Bab 5 | Upaya
Rakha yang sudah mulai bisa menguasai emosinya kemudian bangkit dari duduknya yang bersimpuh di lantai. Dengan mata yang sangat sembab, ia melangkah dengan gontai menghampiri istri tercintanya. Ia mencoba menguatkan sang istri atas apa yang terjadi saat ini bukanlah mimpi buruk, tetapi ini sungguh nyata. Secar tiba-tiba mereka harus menelan kenyataan yang begitu pahit.
"Sabar, sayang. Ikhlaskan anak kita," bisik Rakha lirih dengan bibir yang terlihat menahan getir.
"Tidak, Yah. Anak kita harus diselamatkan, dia masih hidup. Tadi ada yang membisikkan Bunda, bahwa kita harus menunggu. Setidaknya kurang dari 24 jam, maka Daffin akan kembali pada kita. Kita harus memasang kembali semua alatnya, Yah. Bunda mohon!" jawab May tetap pada pendiriannya dengan terus meyakinkan apa yang dia dengar saat dirinya pingsan tadi.
"Tidak ada orang yang berkata seperti itu, Bunda. Tadi itu suara Ayah yang memohon pada Yuda dan meminta kesempatan selama 24 jam lagi dengan memasangkan alat-alat ke tubuh Daffin, tapi itu tidak bisa. Dafiin sudah tiada, dia sudah pergi jauh. Bunda harus iklas," ucap Rakha panjang lebar dengan bersikap seolah dia tegar di hadapan sang istri dan terus berusaha menguatkannya agar menerima kenyataan.
"Tidak, itu bukan suara Ayah. Suaranya itu serak dan hanya berbisik. Dia bilang, kita harus membawa Daffin ke dokter Raihan. Kita harus mencari dimana dokter itu berada. Orang itu bilang, hanya dokter Raihan yang bisa membantu menyembuhkan anak kita," ungkap May terus meyakinkan Rakha, May yakin sekali akan ada mukjijat untuk anaknya.
Sementara dokter Yuda dan kedua polisi yang berada disana saling memandang dengan tatapan kebingungan.
"Bukankah dokter Raihan itu adalah salah satu dokter ternama di Jakarta sebagai dokter spesialis jantung, ya?" gumam salah satu polisi yang sejak tadi hanya diam.
"Iya, benar," jawab polisi yang satunya lagi membenarkan sambil menganggukan kepalanya. Rakha sangat antusias saat mendengar percakapan dua polisi tersebut. Kemudian Rakha menimpali, "Kalau memang benar adanya, lalu dimana dokter Raihan ditugaskan?"
"Dia bertugas di Rumah Sakit Hermina. Rumah Sakit ibu dan anak yang berada tak jauh dari Rumah Sakit ini," jawab dokter Yuda lirih dan sedih. Wajah dokter Yuda terlihat sendu dan merasa prihatin pada pasangan muda yang sedang ditimpa musibah ini. Bukan .. bukan karena dia takut tersaingi. Karena jelas antara dokter Yuda dan dokter Raihan berbeda gelar kedokteran di jalur dan penanganan yang berbeda.
"Kalau begitu, sekarang juga kita harus memindahkan anakku kesana," ucap Rakha dengan sangat antusias, kemudian berusaha menggendong tubuh Daffin -bayi mungilnya.
"Tunggu, pak Rakha! Anda tidak boleh gegabah. Ini melanggar hukum!" cegah salah satu polisi yang langsung menghampiri dan menahan tubuh bayi mungil tersebut dari rengkuhan ayahnya.
"Aku tak peduli ini melanggar hukum atau tidak, yang aku pedulikan sekarang adalah keselamatan anakku," geram Rakha, emosinya kembali naik karena dihalangi saat dia hendak menggendong anaknya.
"Jangan gegabah, Rakha! Kamu bisa masuk penjara karena telah mempertahankan jasad untuk tetap hidup tanpa nyawa, dan tidak di kuburkan secara layak," sergah dokter Yuda mencoba untuk menyadarkan pikiran sahabatnya yang sudah kembali di kuasai emosi tersebut.
"Aku sudah bilang 'kan, aku tidak peduli, Yuda! Apakah menyelamatkan nyawa anak sendiri adalah sebuah kejahatan? Kamu saja tidak becus menolongnya. Maka, jangan pernah halangi aku untuk membawa anakku ke dokter lain. Jika aku melanggar hukum, jangan takut! Kamu dan Rumah Sakit ini tidak akan ada tuntutan apapun.
