BAB 6 | Tak Ada Pilihan
***
"Cepat tolong anak itu, Raihan!"
Suara misterius tanpa wujud itu kembali menggema di telinga dokter Raihan.
"Astaghfirullah, siapa yang berbicara tadi?" gumam hati dokter Raihan yang terlihat gelisah. Raut wajah paniknya tak bisa ia sembunyikan lagi.
"Anda baik-baik saja, Dok?" tanya dokter Yuda yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik dokter Raihan yang mendadak terlihat aneh. Wajahnya gelisah tak menentu, dan terlihat ada keringat sebesar biji jagung yang menetes dari wajah dokter Raihan yang sudah tak lagi muda.
"Dokter Raihan .. anda baik-baik saja, 'kan?" Kembali dokter Yuda bertanya karena dokter Raihan tak menjawab pertanyaannya tadi. Kali ini dokter Yuda mendekati dokter Raihan yang masih terlihat sangat panik. Kemudian dia menepuk pundak dokter Raihan dengan perlahan, tapi cukup membuat dokter Raihan terperanjat.
"Ah ... anu. Sa ... saya ... saya baik-baik saja," jawab dokter Raihan gugup dan dengan suara yang terbata-bata.
"Ingat janjimu, Raihan!" Suara misterius itu kembali terdengar di telinga dokter Raihan, kemudian dia langsung menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya. Bibirnya terus bergetar melantunkan istighfar tiada henti, karena ia yakin suara laki-laki itu hanya dia sendiri yang bisa mendengarnya.
Keadaan dokter Raihan yang tiba-tiba terlihat ketakutan membuat semua yang berada di ruangan itu merasa aneh dan heran.
Dalam situasi yang sangat membingungkan itu, tiba-tiba May menghampiri dokter Raihan. Dia memohon dengan sangat memelas dan berucap, "Dokter, kami mohon bantulah anak kami. Selamatkan anak kami, Dok. Percaya atau tidak .. tadi saat saya pingsan, saya mendengar suara laki-laki berbisik di telinga saya. Dia bilang bahwa anak saya belum mati, lalu dia meminta untuk membawa anak saya kesini, karena hanya dokter Raihan yang bisa menyelamatkan anak saya. Itulah sebabnya kenapa kami memohon sekali pada dokter untuk bersedia menolong anak kami!"
Deg ...
Jantung dokter Raihan seakan berhenti berdetak setelah mendengar penjelasan dari May. Batinnya berkecamuk merasa heran dan semakin kebingungan.
"Kenapa bisa sama persis dengan apa yang aku dengar tadi?" batin dokter Raihan dengan wajah yang semakin pucat pasi.
"Apa yang harus aku lakukan, Tuhan?" jerit batin dokter Raihan yang semakin kalut. Ia merasa sangat aneh dan tidak yakin bahwa dirinya bisa mengembalikan nyawa manusia yang sudah tiada.
"Tak ada pilihan lain, Raihan. Cepat lakukan!!!"
Suara misterius itu kembali menggema di gendang telinga dokter Raihan, tapi kali ini suaranya terdengar sangat marah dengan disertai geraman. Sesaat dokter Raihan memejamkan matanya, berharap dia bisa menenangkan diri. Namun yang terjadi sungguh diluar dugaannya.
Flaaashhhh ...
Sekilas, sebuah bayangan mengerikan dari masa lalu melintas dalam benak dokter Raihan.
"Astagfirullah Al'adzim!" ucapnya tersentak, kedua tangannya mengusap wajahnya dengan sangat gusar.
"Apa yang terjadi, Dokter?" tanya Rakha dengan keheranan. Sementara dokter Raihan hanya menggeleng dengan pelan. Sepertinya dia mulai mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
"Saya bersedia membantu anak anda, pak Rakha," lirih dokter Raihan dengan wajah tertunduk.
Mendengar kesanggupan dari dokter Raihan, sontak saja membuat pasangan suami istri itu bahagia dan sangat bersyukur. Mereka merasa ada harapan baru akan kembalinya anak tercinta mereka.
Namun tidak dengan dokter Yuda dan perawat yang berada di ruangan itu. Mereka sangat kaget mendengar kesanggupan dokter Raihan, karena mereka begitu mengkhawatirkan nasib dinas dokter Raihan dan Rumah Sakit Hermina. Mereka takut akan mendapatkan masalah jika melakukan hal yang melanggar hukum, karena jelas-jelas bayi itu sudah tak bernyawa.
Kemudian dokter Yuda pun mencoba mencegahnya dan berkata, "Jangan bercanda, dokter Raihan!" Namun, Lagi-lagi dokter Raihan hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan. Pandangannya terlihat nanar dan kosong menatap ke meja kerjanya.
Beberapa saat kemudian ...
"Suster, tolong segera siapkan semua alat Oxygen dan antar ke ruangan saya! Saya akan merawat bayi mungil ini disini. Satu hal lagi ... jangan memberitahukan hal ini pada siapapun diluar sana, ya!" perintah dokter Raihan pada susternya tanpa menolehkan pandangannya sedikitpun.
"Tapi, Dokter ..." seru suster yang kalimatnya langsung terpotong oleh gerakan tangan dokter Raihan, seakan memberi tanda bahwa tidak ada yang boleh membantah keputusannya.
"Segera laksanakan perintah saya, suster! Jangan banyak membantah!" titah dokter Raihan lagi dengan suara bergetar. Tanpa berani bicara lagi, suster itu pun langsung berlalu untuk mengambil semua alat yang diminta oleh dokter Raihan.
"Ini sangat beresiko, Dokter," ungkap dokter Yuda mengingatkan, tapi tetap saja dokter Raihan hanya menggeleng pasrah.
"Saya akan mempertanggungjawabkan semuanya. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Saya hanya akan berusaha .. selebihnya saya serahkan sepenuhnya pada sang pemilik kehidupan," lirih dokter Raihan dengan posisi yang masih sama seperti tadi -menatap nanar meja di hadapannya.
Hal ini lah yang membuat dokter Yuda merasa aneh sekaligus iba. Dia merasa bahwa dokter Raihan sedang mengalami sebuah tekanan yang begitu berat.
"Tidak, Dok. Semua akan menjadi tanggung jawab saya sebagai orang tua korban. Tugas anda hanya membantu menyelamatkannya," ucap Rakha tegas, karena ia merasa yakin bahwa anaknya akan kembali hidup dan kembali pada pangkuannya.
"Baiklah kalau begitu. Saya akan mencoba semampu saya, tentunya tak luput dari dukungan kalian semua. Saya harap, kalian bersedia membantu saya dengan doa," titah dokter Raihan dengan nada pasrah yang kemudian bangkit dari duduknya, karena suster telah kembali ke ruangannya dengan beberapa perawat laki-laki yang membawa alat-alat oxygen.
Dokter Raihan tidak menyuruh May dan Rakha untuk menunggu diluar. Ia hanya meminta pada mereka untuk menjaga jarak supaya tidak mengganggu ataupun menghalangi proses pemasangan alat medis ke tubuh korban. Dengan cekatan, dokter Raihan yang juga di bantu oleh dokter Yuda langsung memasang kabel dan selang oxygen, serta komputer pendeteksi jantung pada tubuh bayi mungil yang sudah terbujur kaku.
Satu kali .. dua kali .. sampai tiga kali alat setrum jantung di tempelkan ke dada Daffin, tapi tetap tidak ada reaksi apapun. Ke empat perawat yang membantunya merasa heran, tapi tak ada satupun yang berani membantah atasannya.
"Ya Allah .. beri kesempatan sekali lagi pada anakku untuk hidup. Tolong beri kesempatan padaku sekali lagi untuk menjaganya. Aku mohon, ya Allah! Aku bernazar, jika anakku Engkau beri kesempatan untuk hidup lagi .. maka aku akan memotong rambutku hingga botak. Kemudian aku akan menggunakan hijab sesuai dengan perintah-Mu. Aku janji .." rintih May dalam hati memohon pada Illahi Robbi.
Sementara itu, Rakha keluar ruangan untuk memberi kabar pada para tetangganya yang sejak tadi setia menunggunya. Bahkan kini keluarga besar Rakha dan May pun sudah berkumpul di ruang tunggu. Begitu melihat Rakha, mereka langsung menghampirinya dan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Dengan sangat antusias, Rakha menjelaskan bahwa dokter Raihan bersedia untuk menolong anaknya. Tentu saja ini menjadi sebuah harapan bagi keluarga besarnya.
Setelah itu, Rakha meminta pada para tetangganya untung pulang, karena dia merasa kasihan dan tidak enak. Rakha berfikir, mereka pasti kelelahan setelah membantu dalam penyelamatan anaknya hingga mengikutinya sampai ke Rumah Sakit. Para tetangga pun mengiyakan, kemudian mereka pamit dan berjanji akan kembali esok hari dengan harapan Daffin bisa kembali hidup. Kemudian, Rakha lalu menandatangani surat ijin atas tindakan yang akan dilakukan dokter Raihan dan team pada anaknya. Surat itu berisi tentang pertanggungjawaban sepenuhnya atas resiko yang akan dihadapi tanpa menuntut ataupun menyalahkan team dokter Raihan dan Rumah Sakit karena memang dia lah yang memohon.
Setelah menandatanganinya, kemudian surat itu Rakha berikan pada polisi yang sejak tadi berjaga. Bahkan Rakha meminta kedua polisi tersebut untuk tetap berjaga sampai besok pagi setelah jam perjanjiannya usai. Rakha sengaja meminta bantuan pada polisi itu untuk mengawasi dan memastikan bahwa apapun yang terjadi esok hari, tidak akan ada pihak Rumah Sakit yang akan dia salahkan, terutama dokter Raihan.
Bersambung ...
