BAB 4 | Ratapan Orang Tua
***
Teriakan May menggema di setiap penjuru ruang ICU. Sontak membuat para tetangga yang sejak tadi setia menunggu pun ikut menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut. Bahkan dokter Yuda pun ikut berlari sebab suster memanggil namanya karena May jatuh pingsan.
"Apa yang kamu lakukan terhadap anakku, Yuda? Mengapa kamu tidak berani menjawab pertanyaanku dan istriku?" tanya Rakha dengan penuh emosi sambil menunjuk dokter Yuda yang sedang berusaha menangani May yang tengah pingsan dalam dekapannya.
"Maafkan aku, Rakha. Aku sudah berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan anak kalian, tapi Tuhan berkehendak lain," jawab dokter Yuda lirih. Di ujung matanya ada butiran bening yang menggenang dan siap terjun bebas. Terlihat dengan jelas gurat penyesalan di wajah dokter Yuda.
Buuuggghhh ...
Sebuah tinju mendarat di wajah tampannya dokter Yuda, hingga membuatnya terjerembab ke belakang dan hidungnya mengeluarkan darah akibat bogem mentah dari Rakha yang merupakan sahabat terbaiknya. Ya Rakha dan Dokter Yuda memang sudah bersahabat sejak kecil. Mereka menimba ilmu bersama meski impian keduanya berbeda. Namun meski begitu, mereka tetap saling membantu dan selalu memberikan support untuk impian mereka masing-masing.
Itu lah sebabnya disaat Yuda sudah menjadi dokter ternama, dan Rakha menjadi pebisnis yang sukses, keduanya sama-sama saling menguntungkan. Rakha menyuntikan saham di Rumah Sakit tempat Yuda bekerja, dan Yuda pun menjadi dokter pribadi keluarga besar Rangga Nathaprawira secara intens.
*
Yuda tersungkur di lantai, dan pasrah menerima hantaman bogem mentah dari Rakha yang membabi buta. Sebelum akhirnya para tetangganya bersusah payah mencoba melerai amukan Rakha yang bak hujan deras terhadap dokter Yuda. Sepertinya Rakha tidak terima atas apa yang terjadi pada anaknya yang ia temukan telah terbujur kaku tertutup kain putih sehingga membuat istrinya jatuh pingsan.
"Kamu ini dokter macam apa, Yuda? Kenapa kamu tidak becus menyelamatkan anakku? Bukankah kamu tahu, aku dan May sudah menantikan kehadirannya selama tujuh tahun, dan kini kamu gagal menyelamatkannya!" geram Rakha yang terus meronta ingin lepas dari cengkraman para tetangganya. Bahkan security pun ikut membantu menghalangi amukan Rakha terhadap Dokter Yuda.
"Lepaskan dia! Biarkan Rakha membunhku jika itu bisa membuatnya puas dan membuat bayi mungilnya hidup kembali. Aku pasrah .. aku memang tidak becus menyelamatkan malaikat kecilnya. Aku juga sudah berusaha semampuku, tapi yang memiliki kehidupan dan kesembuhan hanya Tuhan .. bukan aku, dan Tuhan menginginkan anaknya kembali ke sisi-Nya. Ayo bunh aku Rakha!" lirih Yuda sambil terduduk bertopang kedua lututnya dengan kepala menunduk penuh penyesalan.
"Pembohong! Anakku belum mati .. dia masih hidup. Aku mohon .. pasangkan kembali selang oksigennya! Berapapun biayanya akan aku bayar, asalkan anakku kembali hidup. Anakku belum mati Yuda! Akan aku bun*h siapapun yang mengatakan kalau anak sematawayangku telah mati. Aaarrkkhhh ...!"
Rakha terus meronta ingin lepas dari cengkraman orang-orang yang terus memeganginya. Hingga akhirnya mereka kewalahan, dan Rakha pun terlepas.
Bruuuaaakkk ...
Rakha hilang kendali, tapi kali ini bukan Yuda yang menjadi sasarannya, melainkan meja dokter milik ruang ICU yang ambruk di hantam oleh Rakha.
"Sabar, pak Rakha! Istighfar, Pak! Jangan sampai kesedihanmu membutakan hatimu dan lupa pada sang Maha Kuasa. Istighfar, Pak!" ucap pak Andi -pria berkumis yang juga salah satu tetangganya Rakha- mencoba menenangkannya.
Dalam kondisi yang sangat kacau, dua orang polisi tiba-tiba masuk ke dalam ruangan untuk mencari saksi dan meminta keterangan atas kejadian yang menimpa May dan putranya. Tiga orang tetangga itu pun bersedia menjadi saksi, meski mereka tidak tahu siapa pengguna sepeda ugal-ugalan tersebut. Namun mereka melihat kejadian itu dan ingat tentang ciri-ciri orang tersebut.
"Temukan orang itu secepatnya! Akan aku bun*h dia tanpa ampun, karena dia telah menyebabkan anakku menderita!" dengus Rakha yang masih dikuasai amarahnya, bahkan semakin menjadi saat teringat penyebab utama dari tragedi itu.
