Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Siksaan (1)

"Apa ini, Re?! Sepuluh dari mana?! Kamu mau nipu mama?!"

Saat dilihat, nilai Rapor Rere :

Bahasa Inggris 10, alpa 10, izin 10, sakit 10.

Itu artinya, selama sebulan Rere tidak masuk sekolah dengan alasan yang beragam.

"Nipu dari mana, Ma? Rere gak bohong, nilai bahasa Inggris Rere sepuluh, itu paling besar di antara yang lain. Mama harusnya bersyukur Rere bisa maju sejauh ini!" Rere meninggikan suaranya.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Rere. Tangan Rere terulur memegang bekas tamparan dari ibunya ini. Sudah ia duga, ibunya pasti akan tetap seperti ini walaupun ia sudah berusaha.

"Ikut mama!" Kirana membentak, menarik lengan Rere menuju sebuah ruangan di ruang belakang.

"Ma, lepasin Rere. Rere mohon, hiks

...." Rere mengeluh karena tangannya ditarik kasar oleh ibunya sendiri.

"Lepas, Ma ...," lirih Rere.

"Pa, papa di mana? Rere pengin ada papa di sini, Rere gak kuat sendirian, papa cepat pulang, Rere gak ada yang melindungi," batin Rere seraya ingin berteriak histeris.

Karina membuka pintu ruangan itu dengan kasar, lalu mendorong tubuh Rere agar masuk ke dalam ruangan yang sudah menjadi gudang itu.

Karina mengunci pintu gudang itu. Sementara Rere menangis seraya mengetuk keras pintu gudang itu, memohon agar ibunya mau membukakan pintu untuknya.

"Ma, Rere mohon ... buka pintunya, hiks ... Rere takut, Mama jangan kayak gini sama Rere. Rere juga gak mau bodoh seperti ini, Rere udah berusaha, Ma," lirih Rere dibalik pintu itu.

"Kamu mama biarkan di sini agar merenung! Lusa, mama akan membuat keputusan buat kamu."

"Keputusan apa lagi, Ma? Belum puas Mama liat Rere tiap hari disiksa?! Berbeda dengan Gina dan bang Dito yang selalu mama sayang. Sebenarnya Rere ini anak Mama atau bukan, hah?!" Tangisan Rere tak bisa terbendung lagi, ia menumpahkan air matanya seraya berucap tadi.

"Maafin mama, Re. Ini belum saatnya kamu tahu," barin Karina.

Rere, kini harus merasakan pengapnya di dalam gudang, seramnya di ruangan tertutup itu dan kumuhnya gudang itu karena jarang dibersihkan.

Rere tertunduk mengeluh di balik pintu, seraya terus mengetuk pintu itu perlahan. Namun, tak ada sahutan dari Karina. Rere hanya bisa menangis tanpa ada yang menemaninya.

"Papa ... papa di mana?"

"Bang Dito, tolong gue, gue gak bisa seperti ini."

"Riz, temenin gue. Gue gak mau sendirian di sini, terlalu gelap bagi gue, hiks ...."

Batin Rere sangat ingin berteriak. Namun, ia sudah terbiasa seperti ini. Saat papanya sedang tidak ada, pasti mamanya akan selalu bersikap seperti itu terhadap Rere.

"Re, lo kuat, lo harus sabar." Rere hanya bisa menguatkan dirinya sendiri.

Tak lama, terdengar sebuah ketukan dari arah luar pintu itu, Rere yang sedang termenung sontak kaget dengan ketukan itu.

"Dek, lo gapapa, 'kan?" tanya seseorang dari arah luar.

"Bang Dito?! Bang, bantu gue Bang, gue gak mau di sini terus ... gue pengin keluar, Bang." Rere berteriak seraya mengetuk pintu itu.

"Kuncinya dipegang mama, gue gak bisa apa-apa."

Terlintas di pikiran Dito, ia kasihan dengan adiknya yang satu ini, selalu mendapatkan perlakuan tak baik dari mamanya. Dito me dapatkan sebuah ide untuk membebaskan Rere.

Brak!

Dito mendobrak pintu itu, sebelumnya ia meminta Rere agar menjauh dari pintu itu.

Dito menendang keras pintu itu. Setelah terbuka, Rere langsung menghampirinya untuk memeluknya erat.

"Makasih, Bang. Gue gak tahu bagaimana kalau gak ada lo," ucap Rere yang masih memeluk Dito.

"Mama lagi ada tamu, Re. Dia orang tua dari—"

"Kalian berdua, sedang apa kalian?!" tegur Gina, alhasil ucapan Dito terpotong.

Rere mendekat ke arah Gina dan ....

Plak!

Rere menampar kasar pipi Gina. Gina yang mendapat perlakuan itu melotot tajam ke arah Rere seraya memegang sebelah pipinya dengan kedua tangannya.

"Apa, mau protes?! Gimana rasanya? Sakit?" Gina hanya bisa mengendus kesal dengan perlakuan Rere.

"Re, gak boleh gitu! Bagaimanapun Gina tetap adik kita, lo gak boleh sakitin dia," ucap Dito.

"Selama ini gue udah cukup sabar, Gin. Lo tahu gak kenapa gue bisa kayak sekarang?! Gue cape dikekang terus sama mama, gue cape lo selalu mendapat perlakuan baik dari mama. Sedangkan gue? Gue selalu menerima siksaan dari mama karena aduan lo itu. Itu yang namanya adik? Membiarkan kakaknya menderita karena hal kecil?" Rere kini berdecak pinggang, sedangkan Gina hanya menatapnya malas.

Rere berlari menuju kamarnya, disusul oleh Dito yang tak mau terjadi sesuatu terhadap Rere.

"Re, buka Re! Jangan kayak gini," ucap Dito karena pintu kamar Rere terkunci.

"Mau apa, Bang? Mau sakitin gue juga? Gue lebih baik mati daripada gue setiap hari menerima perlakuan seperti ini," ucap Rere disela tangisannya.

"Rere yang gue kenal itu kuat, tomboy dan gak pernah nangis. Jangan kayak gini, Re," ucap Dito.

"Gue harus gimana, Bang?" tanya Rere.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel