Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 4

Suara pintu terbuka membuat Shaila langsung menatap kearah pintu. Ia kira adalah sosok pelayan yang membawakan trolly makanan untuknya.

Tetapi Shaila salah. Ternyata itu sosok pria yang menjadi dalang penculikannya. Shaila mengernyitkan keningnya ketika melupakan siapa nama pria yang ditemani ya semalaman.

"Kudengar kau mengigit salah satu anak buahku" ucap Alden yang membuat Shaila mendengus.

Anak buah Alden melepaskan kaki dan tangan Shaila dari ikatannya. Sebelumnya mereka melepaskan lakban yang merekat di bibirnya.

Shaila sudah memohon untuk diantarkan pulang tetapi mereka hanya diam saja. Saling melirik dan enggan mengatakannya apapun.

Padahal wajah Shaila sudah sembab dan rasa takut menyerangnya. Tetapi dua pria itu tidak ada yang mau mengerti dan memilih meninggalkannya.

Ketika mereka berusaha menutup pintu Shaila melancarkan aksinya dengan menahannya. Mereka terlihat kaget dan berusaha untuk menahannya juga.

Shaila cukup tau mereka ingin bertindak kasar tetapi mereka juga tidak berani. Hal tersebut membuatnya semakin semangat dan memilih untuk terus memberontak.

Hingga akhirnya tangan salah satu anak buah Alden mendorong Shaila untuk masuk. Merasa akan kalah Shaila kesal dan memilih mengigit tangan pria tersebut.

Pria itu mengerang kesakitan semakin menarik cepat agar tertutup. Shaila cukup puas melakukannya dan yakin jika gigitannya akan meninggalkan bekas.

"Kenapa ? Kau juga ingin kugigit ?" Ucap Shaila langsung dan Alden hanya tersenyum sebelum menutup pintu dan menguncinya.

"Jangan membuatnya sulit, aku tidak akan menyakitimu yang kubutuhkan kau melahirkan anak untukku" ucap Alden melangkahkan kakinya mendekat.

Berdiri tepat di ranjang yang sejak tadi diduduki oleh Shaila. Tatapan permusuhan dilayangkan Shaila pada Alden. Namun tatapannya tak berarti apapun bagi Alden.

Pria itu terlihat biasa saja atau bahkan menatapnya dengan tatapan gelinya ketika Shaila melayangkan permusuhan.

"Aku tak Sudi mengandung anakmu" ucap Shaila langsung.

"Oh memang siapa yang mengatur ? Jika aku terus membuangkan benihku padamu. Kau akan mengandung Shaila, kau bahkan menikmati sentuhan ku" ucap Alden dengan senyuman kemenangannya.

Wajah Shaila memerah antara marah dan malu sendiri membayangkan apa yang sudah dilakukannya.

Shaila cukup ingat tentang apa yang mereka lalui semalaman. Bahkan Shaila tidak mampu mengatakan apapun ketika tangan-tangan terampil Alden menyentuhnya.

Tetapi Shaila yakin ia tidak akan mau melakukannya lagi. Ia tidak ingin mengandung. Umurnya masih mudah bahkan dirinya belum menemukan pekerjaan yang benar.

Sekarang ia malah dijebak oleh temannya sendiri. Bukankah sangat menyedihkan hidupnya. Di jebak oleh teman yang kau anggap seperti saudaramu sendiri.

"Aku tidak akan mengijinkanmu menyentuhku" ucap Shaila tajam.

Alden tersenyum remeh ketika mendengar ucapan sinis Shaila. Alden kira jika Shaila merupakan gadis manis yang pendiam.

Bahkan ketika mereka having sex Shaila lebih banyak diam dan pasrah akan sentuhannya. Alden cukup yakin jika perempuan ini akan mudah tunduk dengan sentuhannya.

Galaknya hanya di bibir saja

"Aku tidak perlu ijinmu" ucap Alden dengan mendekatkan diri pada Shaila.

Shaila yang merasakan dering alarm bahaya langsung bersiap dan ingin berlari menjauh kala Alden terlihat mendekat.

Tetapi nyatanya Alden lebih dahulu menyadarinya dan bergerak cepat. Dengan tangkas Alden memegang kaki Shaila yang bebas.

Shaila langsung menjerit keras dan meronta-ronta. Tetapi nyatanya tenaganya tidak sebanding dengan tubuh Alden yang dengan cepat menahan gerakan Shaila.

Air mata terlihat menggenang di mata Shaila dengan rontaannya yang semakin cepat.

"Brengsek! Aku tidak mau" teriak Shaila kala Alden dengan mudah membalikkan badannya dan menahan kedua kakinya.

"Kau yang membangkitkan pikiran kotorku, Shaila" Alden tersenyum dan mengeluarkan benda mengkilap dari saku celananya.

Tubuh Shaila meremang melihat borgol yang dikeluarkan oleh Alden. Pria ini benar-benar serius dengan ucapannya dan Shaila sama sekali tidak menyukai gagasan itu.

Alden mendekatkan tubuhnya pada Shaila dan membisikkan sesuatu seperti ancaman dan janji menjadi satu.

