Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 10

Risa mempersiapkan segala keperluan Rafa yang akan dibawa untuk gathering esok. Beberapa barang sudah siap di masukkan kedalam tas.

Rafa datang membuka pintu menghampiri Risa dengan mendekap beberapa mainan didada yang ingin ia bawa nanti.

''Mbak Lisa, Lafa bawa mainan ini, boleh?'' Rafa menunjukkan dinosaurus yang berada di tangannya.

''Boleh.''

''Sama ini ... itu.'' Rafa terus menujuk beberapa mainan lainnya.'' Membuat Risa geleng-geleng kepala dan gemas. Menggandeng Rafa mendudukanya di tepi ranjang.

'' Rafa boleh bawa mainan, tapi beberapa aja, ya. Nanti tasnya nggak muat, gimana?''

Rafa menundukkan kepala tertunduk lesu, Risa jadi merasa bersalah dan engga tega. ''Rafa jangan sedih. Nanti di sana ada banyak mainan juga lho, lebih seru malah. Kita bisa kasih makan bintang, bisa belajar bercocok tanam, bisa bikin kue pokoknya seru, Rafa pasti suka.''

''Benelan? Kalo bawa tiga, boleh?'' tanya Rafa sambil menatap Risa, dan kelopak matanya mengerjap beberapa kali.

''Kalo dua aja gimana? Barang-barang, Rafa dah banyak ini. Nanti tasnya gak muat, Mbak Lisa nggak kuat juga bawanya kalo kecapean terus pingsan gimana? Siapa yang mau gendong nanti?''

''Kan ada Papa nanti yang bisa gendong Mbak Lisa.'' Gemas, Risa mendudukkan Rafa dipangkunya.

''Pinter banget sih Rafa ini. Kasihan Papanya dong nanti bisa ikut pingsan, Mbak Risa berat banyak makan soalnya,'' ujar Risa terkekeh.

''Yudah Lafa bawa Dino aja sama pesawat-pesawatan.''

''Anak pintar, gimana kalo sekarang kita tidur? Rafa mau dibacain dongeng?''

Rafa pun mengangguk, mendengarkan dengan seksama, sesekali bertanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui. Rasa ingin tahunya cukup tinggi dan selalu aktif bertanya sampai-sampai harus sedia google kali-kali ada hal yang tidak bisa Risa jawab.

''Mbak Lisa.''

''Heemm ... iya Rafa.''

''Mbak Lisa ... kenapa Lafa enggak punya Mama? Semua teman-teman punya Mama. Sekolah diantelin, dibawain bekel buat makan siang, mainnya ditemenin, tidulnya juga ditemenin, Lafa pengen punya Mama yang bisa kaya gitu,'' ucap Rafa sambil memainkan ujung baju tidurnya.

Hati Risa terenyuh mendengar penuturan Rafa, tiba-tiba matanya terasa berkabut bulir bening menetes begitu saja, ia tau rasanya merindukan seorang ibu. Angannya terlempar jauh mengenang saat ia kecil bahkan hingga kini tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.

Ibunya--Linda Aryani selalu sibuk dengan geng sosialita. Semua kebutuhan pembantu yang menyiapkan, hanya Ayah yang selalu ada untuknya dan memberi banyak kasih sayang, apalagi saat Suseno bangkrut, ibunya justru pergi entah kemana, Miris bukan. Disaat terpuruk seperti ini justru sang ibu pergi meninggalkannya begitu saja tanpa kabar seolah hilang di telan bumi.

Untunglah Soseno selalu berusaha memberi perhatian lebih dan bisa mendidik mereka ditengah kesibukannya bekerja, mampu menempatkan diri menjadi orang tua panutan.

Entah apa jadinya jika Suseno bersikap abai pada keluarga dan mementingkan pekerjaan, mungkin Risa akan tumbuh jadi anak pemberontak, liar terjerumus kedalam pergaulan bebas, meski terkadang ada rasa iri terhadap anak-anak lainnya yang selalu di perhatikan oleh kedua orang tua. Mengingatnya sungguh membuat hatinya sakit seolah tak pernah diharapkan kehadirannya.

''Hemm gimana kalo sekarang, Rafa tidur?'' Bujuk Risa.

''Mbak Lisa mau enggak jadi Mama Lafa?'' ucap Rafa tiba-tiba, ada sorot kesedihan di matanya, membuat bibir Risa kelu tak tau harus menjawab apa.

Risa terkesiap mendengar omongan Rafa, tertawa sumbang, menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Entah harus seperti apa menjelaskannya karena tak semudah itu menjawab pertanyaannya, banyak hal pula yang harus di pikiran kan apalagi menikah, menyatukan kepala menjadi satu bukan perkara mudah.

Risa menghembuskan napas dalam, mencoba mencari kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Rafa. Tatapan matanya seolah mengisyaratkan penuh pengharapan, Risa jadi gak tega buat jawab takut mengecewakannya dan membuat sedih.

