Chapter 5
"Apa yang kau temukan ?" Ucap Alden dengan menatap anak buahnya yang berdiri tepat di depan mejanya.
Wajah kusut terlihat jelas di wajahnya. Kelelahan tentu saja. Jasper baru saja terbang dari Singapore menuju London dan langsung menghampirinya ke perusahaan untuk menyampaikan sesuatu.
Anak buahnya ini sangat tau jika Alden paling benci dengan keterlambatan. Jadi Jasper memilih untuk langsung menghadapnya.
"Shaila Delova Danilda. Nona Shaila menghapus namanya menjadi dua kata saja semenjak memilih tinggal di London" ucap Jasper dan Alden menganggukkan kepalanya.
"Kurasa bukan tanpa sebab Shaila mengganti namanya. Tentu saja Mikael sudah menduga jika akan ada yang balas dendam"
"Apakah Anda membenci Nona Shaila, Tuan ?" Pertanyaan Jasper membuat Alden terdiam dan memikirkan sesuatu.
Sebelum Alden menegakkan tubuhnya dan mengetukkan tangannya di meja kerjanya.
"Tidak. Shaila tidak mengetahui ini semua. Kurasa ia seharusnya tidak bisa ikut andil dalam semua ini. Tapi ini adalah cara satu-satunya untuk balas dendam Jasper. Ini jalan satu-satunya" ucap Alden dan Jasper hanya terlihat diam saja
"Kau harus tau sekental apa rasa benciku pada Mikael. Seharusnya ia mati. Tetapi lebih menyenangkan jika pria itu merasakan apa yang kurasakan juga. Itu caraku untuk membalas dendam"
Alden terdiam menatap figura kecil berisikan Alden dan juga perempuan manis dengan dress selututnya.
Evelyn.
"Alden... Alden... Oh aku merindukanmu" ucap Evelyn dengan senyuman merekahnya menyapa adik kesayangannya yang berbeda dua tahun dari usianya.
Alden yang berumur 16 tahun hanya mendengus ketika tangan Evelyn mencubit dan menggoyangkan lengannya penuh semangat.
Evelyn berusia 18 tahun terlihat cantik dengan kaos serta celana Jogger pants yang digunakannya. Jam menunjukkan pukul 4 sore dan itu adalah jam dimana Evelyn baru saja pulang dari sekolah.
"Kau ingin makan apa ? Kau ingin kumasakkan ?" Tanya Evelyn dan Alden hanya meliriknya.
"Terserah" jawab Alden pelan.
Bukan karena ia membenci kakaknya. Hanya saja Alden memang cenderung pendiam daripada Evelyn yang penuh semangat.
Kakak perempuannya itu selalu penuh semangat dalam hal apapun
"Kau terlalu cuek, sangat menyebalkan" ucap Evelyn dan beranjak pergi dari sofa.
Alden menolehkan kepalanya dan menatap kakaknya yang menghilang di balik lorong menuju dapur.
Masih dengan ponselnya Alden beranjak dari sofa dan mengikuti Evelyn menuju dapur.
Kepergian orang tuanya membuat Alden hanya berdua bersama Evelyn. Dengan harta berlimpah yang di miliki mereka. Tetapi baik Evelyn di dan Alden belum bisa mengklaim warisan jika belum menginjak umur yang ditentukan.
Alden tidak memikirkan hal itu. Baginya uang bukan segalanya. Dulu kedua orang tuanya bekerja dengan keras dan melupakan memiliki anak yang masih butuh perhatian.
Semua harta ini memang milik keluarganya tetapi Alden sama sekali tidak pernah memiliki kasih sayang. Bukankah sangat ironis ?
Sekarang kekayaan kedua orang tuanya di kelola oleh Nicole dan beberapa anak buah kepercayaannya hingga Evelyn ataupun Alden siap menerimanya.
Evelyn menolehkan kepalanya ketika menyadari kehadiran Alden. Kakak perempuannya itu tertawa pelan sebelum mengambil pasta dari kabinet dapur.
"Lihat, adik kecilku yang menyayangiku" ucap Evelyn dan Alden hanya mendengus melanjutkan game di ponselnya.
"Nicole mengatakan kau meminta uang dalam jumlah besar" ucap Alden dan Evelyn terlihat menghentikan kegiatannya.
Alden hanya melirik sejenak dan kembali fokus pada ponselnya. Umpatan pelan terdengar dari Evelyn.
"Nicole benar-benar berpihak denganmu rupanya. Ya ya aku meminta uang, untuk bersenang-senang dengan temanku"
"Lagipula akukan tidak pernah meminta untuk apapun. Sesekali bolehlah" ucap Evelyn dengan mengedikkan bahunya santai.
Alden hanya diam saja tak mengatakan apapun. Alden cukup tau jika kakaknya itu sedang merasa gugup. Seharusnya jika sikap gugupnya tidak di tunjukkan.
Alden sama sekali tidak menduga apapun. Tetapi kakaknya itu terlihat sekali sedang gugup dan membuat Alden sedikit penasaran.
"Terserah, asal sisakan untukku" ucap Alden enteng dan Evelyn tertawa.
"Sialan sekali! Kau menegurku karena takut miskin eh ?"
*-*-*
Derap langkah pelan membuat Alden yang awalnya sedang menikmati pizza yang di pesannya menoleh. Menemukan sosok kakaknya yang terlihat melintasi ruang tengah dengan mengendap-endap.
Alden melirikkan matanya ke arah jam di dinding dan menemukan jam menunjukkan pukul 2 pagi. Kemana kakaknya akan pergi selarut ini ?
Alden menaruh sisa pizza-nya ke dalam kotak dan mengikuti langkah kaki Evelyn yang sudah cukup jauh di depannya.
