7. Siksaan (2)
"Gue harus gimana, Bang?" tanya Rere.
"Buka dulu makanya!"
Rere akhirnya membukakan pintu untuk Dito. Namun, pintu itu tidak ia tutup kembali melainkan Rere biarkan terbuka.
"Sini, Re." Dito mendekat lalu memeluk Rere.
"Masih ada gue yang sayang sama lo," ucap Dito berbisik. Menyandarkan Rere di bahunya.
"Hmm, tetap jadi Bang Dito yang gue kenal ya." Rere tersenyum dalam pelukan Dito.
Rere merasa sangat hangat ketika dipeluk Dito, seolah Dito ini adalah pacarnya yang selalu ada. Namun, Rere sangat beruntung Tuhan mengirimkan Dito untuk menguatkannya di antara kekejaman mama dan adiknya.
"Besok papa pulang, kemungkinan dia sampai di bandara jam satu siang, kita jemput papa, ya." Rere mengangguk, ia sudah sangat rindu dengan papanya yang sudah seminggu pergi ke luar kota, sedangkan Rere di sini selalu tersiksa batin saat papanya tak ada.
***
Matahari telah menyongsong Ibu Kota. Rere yang masih berkutat dengan ponselnya mendengar panggilan dari Dito.
"Re ... mau ikut nggak? Cepat siap-siap!" suruh Dito dari luar kamar Rere.
"Iya Bang, gue tinggal ganti baju," ucap Rere.
Rere bergegas mengganti pakaiannya, lalu Rere dan Dito menjemput papanya di bandara, hanya mereka berdua yang menjemputnya.
Terlihat dari kejauhan, papa Rere datang menghampiri mereka. Rere dengan cepat memeluk erat papanya itu.
"Papa, Rere kangen ...," ucap Rere manja.
"Rere baik-baik aja, 'kan? Kok tumben banget manja sama papa?" tanya Rusli heran.
Rusli Pratama adalah nama papanya Rere. Sosok penyayang dan tak pernah pilih kasih terhadap ketiga anaknya.
"Rere jauh dari kata baik saat papa gak ada." Rere membatin.
"Gapapa, Pa. Rere cuma kangen aja sama Papa," ucap Rere disertai tawaan kecilnya.
Mereka bertiga kini melangkah untuk pulang ke rumah mereka.
Di mobil, Rere duduk sendirian di belakang, sedangkan Dito menyupir mobil ditemani papanya di sampingnya.
"Pa, Rere ini sebenarnya anak kandung mama bukan, sih?" tanya Rere seraya mendekatkan wajahnya di samping Dito dan papanya.
Pertanyaan Rere sontak membuat Dito dan Rusli kaget, mereka melirik Rere bersamaan.
"Kok kamu nanyanya gitu?"
"Rere bingung aja, kenapa mama selalu pilih kasih sama Gina," ucap Rere. Rusli dan Dito hanya diam tak menjawab.
Sesampainya mereka di rumah, mereka disambut oleh Karina, Gina dan beberapa tamu. Ada apa ini? Bukankah tidak ada acara resmi di keluarga Pratama?
"Ma, ini ada apa?" tanya Rere ragu.
"Ini adalah pak Fery Sanjaya dan ibu Anita, mereka berdua mau membicarakan hubungan anak mereka dengan anak mama," ucap Karina.
Rere hanya ber'oh. Mungkin maksud mamanya adalah untuk membicarakan hubungan Gina dan kak Rey yang sepertinya lebih dari teman. Gina juga terlihat sangat ceria saat mamanya mengucapkan itu. Namun, hanya orang tua Rey yang datang, entah ke mana perginya manusia yang satu ini.
"Ma, Pa, Rere ke kamar dulu ya," ucap Rere lalu meninggalkan mereka.
***
Semilir angin malam membuat udara sangat dingin, ditambah lagi dengan kamar Rere yang memakai AC.
Rere sedang asik berkutat dengan ponselnya, ia mendengar ada seseorang yang memanggil namanya, Rere bergegas turun ke lantai bawah untuk menemui asal suara itu.
"Ada apa, Ma?" tanya Rere pada mamanya.
"Re, ada yang mau mama dan papa bicarakan."
Deg.
Jantung Rere langsung berdegup kencang, ia takut mamanya akan macam-macam dengannya. Di sana hanya ada mereka bertiga.
"Papa kecewa sama kamu, Re, tapi papa juga bangga karena kamu berhasil mendapatkan nilai sepuluh untuk satu mata pelajaran. Namun, papa mau kamu berubah ke arah yang lebih baik, jangan nakal kayak gini, Re," ucap Rusli.
"Ma–maafin Rere, Pa ... Ma. Rere gak bisa kayak Gina dan bang Dito. Rere emang bodoh, Rere gak pantas ada di keluarga Pratama." Rere menahan air matanya.
"Re, mama mau yang terbaik buat kamu."
"Apa, Ma?"
"Minggu depan kamu harus nikah!"