"Tenang, pak Rakha. Serahkan semuanya pada pihak yang berwajib. Kami berjanji akan segera menangkapnya!" jawab salah satu polisi tersebut mencoba menenangkan Rakha.
"Pokoknya dia harus dib*nuh. Jangan biarkan dia hidup!" seru Rakha pada polisi tersebut, bola matanya memerah menandakan puncak amarahnya sudah di ubun-ubun.
Melihat kondisi Rakha yang sedang dikuasai amarah, Yuda mendekat dan memeluk Rakha dengan erat, lalu membisikan sesuatu dengan lirih di telinga Rakha, "Tenang, kawan. Istighfar .. kamu harus terima kenyataan pahit ini. Relakan kepergian anakmu!"
"Tidak! Anakku belum mati, Yuda .. belum mati. Sekali lagi kamu bilang anakku sudah mati, akan aku bunuh kamu Yuda dan siapapun orang yang menyebutkan anakku sudah mati," bentak Rakha sambil meronta dalam dekapan dokter Yuda yang kian erat memeluknya.
"Bunuh lah aku Rakha! Ayo bunuh! Tapi percuma juga jika kamu membun*hku, anakmu tidak akan kembali hidup, kecuali atas keajaiban Allah," seru dokter Yuda pada Rakha yang tidak bisa mengendalikan emosinya.
Semua yang ada di dalam ruangan itu hanya diam membisu menyaksikan dua sahabat yang berpelukan dalam pilu bercampur emosi. Mereka mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Rakha .. semua pun tahu bahwa Rakha orang yang sangat baik. Dia tidak akan mungkin melakukan hal sekeji itu pada siapapun seperti ancamannya tadi. Jangankan membunh manusia, membunh semut pun bisa dibilang tidak pernah ia lakukan, kecuali tak sengaja.
Yuda terus mendekap tubuh Rakha sambil membisikan asma Allah di telinganya, berharap sahabatnya itu bisa mengontrol emosi dan kembali berserah diri pada Tuhan, serta menerima apapun yang sudah menjadi kehendak-Nya.
Usaha Yuda pun membuahkan hasil. Perlahan tubuh Rakha mulai melemah. Dia lalu ambruk di pojok ruangan yang sebagian sudah porakporanda. Tangisnya kembali pecah dalam pelukan sahabatnya. Sampai akhirnya, suara istighfar terdengar dari mulut Rakha yang bergetar. Dokter Yuda kemudian mulai melepaskan Rakha dari dekapannya.
"Selamatkan anakku, Yuda. Aku mohon! Cobalah sekali lagi untuk menyelamatkan anakku. Aku mohon, Yuda!" ratap Rakha memohon dengan pilu pada sahabatnya, tangannya menggenggam erat kedua tangan Yuda.
Dengan lemah Yuda menggeleng, menandakan ketidakberdayaan dia untuk mengambil kembali nyawa yang sudah tidak ada.
"Aku mohon kabulkan permintaanku, Yuda! Aku yakin anakku belum mati. Tolong beri pertolongan lagi pada anakku .. tolong beri oksigen lagi pada hidung mungil jagoanku! Aku mohon, Yuda! Aku akan bayar berapapun biayanya, asalkan rasa penasaranku sudah terobati. Kasih aku waktu sehari lagi saja untuk memasang semua alat bantu pada tubuh anakku, aku mohon!" Berkali-kali Rakha memohon dalam rintihnya pada dokter Yuda.
Sementara dokter Yuda merasa dilema. Antara merasa kasihan pada Rakha dan ingin membantunya, tapi Yuda takut dirinya ataupun rumah sakit akan mendapatkan sanksi karena telah melanggar aturan memasang alat bantu pernapasan pada orang yang sudah tiada.
Dia melirik polisi yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan Yuda penuh arti, seakan meminta pendapat dari polisi itu. Akan tetapi polisi itu menggeleng pelan, menandakan bahwa tindakan itu salah dan tidak disetujui oleh hukum, karena Yuda akan mencoba mengawetkan seseorang yang sudah tak bernyawa secara sengaja.
Suasana dalam ruangan itu kembali pilu, semuanya menangis seakan mereka ikut merasakan penderitaan Rakha -seseorang yang telah lama menantikan sang buah hati- sekalinya diberi kepercayaan, tapi hanya sebentar memilikinya.
Dalam situasi yang membingungkan itu, tiba-tiba May terbangun dari pingsannya, kemudian kembali berteriak histeris seraya menghambur dan memeluk tubuh anaknya yang sudah terbujur kaku.
"Anakku masih hidup! Tolong bantu dia supaya bisa kembali bernafas! Dia masih hidup .. tolong percaya padaku!" rintih May dengan pilu, tapi semua hanya bergeming memandang dengan iba padanya. Baju di tubuhnya sudah mengering, padahal suhu udara di dalam ruangan tidaklah panas karena ber-AC.
"Percayalah .. anakku masih hidup, Dokter!"
Bersambung ...
