Chapter 3
"Tunggu kau akan bawa aku kemana ?" Ucap Shaila ketika kedua tangannya terikat dan dua orang membopongnya.
Melewati lobby Club yang terlihat kosong dan tak ada orang satupun di sana. Mungkin karena ini memang siang hari dan mereka semua lelah bekerja hingga pagi.
"Kurasa aku tidak berpikir perlu melakban mulutmu. Tetapi jika kau terus mengoceh mungkin anak buahku bisa melakbanmu" ucap Alden dengan wajah datarnya dan Shaila shock setengah mati.
Bagaimana bisa pria ini menatapnya seakan Shaila terlalu berlebihan. Di ikat dan dibawa begitu saja. Apakah responnya berlebihan.
Demi tuhan pria ini sangat menyebalkan!
"Oh tunggu! Aku hanya menjual diriku semalam! Bukannya menjual diriku padamu. Tunggu dulu!" Jerit Shaila ketika dimasukkan ke dalam mobil dengan ukuran besar.
Kerasnya suara Shaila membuat dua orang yang membopongnya terlihat mengernyitkan keningnya tetapi tidak mengatakan apapun dan hanya menempatkannya di salah satu kursi.
"Kita akan bicara saat kita sampai. Kuharap kau bisa menjaga sikapmu jika tidak ingin anak buahku benar-benar melakbanmu" ucap Alden saat pria itu berdiri di luar mobil.
Belum sempat Shaila mengomel lagi. Pintu mobil sudah tertutup dan mobil yang mengangkutnya melaju.
*-*-*
Alden memasuki rumahnya ketika menemukan dua laki-laki berdiri di hadapannya. Dua orang tersebut terlihat menundukkan tubuhnya sebentar sebelum kembali tegak.
"Bagaimana ?" Tanya Alden dengan menatap jam yang melingkar di tangannya.
"Semua transaksi sudah dibereskan. Pihak Club menyetujui dengan nominal yang Anda tawarkan" ucap Nicole dengan wajah wajah kakunya ketika menjelaskan.
Suara mobil berhenti membuat Alden membalikkan badannya dan menemukan mobil yang membawa sosok perempuan galak itu telah sampai.
Alden kembali menghadap Nicole yang masih sigap berdiri di depannya saat ini. Ia merupakan tangan kanan Alden selama ini.
"Bagus, kuharap tidak akan ada masalah ke depannya. Kalian bisa pergi" ucapan Alden bertepatan dengan kedua anak buahnya mengangkat perempuan yang terlihat terikat dengan mulut yang tertutup rapat.
Pelototan terlihat jelas dari kedua mata indah milik Shaila. Perempuan itu bahkan terlihat sangat galak dengan mulut yang tertutup.
Alden tersenyum kecil memikirkan tanggapannya tentang perempuan mungil yang jelas saja membuatnya puas semalam.
Sangat menarik.
"Maaf, Mr. Floyd. Kami terpaksa melakbannya karena Nona Shaila tidak berhenti berteriak" ucap anak buahnya dengan tatapan takut.
Berbanding terbalik dengan wajah Alden yang terlihat geli menatap Shaila yang sudah terlihat pasrah.
Belum lagi rambut Shaila terlihat acak-acakan. Secara tidak langsung menunjukkan sisa-sisa percintaan mereka semalam.
Tubuh Alden bereaksi hanya dengan membayangkan malam yang sudah mereka lalui bersama. Sialan! Bagaimana bisa perempuan ini memberikan efek yang sangat besar hanya karena berdiri dengan rambut acak-acakan.
"Tidak masalah. Perempuan ini memang ganas. Kalian bisa membawanya menuju ruang kerjaku" Alden membalikkan badannya berlawanan dengan ruang kerja yang dimaksudnya.
Shaila memberontakkan tubuhnya ketika tubuhnya di angkat kembali oleh kedua pria bertubuh besar itu.
Gumaman dan makian tertahan di mulutnya karena lakban yang membungkus mulutnya dengan erat. Shaila menjerit bagaikan orang gila sama di jalan..
Berharap jika mobil-mobil lain yang berlalu lalang di sekitarnya akan mendengarnya dan membantunya.
