BAB 4 – CAKAR YANG MUNCUL DARI LANGIT-LANGIT
Novel_Santo_dan_Santi
Penulis Cerita: Jakaria
BAB 4 – CAKAR YANG MUNCUL DARI LANGIT-LANGIT
Malam itu, rumah tua di kaki bukit mulai berubah. Jam tua yang tergantung di dinding ruang tengah berdetak mundur—entah sejak kapan. Gendis kembali membisu, matanya kosong, menatap langit-langit seakan bisa melihat sesuatu di atas sana.
“Santi… kenapa anak itu terus menatap ke atas?” tanya Santo pelan sambil mengintip ke arah Gendis yang duduk bersila di lantai, tangannya memainkan benang merah kusut.
Santi menggigit bibirnya. “Sejak tadi siang dia tidak bicara sepatah kata pun.”
Langit-langit rumah itu memang tampak aneh. Cat mengelupas, sarang laba-laba menggantung. Tapi malam ini… dari celah papan, terlihat sesuatu yang sangat tidak biasa—goresan seperti bekas cakaran.
Cakar. Empat garis panjang, menyilang tajam.
Gendis akhirnya bicara, dengan suara yang bukan seperti anak kecil. Serak, berat, dan hampa.
> “Mereka berjalan di langit rumah… mencari yang berdarah… mereka lapar…”
Pak Suro muncul dari kamar belakang dengan wajah suram. “Loteng itu tak pernah boleh dihuni. Tapi sejak kalian membuka jalan lewat pintu terlarang… sesuatu mulai mengendus.”
Nyai Ranti berdiri di ambang pintu, membawa kendi tembaga yang mengeluarkan asap tipis. Bau menyan menyebar, tetapi malam tak juga reda. Asap malah bergerak naik ke langit-langit, dan bukannya lenyap, asap itu malah membentuk wajah… wajah yang sangat asing.
“Bersiaplah,” bisik Nyai Ranti. “Mereka akan turun malam ini.”
---
(FLASHBACK – 35 TAHUN LALU)
Rumah itu dulunya adalah tempat berkumpul para dukun sepuh. Salah satu dari mereka, Mbah Jekik, dipercaya bisa memanggil ‘penunggu langit’, entitas misterius yang katanya bukan berasal dari dunia arwah biasa. Namun dalam satu ritual, Mbah Jekik menghilang tanpa jejak. Yang tertinggal hanyalah darah mengering di loteng.
---
(KEMBALI KE SAAT INI)
Santo memegang lampu minyak, perlahan menaiki tangga menuju loteng yang selama ini terkunci. Santi mengikutinya dari belakang, meski lututnya lemas dan peluh mengucur deras.
Tangga berderit. Udara semakin dingin. Dari sela papan, suara rintihan terdengar, seperti suara bayi… namun terlalu berat untuk ukuran bayi.
Mereka sampai di loteng. Di tengah kegelapan, tergantung boneka usang di tali rafia. Di sekelilingnya, simbol-simbol aneh terukir di kayu, menghitam terbakar.
Santo mengangkat lampu. Sesuatu bergerak di langit-langit.
Cakar.
Muncul begitu saja. Menyerang cepat.
Lampu terjatuh. Kegelapan memeluk mereka.
Jeritan Santi menggema.
Tapi anehnya… tak ada luka.
Hanya bau hangus… dan suara berbisik:
> “Satu telah dipilih… yang lain akan menunggu…”
---
Di bawah, Gendis menatap ke arah langit-langit sambil bergumam:
> “Sekarang mereka tahu, siapa yang harus dibawa.”
(Bersambung ke bab 5)
Puisi
DALAM GELAP BAYANG TERIKAT
(Jakaria)
Dalam gelap bayang terikat
Terdengar jerit yang tersendat
Langkah sunyi menjejak sesat
Hati pun gentar tak sempat semat
Cahaya sirna oleh niat
Jiwa menggigil dalam sekat
Bayangan hitam penuh laknat
Menghantui malam yang pekat
Darah menetes tanpa syarat
Mimpi berubah jadi laknat
Doa tak sampai meski sempat
Terjebak dalam duka yang padat
Santo dan Santi terus melarat
Di rumah tua penuh penat
Di antara waktu yang menyayat
Cinta pun diuji hingga kiamat
Bogor, 2 Mei 2025
Quote
"Terkadang yang mengawasi bukanlah manusia, tapi sesuatu yang tak pernah ingin kau lihat dengan mata terbuka."
#HororIndonesia #SantoDanSanti #CakarDariLangit #RumahTerlarang #NyaiRanti #CeritaMalam #MisteriLoteng