"Kau akan baik-baik saja denganmu, Shaila. Hanya aku yang bisa menyakiti dan melindungimu"

*-*-*

Shaila terlihat bergelung dengan nyaman dalam tidurnya. Jam menunjukkan pukul empat pagi. Sejak satu jam yang lalu Alden sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.

Kedua tangan Shaila dan kakinya masih terikat dengan erat di tempatnya. Wajah Shaila benar-benar terlihat polos ketika tidur. Sangat berbeda dengan apa yang tadi di lihat oleh Alden.

Alden menegakkan tubuhnya dan menarik selimut Shaila hingga ke leher Shaila. Supaya perempuan itu merasa nyaman dan hangat.

Mungkin besok pagi Alden akan memanggil pelayan perempuan untuk menyiapkan baju untuk Shaila. Besok pagi Alden harus kembali ke kantor. Ada pekerjaannya yang harus di selesaikan.

Mungkin para pelayan akan membicarakannya secara terus menerus setelah ini karena berani membawa perempuan untuk tinggal. Menempatkan di kamar khusus yang ada di lantai bawah.

Alden tidak terlalu peduli dengan apa yang akan mereka ucapan. Lagipula Alden tidak bergantung dengan mereka. Malah sebaliknya mereka yang membutuhkan Alden.

Tidak perlu membebani pikirannya dengan hal yang tidak penting.

Alden menarik turun tangan Shaila yang terangkat di atas. Menarik lepas ikatan yang sudah di buatnya. Alden dapat melihat bekas merah di kulit putih Shaila.

Dengan perlahan Alden mengusapnya dan membenarkan posisinya agar Shaila bisa tidur nyaman. Setelah memastikan Shaila tidak terganggu. Dengan cekatan Alden membuka borgol yang di bawanya tadi.

Alden sendiri sepertinya mulai merasa ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia sama sekali tidak pernah menyentuh barang-barang seperti borgol.

Tetapi pikiran kotornya benar-benar merealisasikan apa yang dipikirkannya sejak kemarin. Shaila benar-benar mempengaruhi tubuhnya begitu besar.

Entah pertanda baik atau buruk membiarkan perempuan mungil ini mempengaruhinya.

Alden terdiam menatap perut Shaila yang terlihat rata. Dengan perlahan Alden menempatkan tangannya di atas perut Shaila yang rata.

Merasakan tarikan napas lembut Shaila. Perempuan itu tertidur dengan lelap dan nyaman.

Alden tersenyum membayangkan jika anaknya akan tumbuh di sana. Usia Shaila cukup matang untuk mengandung anaknya.

Shaila tidak perlu tau apa yang akan dilakukannya pada anak yang akan dikandung Shaila nantinya. Alden bertekad untuk mendapatkan anak secepat mungkin.

Dering ponsel membuat Alden menoleh dan segera mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Membawa ponsel tersebut menjauh menuju sofa ujung ruangan.

Mengangkatnya dan menempatkannya di telinganya sendiri. Memberikan jawaban pada orang di seberang sana

"Saya sudah menemukan semua data yang Anda inginkan. Saya rasa Nona Shaila cocok dengan apa yang Anda maksudkan"

Alden menatap Shaila yang bergerak sebentar sebelum kembali tidur dengan tenang. Diam dan memikirkan sesuatu yang berkecamuk di pikirannya.

"Lalu seperti apa hasil tes yang kau bawa dari sempel Shaila ?"

"Nona Shaila sehat dan peluang untuk hamil juga besar. Saat ini anak buah saya sedang mencari keberadaan target yang Anda maksud"

"Pantau terus apa yang kuperintahkan. Setelah Shaila di nyatakan mengandung kuharap kalian sudah memiliki hasilnya"

"Tentu, Mr. Floyd"

Alden menurunkan ponselnya dan tersenyum kecil menatap sosok Shaila. Katakan jika ia jahat atau apapun. Hanya saja Alden yakin akan sebuah karma.

Ini saatnya Alden membalas apa yang menjadi lukanya sejak lama. Tidak ada yang salah membalaskan dendam yang sudah di simpannya.

Tuhan begitu adil padanya. Tuhan mempertemukan Alden dengan Shaila saat Alden berada di atas awan. Mampu memperbudak segalanya dengan uang.

Begitupun memperbudak Shaila. Perempuan itu membutuhkan uang dan memilih menjual diri. Sepertinya Alden harus banyak berterima kasih pada Tuhan karena memberikan Shaila hidup yang sengsara dan mempertemukan dengannya.

Bagi Alden ini mungkin sebuah keberuntungan. Tetapi mungkin ini kesengsaraan bagi Shaila.

Sepertinya Shaila akan menyalahkan Tuhan karena kesialan yang di dapatkannya.

Lahir di keluarga yang salah

Alden tertawa pelan dan memilih beranjak dari posisinya. Alden melangkah menuju pintu kamar dengan hanya menggunakan celana piyama serta membawa borgol yang masih di pegangnya sejak tadi.

*-*-*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel