkan aku Ali. Sedangkan wanita bertubuh kecil itu Saliy. Sedangkan wanita berambut setinggi bahu itu namanya adalah Liana."
"Salam kenal Ali, Liana, Saliy." ucap Lon.
"Sebenarnya mahluk apa tadi, kenapa ada mahluk yang sepertinya memiliki akal dan kenapa ada juga mahluk yang tidak memiliki akal," tanyaku kepada mereka.
Pertanyaan itulah yang harus aku tanyakan kepada mereka sekarang. Jujur saja aku sudah tahu nama mahluk itu. Namun yang saat ini aku tidak ketahui adalah kenapa ada Raikon yang tidak memiliki akal dan Raikon yang memiliki akal.
"Kau bukan manusia dunia ini ya," ucap Fon.
Jadi mereka sudah sadar bahwa aku bukanlah manusia dunia ini. Namun, disaat mereka sudah mengetahui bahwa aku bukan manusia dunia ini. Tidak ada tanda tanda keterkejutan dari wajah mereka. Mungkin saja sudah pernah ada manusia dunia lain yang terlempar kedunia ini.
"Kenapa kau bisa tahu," tanyaku.
"Tentu saja tahu karena tidak ada manusia yang tidak mengetahui mahluk itu, selain manusia yang ada dipalnet berbeda," ucap Fon.
"Ngomong ngomong kenapa kalian tidak terkejut ketika mengetahui bahwa aku adalah manusia dari pelanent yang berbeda," tanyaku lagi.
"Karena sang pelindung sudah meramalkan bahwa akan tiba orang orang seperti kalian. Menurut ramalannya kalian akan menyelamatkan pelanet ini," ucap Lon yang tiba tiba ikut pembicaran.
Sang pelindung mungkin saja yang dimaksud oleh Lon adalah Znfo.
"Maksudnya Znfo?" tanyaku.
"Iya kau tepat sekali, jika kau tahu Znfo maka pasti kau sudah tahu mahluk apa itu," ucap Fon.
"Tetapi sekarang aku belum sepenuhnya tahu tentang Raikon itu terlebih lagi ada yang memiliki akal dan ada yang tidak," tanyaku.
"Jika Kau ingin tahu kebenarnya, kami akan memberitahumu tapi ceritanya sangat panjang tahu." Ucap Lon.
"Tidak apa apa, aku akan mendengarnya," ucapku.
"Bukan itu maksud dari perkataanku, sebentar lagi makhluk itu akan kesini untuk membalaskan dendam, jadi kita tidak memiliki waktu yang cukup untuk menceritakannya," ucap Lon.
"Aku setuju dengan ucapan gadis itu, sekarang aku bisa merasakan hawa keberadan mereka yang sangat mencekam sedang mendekati kita ," ucap Liana.
Mungkin saja intusi yang dimiliki oleh Liana tepat, sehingga membuatku menelan pertanyaan itu dihatiku sedikit lebih lama lagi.