"Aku yang akan bertanggung jawab atas tindakanku sendiri. Hanya satu pintaku, Yuda .. ijinkan aku untuk membawa anakku ke dokter Raihan untuk menyelamatkan nyawanya. Sekali ini saja, beri aku kesempatan, Yuda," pungkas Rakka panjang lebar, dari kedua sudut matanya terlihat air bening yang terjun bebas.
Sementara Yuda hanya menggeleng pasrah melihat sikap sahabatnya yang tak terima akan takdir yang sedang dihadapinya.
"Aku yakin anakku masih hidup. Jadi tolong beri kami kesempatan, kami mohon!" sambung May lirih, kemudian besimpuh di lantai sambil mengatupkan kedua tangannya dan memohon pada siapapun yang berada disana.
Ketiga suster yang berada di ruangan itu pun terlihat menahan isak tangis. Mereka seakan merasakan kepedihan sepasang orang tua yang kehilangan anaknya itu.
May terus berlutut di lantai dan berharap akan ada salah satu diantara mereka yang mengijinkan dia untuk membawa anaknya ke dokter Raihan sesuai petunjuk yang May dapat. Entah apa alasannya sampai Daffin harus dibawa ke dokter Raihan, May pun tidak mengerti. Dia hanya ingin diberi kesempatan supaya anaknya kembali. Namun suasana masih hening, tak ada yang menjawab ataupun menyetujuinya.
Melihat semua hanya bergeming, Rakha semakin gusar. Tanpa menunggu persetujuan, dia lalu mengangkat tubuh mungil anaknya secara paksa ke dalam dekapannya. Kemudian Rakha berlari menerobos orang-orang yang ada di ruang ICU tersebut, dan langsung melesat keluar ruangan yang di ikuti oleh istrinya. Mereka benar-benar sudah tidak mempedulikan apapun lagi. Tanpa menunggu lama, dokter Yuda, polisi, serta ketiga tetangga Rakha pun mengikuti kemana mereka pergi membawa jasad bayinya.
Sebelum dokter Yuda pergi meninggalkan ruangan, ia meminta perawat untuk menghubungi pihak kebersihan Rumah Sakit untuk membereskan ruang ICU yang sebagian porak poranda akibat amukan Rakha. Dokter Yuda pun berpesan bahwa seluruh biaya kerusakan dan perbaikan akan di tanggung olehnya sendiri.
Sambil berlari menuju parkiran, salah satu diantara mereka ada yang teringat bahwa mereka harus menghubungi keluarga besar Rakha dan May.
Sementara Rakha yang sudah sampai di parkiran terlebih dahulu, langsung menyerahkan jasad anaknya pada May untuk menggantikannya menggendong. Dia bersikukuh akan membawa mobil sendiri dan menyuruh sopirnya bergabung dengan para tetangga. Namun karena saking paniknya, Rakha dan May lupa memberikan kabar pada keluarga besarnya.
Akhirnya para tetangga pun bertemu dengan pak Jumadi -sopir Rakha- yang sedang kebingungan karena dia ditinggalkan bosnya. Pak Jumadi bingung dengan apa yang terjadi pada bosnya. Dia belum mengetahui secara pasti, karena tadi ia hanya menyusul bosnya yang secara mendadak meninggalkan kantor yang saat itu sedang meeting. Bahkan Rakha membawa mobilnya sendiri tanpa diantar sang supir.
Akhirnya pak Jumadi mengikutinya dengan naik ojek. Namun dia kehilangan jejak saat membayar ojek dan tidak tahu ke ruangan mana ia harus masuk. Karena sesungguhnya dia pun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada bosnya itu.
Salah satu tetangga berinisiatif meminjam ponsel milik pak Jumadi untuk menghubungi keluarga besar Rakha dan May, karena memang dia tahu persis kronologinya.
Setelah selesai menghubungi pihak keluarga Rakha dan May, pak Jumadi dan para tetangga pun ikut di mobil dokter Yuda yang juga mengikuti pergerakan Rakha. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan sahabatnya. Dia takut nanti Rakha hilang kendali lagi jika harapannya sia-sia. Di belakangnya, kedua polisi itu pun masih terus mengikuti untuk memastikan agar tidak terjadi sesuatu yang akan semakin memperparah keadaan.
Sesampainya di Rumah Sakit Hermina -yang mana jaraknya tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit Mitra Keluarga- Rakha dan May langsung menuju pusat informasi. Mereka menolak saran dari para perawat untuk membawa Daffin ke ruang ICU, karena mereka melihat kondisi sang bayi sangat menghawatirkan. Namun Rakha menolak, dia ingin langsung mencari dokter yang bernama Raihan di Rumah Sakit tersebut.
Awalnya sempat ada sedikit perdebatan dengan perawat yang khawatir saat melihat tubuh mungil Daffin terkulai dan sedikit kaku dalam gendongan sang ibu. Mereka belum mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dan lagi-lagi Rakha tersulut emosi. Dia menggertak perawat itu agar mau menunjukan dimana ruangan dokter Raihan yang sedang dia cari.
Di waktu yang tepat, dokter Yuda pun sampai di Rumah Sakit tersebut dan langsung menghampiri Rakha dan mencoba membujuk perawat itu agar mau mengikuti permintaan Rakha. Dengan perasaan takut dan bingung karena ada polisi juga disana, perawat itu pun membawa Rakha dan yang lainnya menuju ke ruangan dokter Raihan.
Sesampainya di ruangan yang dimaksud, yang diperbolehkan masuk hanya Rakha, May dan dokter Yuda. Itupun atas persetujuan dokter Raihan karena merasa sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi.
Dokter Raihan langsung meminta penjelasan pada dokter Yuda, tapi Rakha dan May tidak mengijinkan Yuda untuk menjelaskan semuanya. Mereka terus memaksa agar dokter Raihan segera membantunya.
Dengan sejuta tanya, dokter Raihan merasa curiga dengan bayi dalam gendongan ibunya yang terlihat membiru dan agak kaku. Belum lagi ada polisi di luar ruangan.
"Ada apa ini sebenarnya?" batin dokter Raihan keheranan. Namun akhirnya, dokter Raihan meminta agar bayi itu diletakan di atas brankar untuk di periksa terlebih dahulu, dan untuk memastikan apa yang harus ia tindak lanjuti pada pasiennya.
Setelah di periksa, Dokter Raihan sangat terkejut karena kecurigaannya itu ternyata benar. Pasien mungilnya sudah tidak ada denyut nadinya. Bahkan tubuh bayi mungil tersebut terlihat sedikit bengkak dan membiru seolah penuh dengan cairan.
Kemudian Dokter Raihan melirik pada dokter Yuda dengan tatapan menyelidik meminta penjelasan, dan langsung dianggukan oleh dokter Yuda bahwa itu memang benar.
Tatapan dokter Raihan beralih pada Rakha dan May, kemudian kembali menatap tajam ke arah dokter Yuda, seolah terus menuntut penjelasan secara detail. Namun dokter Yuda hanya membisu sambil terus menatap netra dokter Raihan dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Tolong selamatkan anak kami, Dok. Kami mohon, bantulah kami!" lirih Rakha memelas, yang kemudian di jawab dengan gelengan pelan oleh dokter Raihan.
"Maaf, Pak .. Bu, saya hanya seorang dokter dan bukan Tuhan yang bisa mengembalikan nyawa manusia. Saya minta maaf, saya tidak bisa membantu," jawab dokter Raihan dengan bersungguh-sungguh sambil mengatupkan kedua telapak tangannya sebagai permohonan maaf.
"Tidak, dokter pasti bisa. Saya mendapatkan bisikan dari seseorang, bahwa hanya dokter Raihan yang mampu mengembalikan anak saya. Saya mohon, Dok .. coba sekali saja! Saya minta waktu sampai besok pagi untuk menolong anak saya. Jika sampai besok pagi sudah tidak bisa lagi di tolong, maka saya akan menerimanya, dan mencoba untuk ihklas. Saya janji," pinta May dengan suara getir. Air matanya terus mengalir seakan tak pernah kering sejak tadi.
Dokter Raihan kembali hanya menggeleng pelan, tetapi tiba-tiba telinganya menangkap sebuah suara yang entah berasal darimana. Suara itu sangat jelas sekali terdengar.
"Pasang kembali semua alat medis yang kau punya pada tubuh anak itu, Raihan! Apa kau tidak ingat? Kau masih punya hutang janji yang belum kau lunasi padaku. Saat inilah waktu yang tepat untuk kau menepati janjimu dulu padaku, Raihan!" Dokter Raihan tersentak saat mendengar suara itu. Suara laki-laki dengan nada berat, serak, dan bergetar terdengar sangat jelas di telinganya. Mata dokter Raihan menatap satu persatu orang-orang yang ada di ruangannya, tapi dia yakin bahwa suara itu bukan berasal dari Rakha ataupun dokter Yuda yang sedang berada dihadapannya. Lalu, suara siapa itu?
Bersambung ....