Tetapi itu hanyalah harapan kosong. Nyatanya tidak ada satupun yang mendengar. Sialnya lagi pria bertubuh besar itu malah memberikan lakban di mulutnya.
Mengunci semua alat geraknya. Bahkan tak hanya tangannya saja yang terikat. Tetapi kedua kakinya juga sudah di ikat dan membuat Shaila layaknya boneka patung.
Sebenarnya Shaila merasa begitu ketakutan. Bohong jika ia mengatakan tidak merasa takut di bawa oleh pria asing yang tak dikenalnya.
Walaupun seharusnya mereka tidak bisa dikatakan orang asing karena sudah menghabiskan malam yang panas berdua.
Jelas saja semalam mereka tidak layaknya orang asing. Bahkan Shaila tidak menampik jika ia merasa seperti ehm... Cocok
Entahlah Shaila tidak tau itu hanya perasaannya saja ataupun apa. Ia tidak bisa memastikan karena ini adalah pengalaman pertamanya.
Pria itu pertama baginya.
Wajah Shaila semakin terasa memanas ketika membayangkan. Shaila! Sadarlah kau sedang di culik dan kau malah mengikuti pikiran mesummu itu.
Pintu depannya dibuka dan Shaila masih dengan tubuh yang diangkat dimasukkan ke dalam ruangan.
Ruangan mewah dengan meja kokoh dari bahan jati. Dengan perlahan mereka berdua menempatkan Shaila di kursi empuk yang langsung berhadapan dengan meja kerja tersebut.
Tak perlu di tanya ini ruangan siapa. Shaila tadi dapat mendengar perintah dari Mr. Floyd untuk membawanya keruangan kerjanya. Tentu saja ini ruang kerja pria itu.
Dua orang yang membawanya memilih untuk pergi dan meninggalkannya di ruangan ini. Hingga suara langkah kaki mendekat dan sosok Mr. Floyd hadir.
Pria itu sudah berganti pakaian menggunakan kemeja putih yang terlihat membungkus rapih tubuh berototnya.
Ya ya otot yang sudah dijelajahi Shaila semalam. Hush! Pergilah peri mesum!
"Jadi bagaimana ? Kau mau mendengarkanku ?" Ucap Alden dan langsung dibalas gelengan cepat oleh Shaila
Di sini Shaila ingin kebebasan bukan mendengarkan ocehan tidak masuk akal pria di hadapannya.
Shaila mengangkat ikatan tangannya yang membuat Alden terkekeh melihatnya. Sebelum beranjak dari tempatnya dengan tangan terulur.
"Aku akan melepaskan lakban tetapi kuharap kau tenang"
Shaila mengernyitkan keningnya ketika mendengar nada otoriter pria itu. Tetapi Shaila tidak mampu membantahnya dan mengangguk kecil.
Tangan Alden terulur dan menarik lepas lakban yang sejak tadi menempel di bibir Shaila.
"Leganya" ucap Shaila pelan tetapi dapat di dengar oleh Alden yang berada di depannya.
"Dengar, Nona Shaila. Aku akan berbicara serius denganmu" mulai Alden tetapi Shaila sudah menggelengkan kepalanya dengan tegas
"Tunggu, alasan apa yang membuatmu menculikku ?" Serang Shaila langsung.
Alden tersenyum dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya yang terasa empuk dan lembut. Tipikal kursi mahal dengan kualitas premiumnya.
"Aku tidak menculikmu. Aku membelimu" ucap Alden ringan yang membuat Shaila melototkan matanya.
"Aku tidak diperjual belikan. Lagipula aku melakukannya untuk semalam. Bukan kau beli brengsek!" Ucap Shaila kesal dan bukannya terlihat tersinggung Alden hanya tersenyum.
"Kau pikir aku mengeluarkan uang 50.000 Dollar untuk semalam saja ? Kau terlalu polos mengikuti acara semalam. Kau tidak tau aturannya tapi bertekad ikut. Lucu sekali"
"Tunggu! Jangan katakan memang pernjanjian adalah di beli bukan untuk semalam" ucap Shaila pelan dan senyuman Alden semakin lebar.
"Kau gadis pintar" balas Alden.
Debar jantung Shaila berdetak dengan cepat. Kepalanya terasa pening mendengar kenyataan yang di dengarnya.
Grace tau pekerjaan ini dan perjanjiannya. Sahabatnya itu menjebaknya ? Menjualnya ? Rasa sesak terasa di dalam dadanya memikirkan hal itu.
Setega itukah Grace padanya ? Shaila di jual oleh temannya sendiri.
"Temanku menjebakku" bisik Shaila dengan nada suara yang terdengar begitu sedih.
Alden hanya diam menatap Shaila menilai. Untuk pertama kalinya ia merasakan getaran yang aneh hanya menatap gadis polos dengan rambut yang kusut.
Senyum kecil muncul di sudut bibirnya kala mengingat jika rambut itu sempat di belai dan di pegangnya semalam.
Oh jangan lupakan malam yang begitu dahsyat. Setelah sekian lama Alden melupakan rasa yang begitu memikat dan ia merasakannya lagi.
Shaila Delova. Jangan salahkan Alden jika segera menghubungi anak buahnya untuk mencari tau secara detail sosok perempuan di depannya.
Semuanya harus diketahuinya. Apapun tentang perempuan yang duduk dengan tangan terikat di depannya. Ingatkan Alden untuk mencoba gaya baru dengan tangan di ikat seperti itu.
Sangat seksi.
"Lepaskan aku dan ehm... Aku akan menjadi uang untuk menebus uangmu. Setengahnya karena akukan sudah melayani jadi ehm... Separuh milikku" ucap Shaila dengan bermaksud negosiasi.
50.000 dollar bukan apa-apa bagi Alden. Apalagi mendapatkan uangnya kembali dan melepaskan Shaila. Itu sangat tidak sebanding.
Lagipula sebenarnya Alden tidak hanya membayar 50.000 dollar saja. Ia harus merogoh kocek lebih besar lagi karena pihak Club dapat membaca jika Alden menginginkan Shaila
Jadi mereka dengan kurang ajarnya memintanya untuk membayar lebih. Alden tidak ambil pusing dan mengutus anak buahnya untuk segera mengurusnya. Semuanya beres.
"Aku tidak mengajakmu tawar menawar harga, Shaila. Aku hanya ingin menyampaikan jika kau milikku dan kurasa kau harus paham jika aku tidak berniat melepasmu"
Shaila menggelengkan kepalanya dan berusaha memundurkan kursi yang di dudukinya. Kepanikan terlihat jelas di matanya tetapi Alden mengabaikan hal itu.
"Aku tidak mau. Apa yang kau inginkan ? Apapun itu aku akan menurutinya asal kau melepaskanku" ucap Shaila cepat dan Alden tersenyum
"Lahirkan anak untukku setelah itu aku mungkin akan memikirkan akan melepasmu atau entahlah"
Wajah Shaila terlihat pucat dan bergerak cepat ingin meronta - ronta. Tak hanya itu tetapi kedua bola mata Shaila terlihat berkaca-kaca dan perempuan itu benar-benar panik.
"Brengsek! Aku tidak mau" teriak Shaila langsung dan Alden mengedikkan bahunya.
Alden beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati Shaila. Memegang lakban yang memang sejak tadi di pegangnya.
Shaila yang melihat hal itu langsung menggelengkan kepalanya dan berteriak membabi buta. Namun tangan dan kakinya yang terikat perempuan itu tidak bergerak lebih.
Gerakan Shaila yang terlalu cepat dan grasa grusu membuat kursi yang diduduki perempuan itu hampir jatuh. Tetapi dengan cepat Alden menahannya dengan tangan kokohnya.
"Jangan! Kau tidak bisa..." Ucapan Shaila tertahan ketika tangan Alden menutup mulut Shaila kembali menggunakan lakban.
Shaila terlihat menangis dan menggelengkan kepalanya dengan keras. Hal tersebut tak mengganggu sama sekali bagi Alden. Bahkan senyuman juga muncul di bibir Alden kala melihatnya.
"Kau hanya harus melahirkan anak untukku, Shaila. Anak yang sehat dan cerdas"
*-*-*
