Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Diusir

Tok ... tok ... tok ....

Seseorang mengetuk pintu kamar Rere, dia adalah Dito, satu-satunya orang yang bisa menenangkan Rere saat kesedihan sedang mendominasi.

"Mau apa lo, Bang? Mau ikut nyalahin gue juga?" desis Rere tanpa mengubah posisinya yang sedang memeluk bantal.

"Dek ... gue tanya sama lo, apa pernah selama ini gue ikut nyalahin lo? Bukankah gue yang selalu ada buat lo saat mereka menilai lo jelek?" ucap Dito.

Rere membuka pintu kamarnya, setelah Dito masuk, Rere menutup kembali pintu itu dengan keras.

"Nangis lo? Cengeng banget sih adik gue," ucap Dito seraya halus rambut Rere.

"Tuh 'kan malah ngeledek."

"Ya aneh aja, gue kira lo gak bisa nangis, lo 'kan cewek jadi-jadian ... ups," celetuk Dito asal.

"Bang, ish! Gini-gini gue juga cewek, pada dasarnya cewek juga mau seperti kehidupan normal pada orang lain tanpa ada masalah dalam hidupnya, apalagi keluarganya." Rere mendekatan dirinya pada Dito, lalu ia menidurkan kepalanya di bahu Dito.

"Bang, jangan berubah ya, walaupun nanti kita sama-sama punya pasangan, gue gak tahu kalau bukan sama lo sama siapa lagi gue harus mengadu," ucap Rere.

Mereka berdua memang selalu seperti ini, kadang meributkan sesuatu yang tak penting. Namun, dalam diri mereka berdua juga menyimpan sikap penyayang yang sangat besar, itulah yang membuat Rere lebih nyaman dengan abangnya daripada dengan Fariz ataupun pria lain yang dekat dengannya.

Sahabat lelaki Rere tak kalah penyayang. Namun, mereka hanya sekadar ingin tahu, bukan peduli dengan apa yang Rere rasakan seperti yang dilakukan Dito.

"Kalau ada masalah, cerita! Jangan dipendam sendiri," ucap Dito.

"I–iya Bang, ini emang salah gue kok."

"Beberapa hari lagi akan ada pembagian rapor, lo harus buktikan ke mama, kalau lo juga bisa sukses dengan cara lo, gue yakin lo bisa," ujar Dito.

"Gue emang bodoh, Bang, dan selamanya gue akan tetap bodoh." Rere berucap tanpa mengubah posisinya.

"Masih ada waktu, sebelum semuanya terlambat."

"Terlambat? Maksud lo?"

***

Malam ini, lagi-lagi Rere harus merasakan menjadi prioritas kesekian kalinya bagi Fariz, bukan karena hal lain, Fariz memang sibuk dengan dunianya sendiri sebagai ketua geng motor di salah satu komunitas geng motor. Tak jauh dari Fariz, Rere juga adalah salah satu mantan anggota geng motor. Namun, ia tak senakal Fariz, Rere hanya senang berkerumun di basecamp tempat ia dan beberapa sahabatnya berkumpul.

Rere tak tahan lagi dengan sikap Fariz, ia seolah bukan pacar Fariz, melainkan hanya sebuah pelampiasan saat Fariz sedang bosan.

Rere menghubungi sahabatnya lewat chating.

GENTA

(Geng Nakal Tapi Aman)

@Rere_ 19.00 WIB

Bisa kumpul di basecamp? Malam ini jam setengah delapan, gue tunggu, ada yang mau gue bahas.

@Indri 19.00 WIB

Oke Re, OTW.

@Danish 19.02 WIB

Gue udah di sini gan ....

@Malaaa

Siap

@SartiaPutra

Gue sama Danish udah di sini, kalian ke sini aja, gue tunggu.

Itulah sahabat Rere, peduli layaknya sahabat pada umumnya. Mungkin, di mata orang lain mereka bukanlah orang baik, tetapi bagi Rere orang baik itu tak penting, yang penting itu orang yang bisa membuatnya nyaman tanpa mengenal kejahatan. Yang terpenting, Rere yang tomboy ini terbebas dari pergaulan terlarang, ia hanya ingin menikmati masa remajanya dengan keinginannya.

Setelah jam setengah delapan, Rere bergegas mengambil jaketnya dan kunci motornya. Tak lupa, Rere izin terlebih dahulu. Namun, Rere tak mungkin izin pada mamanya, karena sudah tentu Rere tak akan mendapatkan izin.

Rere melihat Dito yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tamu dekat pintu, Rere menghampirinya seraya berjalan mengendap.

"Bang, gue mau ngomong," ucap Rere berbisik pada telinga Dito.

"Hah?! Ngomong apa sih, Re? Yang kenceng dong!" Dengan cepat Rere menutup mulut Dito, karena suaranya cukup keras.

Rere membawa Dito ke bawah tangga agar lebih leluasa berbicara.

"Bang, gue mau kumpul sama teman-teman, gue gak berani izin sama mama, tolong lo rahasiain ya," ucap Rere dengan nada lirihnya.

"Udah malam, Re. Kenapa gak besok aja?"

"Gak bisa, Bang. Harus malam ini juga."

"Yauda, nanti gue yang—"

"Sedang apa kalian?!" Suara itu sontak mengagetkan Rere dan Dito.

Rere dan Dito menoleh ke asal suara yang tak lain adalah suara mamanya. Rere terdiam kaku melihat kedatangan mamanya itu, ia belum siap jika harus berdebat lagi dengan mamanya.

"Ada apa ini? Mau ke mana kamu, Re?" ucap mama Rere dengan sorot tajam matanya.

"A–anu, Ma ... Rere mau–ah iya, Rere mau ke rumah Mala," ucap Rere berbohong.

"Benar itu, Dit?"

"Iya, Ma."

"Bohong! Kalian pasti berbohong, 'kan? Jujur sama mama, kamu mau kumpul sama teman-teman kamu yang gak bener itu, 'kan?!" Karina berteriak, membuat Rere hanya bisa menelan salavinanya.

"Ma, teman-teman Rere itu orang baik! Mama tuh yang gak bener, yang selalu nilai orang dari keburukannya saja."

"Jaga bicara kamu!"

"Kenapa, Ma? Rere salah? Rere cuma mau meminta keadilan dari Mama, apa Rere salah? Kenapa Rere selalu dipandang sebelah mata sama mama? Kenapa Rere dan teman-teman Rere hanya dipandang keburukannya? Kenapa, Ma? Kenapa, hah?!" Rere berdecak kesal, ia tak bisa lagi menahan unek-uneknya.

"Rere?! Siapa yang mengajarkan kamu berbicara seperti ini, hah?!"

"Rere juga punya otak, Ma."

"Pergi kamu! Pergi!!!" Karina menaikkan suaranya.

"Tanpa Mama suruh juga Rere akan pergi."

"Pergi! Jangan pernah kembali lagi!!" teriak Karina, membuat Rere dan Dito terbelalak kaget dengan perkataanya.

Bagaimana mungkin? Hanya karena kesalahan kecil ibunya tega mengusir anak remaja yang sedang butuh perhatian lebih.

Rere lari dari hadapan Dito dan Karina, disertai air matanya yang lolos dari sudut matanya.

Entah akan ke mana perginya Rere, ia hanya ingin menjauh dari rumah itu yang selalu membuat dirinya tak nyaman.

Dito yang melihat itu bergegas mengejar Rere. Namun, sampai di depan gerbang rumahnya Rere sudah tak terlihat, entah kemana perginya Rere bisa secepat ini.

Dito menghubungi Satria temannya Rere yang juga dekat dengan Dito, ia mengabarkan bahwa Rere hilang dan pergi entah ke mana.

@Aldito

Sat, Rere hilang. Gue gak tau dia ke mana, dia pergi dari rumah gara-gara perkataan mama, jadi gue mohon bantuannya lo sama temen-temen lo buat bantu cari Rere, ya. Kalau Rere ke situ kabarin gue.

@SatriaPutra

Hah?! Rere kenapa, Dit? Oke deh,

gue kabarin kalau Rere ke sini.

Semoga Rere cepat ketemu ya.

@Aldito

Oke, thanks.

Dito menaiki motonya, ia bergegas mencari Rere walaupun ia tak tahu akan ke mana tujuannya.

Hampir seluruh tempat terdekat di dekat rumahnya ia cari. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaan Rere di sana.

Terlintas di pikiran Dito, ada satu tempat yang belum sempat ia kunjungi, tempat yang sering Rere dan Dito datangi. Dan tempat itu kini menjadi tempat pelampiasan Rere ketika sedang dalam masalah, baik itu masalah keluarga ataupun masalah pribadi Rere.

Dito melajukan motornya dengan cepat, ia tak mau sesuatu hal terjadi pada Rere.

Sesampainya Dito di tempat itu, benar saja, terlihat ada seorang perempuan yang menyendiri di kursi dekat tepi danau yang ditemani sang rembulan dan hembusan angin malam. Tempat itu tak begitu ramai, sunyi dan sepi-lah yang Rere inginkan saat ini, tidak seperti biasa Rere selalu tampil dengan gelak tawanya.

"Re ...." Dito memanggilnya, perempuan itu pun menoleh lalu berdiri dan langsung memeluknya, ia pun membalasnya.

"Bang, hiks ...." Rere menangis dalam dekapan Dito.

"Sini, Re, duduk dulu." Dito dan Rere duduk di kursi itu.

"Bang, gue harus gimana? Mama udah kayak bukan mama gue, hiks ... gue udah gagal," lirih Rere.

"Re, jangan nangis hey! Ucapan mama jangan lo masukkan ke dalam hati, tapi masukin ke otak agar bisa memotivasi lo untuk berubah lebih baik," ucap Dito halus.

"Tapi apa pun yang gue lakuin pasti salah di mata mama, Bang."

"Re, mau bagaimanapun dia itu tetap mama lo, dia sayang sama lo," ujar Dito.

"Emang mama sayang sama gue? Selama ini 'kan—"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel