Episode 9
''Apa-apaan, ini! Berani sentuh, Rafa kamu akan tau akibatnya!'' Reyhan menghempas kasar tangan Bela.
Risa tertegun melihat ke datangan, Reyhan yang tiba-tiba karena tadi sempat tak bisa menjemput Rafa katanya. Jadilah ia pulang sendiri.
''Bukan aku, Rey. Tapi perempuan ini yang sudah menghalangi, aku. Buat jemput, Rafa!'' Bela menatap tajam ke arah Risa.
''Kamu pikir, saya tidak tau?'' Reyhan menatap tajam ke arah Bela, melewati begitu saja. Mengendong Rafa dan satu tangannya yang bebas menggandeng Risa, menuju mobil.
Bela menatap tajam ke arah Risa berpikir, ia sebagai salah satu penghalang mendapatkan Reyhan kembali.
Suasana di dalam mobil terasa memanas, apalagi melihat sorot mata Reyhan yang tampak kilatan kemarahan, Risa hanya diam, bergeming. Untunglah ada Rafa yang membuatnya nyaman disaat seperti ini.
Risa tak mengerti kenapa Reyhan bisa terlihat semarah itu? Berbagai pertanyaan bersarang di kepala tapi tak berani bertanya, karena ia tau batasannya.
Jari jemari Reyhan mencengkram kuat setir kemudi, hingga buku-buku jarinya memutih. Tampak wajahnya menegang dan giginya bergemelatuk, menahan amarah.
'Bela sudah berani mulai menyerang Risa dan Rafa, Reyhan tak akan tinggal diam lagi karena ini sudah mulai melewati batas tak akan di biarkanya satu orang pun menyakiti keluarganya. Apalagi orang seperti Bela pasti akan kembali dengan segala rencanannya liciknya. Bersyukur dulu pertunangan mereka batal, membuatnya terbebas dari jerat Bela dan sekarang dengan seenaknya datang kembali. Apa-apan dia itu,' ucapnya dalam hati.
Jika bukan karena hutang budi, Reyhan pun tak akan pernah mau menjalin hubungan dengan wanita iblis seperti Bela. Dulu Indira--Ibu, Bela pernah mendonorkan darahnya untuk Susan saat mengalami kecelakaan lalulintas dan kehilangan banyak darah, kebetulan golongan darah Indira dan Susan sama. Silanya stok darah di rumah sakit habis. Jadilah, Indira melakukan kesepakatan perjanjian agar Reyhan mau bertunangan dengan Bela.
''Papah, kenapa? Kok diam telus. Kapan kita pulang?'' ucapan Rafa membuat Reyhan kembali ke alam bawah sadarnya. Urat-urat di wajah Reyhan seketika mengendur dan menampakkan senyum terbaiknya.
Reyhan tak ingin Rafa ketakutan saat melihat emosinya yang seperti akan meledak, mendengar nama Bela saja sudah membuat darahnya terasa mendidih.
''Iya, sayang ayo kita pulang.'' Suara Reyhan kembali melunak dan napasnya perlahan kembali teratur tatapannya menghangat, diusapanya pucuk kepala Rafa. Ekor matanya mencuri pandang menatap wajah Risa yang ternyata sedang menatapnya.
''Papah lafa boleh nggak, beli es klim dulu?''
''Boleh, tapi jangan banyak-banyak nanti giginya sakit.''
''Oke, Pah. Lafa mau esklim lasa coklat, lasa stobeli sama lasa vanila.''
''Itu banyak, Rafa.''
Risa terkikik geli, melihat interaksi Reyhan dan Rafa yang menurutnya lucu karena seakan ingin protes dengan bibir mengerucut. Seketika suasana di dalam mobil menghangat kembali.
''Buat Mbak Lisa satu, Papah satu, Lafa satu pas, 'kan?''
Reyhan geleng-geleng kepala melihat usaha Rafa yang tak menyerah. ''Pinter banget sih, ini. Siapa yang ngajarini. Mbak Risa, ya?
Risa menatap tak percaya, dengan ucapan Reyhan yang seperti meledeknya. Kenapa dia dibawa-bawa dasar seenaknya.
.
Mobil Reyhan berhenti di sebuah kedai es krim, mereka jalan bertiga bergandengan menuju Counter pemesanan. Memesan tiga cup es krim sesuai pesanan Rafa, setelah selesai melakukan pemesanan mereka mencari tempat duduk ternyaman dan mencari view yang indah.
Suasana begitu terik di kota Jakarta apalagi dijam-jam begini, panasnya terasa seperti membakar kulit. Untunglah kedai ini di disain sangat nyaman, jadi pengunjung merasa betah untuk berlama-lama berdiam, apalagi di lengkapi wifi gratis dan ada pengantar musik yang mengalun indah, mendayu-dayu.
''Papah, kata Bu Gulu minggu depan mau jalan-jalan jauh sama temen-temen, Papah bisa ikut,'kan nemenin Lafa?'' Dahi Reyhan bertaut, karena Risa belum memberi info apapun tentang kegiatan Rafa disekolah.
Sigap Risa membuka tasnya mencari surat pemberitahuan dari sekolah dan mengasongkannya pada Reyhan.
''Maaf, Pak ini,'' ucap Risa.
Reyhan membuka surat dengan wajah datar dan membaca isi surat di dalam amplop yang akan mengadakan gathering keluarga. Berkunjung ke kebun binatang, dan tempat wisata yang mengandung edukasi lainnya.
''Pasti dong, apa sih yang engga buat anak Papah yang ganteng ini. Sayang dulu dong Papanya.''
''Yeay ... asyik, aku sayang Papah.'' Rafa memeluk dan mendaratkan ciuman di pipi Reyhan.
Melihat interaksi antar Rafa dan Reyhan membuat hati Risa menghangat, membayangkan dirinya memiliki keluarga kecil yang utuh dan bahagia.
''Ada apa, Ris? kok ngelamun?'' tanya Reyhan yang sedari tadi memperhatikan Risa.
''Tidak apa-apa, Pak. Saya hanya rindu dengan keluarga saja,'' wajah Risa berubah murung memikirkan kondisi Ayahnya yang sedang sakit dan kedua adik-adiknya.
Reyhan menatap iba pada Risa yang merindukkan keluarganya, namun juga tak tau gimana cara untuk menghiburnya.
''Bagaimana kalo besok saya antar kamu bertemu dengan Ayah dan adik kamu?''
Pupil mata Risa melebar, mendengar ucapan Reyhan, ada rasa haru yang menyeruak, membuat matanya berkaca-kaca, senyum terkembang di bibir Risa. Tak menyangka ternyata Bosnya peduli padahal belum lama ini meminta ijin, sekarang ijin lagi.
''Kok malah nangis?'' tanya Reyhan lagi, dengan satu alis terangkat, merasa tak enak mungkin ada kata-katanya yang membuat Risa bersedih.
''Mb Lisa kenapa? Papah nakal,ya?
Cepat-cepat Risa menghapus air matanya yang lolos begitu saja, tanpa bisa dicegah. Ternyata merindukan seseorang bisa sesakit ini. Risa membayangkan bagaimana hidup Reyhan dan Rafa yang telah ditinggal Istri sekaligus Ibu dari anaknya.
''Mbak Lisa, nggak apa-apa, Raf. Tadi ada debu yang masuk ke mata.'' Risa berusaha tersenyum dan mengusap pipi Rafa.
Rafa Turun dari kursi dan memeluk Risa. Membuatnya hatinya menghangat, hidupnya terasa lebih baik sekarang seperti mengisi relung hatinya yang kosong.
''Ehhemm ... Papah juga mau di peluk.'' rajuk Reyhan tak mau kalah. Membuat Rafa bingung menoleh ke kanan dan ke kiri. Memilih antara Papahnya atau Risa.
Tak disangka justru Reyhan mendekat ke arah Risa dan Rafa memeluk mereka dalam satu rengkuhan, tampak seperti keluarga kecil yang bahagia.
Risa salah tingkah, berada di dekat Reyhan bingung dengan sikapnya sebentar baik sebentar ngeselin. Seperti bunglon mudah berubah-ubah, melihat sikapnya di kantor terkadang kesel sendiri.
''Bapak, kok bisa jemput, Rafa? Katanya sibuk tadi,'' tanya Risa setelah Reyhan kembali ke tempat duduknya.
''Feeling mungkin. Saya enggak tau apa yang akan Bela lakukan ke kamu, kalo saya enggak datang.''
''Saya bisa jaga diri sendiri.''
''Saya enggak khawatir sama, kamu. Saya hanya mengkhawatirkan, Rafa,'' sahut Reyhan menyantap es krimnya.
''Haish! Sifat nyebelinya kambuh, dasar bunglon,'' gumam Risa.
''Ngomong apa barusan? Saya masih bisa dengar, lho.''
.
Baru saja santai sejenak, meluruskan kaki di ranjang dan memijit pundaknya sendiri yang terasa pegal, suara ketukan pintu mau tidak mau membuatnya harus bangkit.
''Eh ... Rafa.'' Risa membungkuk badannya agar sejajar.
''Mbak Lisa aku mau belenang temenin, yuk?''
''Emang Rafa bisa berenang?''
''Bisa dong.'' Rafa menarik tangan Risa seperti tak sabar.
''Bisa dong, Mbak Lisa dulu di sekolah pernah juara lomba renang, lho.''
''Benelan? Ayo kita lomba, lenang?'' seru Rafa yang terlihat sangat antusias. Senyumnya tak pernah pudar dari wajahnya, pipinya yang bulat seperti bakpao membuat semakin gemas.
Reyhan yang tengah mengerjakan pekerjaan di kamarnya, terusik dan penasaran mendengar suara Rafa yang tertawa bersama seseorang, penasaran.
Reyhan menajamkan pendengaran, melangkahkan kaki menuju balkon kebetulan sumber suaranya berasal dari kolam renang yang berada dibawah kamarnya. Ternyata suara itu dari Rafa dan Risa yang sedang asyik berenang.
Reyhan meneguk salivanya, melihat kemolekan tubuh Risa yang basah, menampakkan lekuk tubuhnya yang putih mulus, dengan rambut lurus tergerai dan bibir yang merah alami. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal, normal man wajar kalo ia berpikiran liar.
Reyhan kembali mengenyahkan pikiran nya dan kembali fokus, melanjutkan pekerjaan karena banyak pekerjaan yang sudah menumpuk dikejar dead line. Meregangkan otot-otot punggungnya yang terasa pegal, tiba-tiba ia mendengar suara Rafa yang minta tolong. Gegas Reyhan bangkit berlari menuruni anak tangga dengan langkah lebar.
Reyhan melempar bajunya asal saat melihat Risa yang nyaris tenggelam dan membopong ke tepi ada kecemasan menghinggapi, Reyhan mendekatkan telinganya ke mulut Risa memastikan apakah masih bernapas atau tidak.
Reyhan merasakan denyut nadi Risa yang semakin melemah ia ingat saat sekolah dulu pernah di ajarkan penolong pertama pada orang yang tenggelam jika tidak bangun juga harus mencoba CPR dengan cara menekan dada sebanyak 30kali dalam waktu 20 detik. Kemudian memeriksa napas Risa dengan cara meletakkan jarinya di hidung. Risa terbatuk dan mengeluarkan air dari dalam mulutnya tapi napasnya terasa melemah
Reyhan merasa frustasi terlebih seperti tak ada orang di rumah dan Risa pun tak bereaksi, wajahnya terlihat semakin memucat.
''Ayo bangun, Risa?'' teriaknya
Mau tidak mau Reyhan harus memberikan napas buatan, jika sesuatu yang buruk bisa tambah runyam urusannya.
Reyhan mendongakkan kepala Risa mengangkat dagunya, menutup hidung Risa dan meniupkan udara melalui mulut.
Percobaan pertama belum sadarkan diri, Reyhan mencoba untuk memberi napas buatan untuk yang ke dua kalinya. Sensi hangat terasa menjalar pada tubuhnya kala sesuatu yang dingin dan kenyal saling bersatu.
Haish! ... dasar hasrat sialan, bisa-bisanya disaat begini.
Lamat-lamat kesadaran Risa mulai kembali, matanya membulat, melihat Reyhan yang sedang menciumnya. Dengan sisa tenaga yang ia punya tangannya melayang.
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Reyhan.
''Bapak ngapain? Nyuri kesempatan, ya? Dasar mesum!''
Reyhan terbelalak dengan tindakan Risa yang menamparnya.
''Kamu ... dasar enggak tau terimakasih kasih! Siapa yang nyium, saya cuma kasih napas buatan! Atau mau saya biarkan kamu mati tenggelam.''
''Papah ...'' teriakan Rafa menginterupsi mereka. ''Mbak Lisa enggak apa-apa, 'kan? Lafa takut Lisa tenggelam tadi untung ada Papah yang nolongin.''
Risa menatap Reyhan tak percaya mana mungkin tenggelam, ia kan jago berenang.
''Saya enggak mau tau, kamu harus balikin napas buatan saya karena sudah nuduh sembarangan!'' tandasnya.
''Bagaimana bisa,'' ucap Risa terperangah.
''Itu urusan, kamu bukan urusan, saya.''
''Papah sama Mbak Lisa kok malah belantem? Ayo, Pah. Bawa Mbak Lisa masuk nanti sakit gimana?''
Benar apa yang dikatakan Rafa, Risa bisa sakit nanti apalagi kondisinya masih terlihat lemah, Reyhan pun menggendong Risa ke kamar ala bridal style dengan tubuh yang sama-sama basah diikut Rafa di belakang.
***