Rumah begitu gelap dan Alden memang sama sekali tidak ada niatan untuk menyalakannya. Jadi ia makan dalam kegelapan.
Hal tersebut sepertinya yang membuat Evelyn tak menyadari kehadirannya. Alden mendengar deru mobil yang berhenti di depan halaman rumah mereka.
Dari jendela Alden dapat melihat kakaknya masuk ke dalam mobil yang baru saja datang. Sosok pria terlihat di dalam mobil tersebut dengan kemeja kusutnya.
Tetapi wajahnya tidak seberapa jelas dari posisi Alden saat ini.
Mereka berdua terlihat berciuman sejenak sebelum mobil melaju. Alden melakukan gerakan ingin muntah melihat hal tersebut.
Melihat gerbang rumah sudah tertutup. Alden memilih beranjak dan keluar dari rumah. Berjalan menuju gerbang rumah yang tinggi.
Tiga penjaga yang menjaga gerbang hari ini langsung keluar dari pos dan terlihat kaget dengan kedatangan Alden. Mereka bertiga saling melirik sebelum berdiri berhadapan dengan Alden.
"Kalian tentu tau kemana Evelyn pergi" ucap Alden yang membuat mereka bertiga menunduk.
"Aku butuh penjelasan bukan hanya sikap diam kalian" ulang Alden lagi.
Walaupun usianya masih 16 tahun tetapi Alden ditakuti oleh semua anak buah di rumah ini. Alden tipikal pendiam tetapi sedikit mematikan. Itu yang pernah di dengar dari salah satu pelayan yang sedang berbicara di dapur.
Padahal Alden tidak melakukan apapun yang menunjukkan pada mereka jika Alden berbahaya. Tetapi Alden tidak peduli. Memang seharusnya mereka takut padanya.
"Kami tidak tau kemana Nona Evelyn pergi" ucap salah satu di antara mereka dengan masih menundukkan tubuhnya.
"Lalu kenapa kalian membukakan gerbang ? Kurasa ini bukan hanya sekali" ucap Alden yang sukses membuat ketiga orang itu bergetar takut.
"Maaf, Tuan. Kami minta maaf" sergah penjaga itu cepat.
"Jika terjadi sesuatu dengan Evelyn apa kalian yang akan bertanggung jawab ?" Ucap Alden yang membuat ketiga penjaga itu langsung mendongakkan kepalanya.
"Tuan..."
Alden menghela napas dan mengangkat tangannya. Sepertinya percuma saja memarahi mereka. Lagipula mereka hanya melakukan apa yang disuruh oleh kakaknya.
"Kuharap besok tidak akan terjadi lagi. Katakan padaku jika Evelyn meminta kalian membuka gerbang untuk pria itu" Alden berbalik kembali ke rumah meninggalkan ketiga penjaga tersebut.
*-*-*
Suara pintu terbuka membuat Alden menolehkan kepalanya dan menemukan Evelyn masuk ke kamarnya dengan wajah cemberutnya.
"Kau menyuruh penjaga untuk tidak membukakan gerbang. Kau punya masalah apa denganku ?" ucap Evelyn langsung yang membuat Alden yang sedang membawa beberapa buku tebal memilih untuk menutupnya.
"Kita hanya berdua Evelyn. Aku hanya tidak ingin kau kenapa-kenapa" ucap Alden langsung membuat Evelyn menghela napas.
Sebelum berjalan menuju ranjang Alden dan duduk di sampingnya. Evelyn menatapnya sebelum menghela napas berat lagi.
"Dia kekasihku. Aku ingin mengatakan padamu. Tetapi kurasa kau tidak akan setuju" ucap Evelyn.
"Tentu saja dia tidak baik. Tidak ada pria baik yang mengajak perempuan untuk keluar malam-malam begini"
Mungkin ini adalah kalimat terpanjang yang pernah dikatakan Alden pada kakaknya ini. Terlihat jelas jika Evelyn juga kaget dan terlihat bersalah.
Alden tidak pernah mengomentari apapun yang dilakukan Evelyn. Jika sampai Alden berkomentar tentu saja Alden tidak cocok dengan apa yang dilakukan Evelyn.
Mereka seakan tertukar. Alden bersikap layaknya seorang kakak bagi Evelyn bukan malah sebaliknya.
"Dia pria yang baik, Alden. Kurasa kau akan cocok dengannya" ucap Evelyn lagi dengan nada membujuk pada Alden.
Alden hanya diam dan kembali membuka bukunya. Evelyn berdecak dan memukul paha Alden dengan gemas.
"Kau tidak boleh memandang orang sebelah mata. Bahkan ketika kau belum mengenalnya. Semua orang tidak selalu jahat Alden" ucap Evelyn dan Alden menghela napas pelan.
"Kau mencintainya ?" Pertanyaan Alden sukses membuat Alden terdiam dan terlihat salting.
"Ya, aku mencintainya"
*-*-*
"Mr. Floyd" panggilan seseorang membuat Alden terkejut dan menatap Jasper yang berdiri di depannya dengan wajah bingungnya.
Di tangannya terlihat memegang ponsel yang terlihat masih menyala. Alden terlalu tenggelam dengan kilasan masa lalunya.
Masa lalu yang mungkin tidak akan pernah dilupakan untuknya.
"Saya mendapat kabar jika Tuan Lucas berada di kediaman Anda" lapor Jasper yang membuat Alden mengerjapkan matanya beberapa kali
Sebelum umpatan keluar dari mulutnya. Ketika memahami apa yang dikatakan oleh Jasper.
"Sialan! Siapkan mobilku"
*-*-*