''Rafa ada-ada aja deh. Menikah itu gak mudah Papa sama Mb Risa halus saling mengenal dan saling cinta dulu biar bisa menikah.''

''Cinta itu apa Mbak Lisa?''

Mati!

Risa menepuk keningnya sendiri ditanya soal cinta, ya ampun bisa aja nih anak nanyanya.

''Ehmm ... gimana kalo sekarang kita tidur dulu? Rafa besok kesiangan lho bangunnya kalau jam segini belum tidur. Tar gak jadi deh family gatheringnya kalau telat bangun bisa ketinggalan bis. Nanti kalau udah gede Rafa pasti tau artinya cinta.'' Risa menatap jam di tembok.

''Orang dewasa ribet, yaudah deh Lafa mau bobo aja, takut ketinggalan bus.''

''Nah gitu dong baru namanya anak keren.'' Risa mengusap pucuk kepala Rafa.

Risa menarik selimut hingga dada menemani Rafa hingga terlelap. Meski terlihat ada sorot kecewa dari matanya dan terlihat seperti masih banyak pertanyaan dalam benaknya, tapi akhirnya Rafa memilih menuruti perkataan Risa yang menyuruhnya untuk tidur.

Tak sengaja dari balik pintu Reyhan mendengar ucapan Rafa dan Risa, ia bingung harus bagaimana. Setelah beberapa lama baru kali ini Rafa mempertanyakan hal itu lagi. Reyhan pikir Rafa, sudah lupa soal keinginannya yang satu itu, untuk memiliki seorang Mama lagi.

Seperti ada yang berdenyut di dalam sini karena belum bisa mengabulkan keinginan anak semata wayangnya, segala materi Reyhan mampu memberikan untuknya tapi kalau urusan pengganti Vania ia tak tau harus bagaimana karena hatinya belum ada yang mampu menggetarkannya hingga kini.

Ia tak ingin menikah jika tanpa cinta apalagi, sampai tak bisa menerima setatusnya yang duda punya satu anak, big no. Baginya lebih baik menjadi single father jika tak mau menerima setatusnya. Apa yang harus dilakukan? Reyhan memutuskan kembali ke kamar sebelum Risa memergokinya.

.

Semua murid bersiap di lapangan Bu indah selaku panitia mengabsen satu persatu muridnya dan menjelaskan kegiatan apa saja yang akan di lakukan di sana nanti. Tempat pertama yang akan di tuju adalah farmhouse yang terletak di lembang Bandung.

Farmhouse adalah tempat wisata bergaya Eropa. Perpaduan antara konsep suasana pedesaan, pertanian, peternakan, dan agrikultural abad pertengahan. Terdapat juga sebuah kebun binatang mini yang dapat mengajarkan anak-anak untuk menyangi bintang. Sebuah konsep yang unik dan masih jarang di Indonesia.

Rafa terlihat berantusias saat ia diijinkan untuk memberi makan hewan dan bisa langsung melihat proses pemerasan susu sapi dari sumbernya, tak henti-hentinya ia menebar senyum yang terasa menular bagi setiap orang disekitar.

Seperti tak ada capeknya Rafa berlarian kesana kemari membuat Risa dan Reyhan kewalahan.

''Rafa sini ... kita istirahat dulu, Papa cape,'' seru Reyhan terengah-engah.

''Nanti, Pa, Lafa mau main ke sini dulu. Papa sini sama Mbak Lisa temenin Lafa.''

''Usai emang enggak bisa bohong,'' ucap Risa menyindir. Melipat tangan di depan dada.

''Apa kamu bilang? Reyhan menatap Risa tajam. ''Gini-gini saya masih kuat di ranjang, mau bukti?'' Reyhan menaik turunkan alisnya. Menatap Risa dengan pandangan yang sulit di artikan.

Mata Risa membulat, mendengar ucapan Reyhan apa lagi melihat senyumnya yang terlihat mengerikan. Membuat bergidik ngeri.

''Apa-apaan Bapak, ini! Dasar duda omes!''

''Kan kamu yang nantangin''

''Saya engga nantangin, tapi fakta di lapangan membuktikan. Baru jalan gini aja dah capek saya aja masih kuat,'' ujar Risa mencebik.

''Ucapan kamu itu buat saya adalah tantangan, jangan lupa sedang berhadapan dengan siapa kamu sekarang. Seseorang yang sangat suka dengan tantangan, apalagi kalau punya lawan yang sepadan itu akan lebih menggairahkan.'' Reyhan memberi kode mengiris leher, membuat Risa melotot tajam. Seketika ia menyesali ucapannya. ''Oh, iya satu lagi. Kamu masih punya hutang sama, ingat itu baik-baik dan kapan-kapan pasti saya akan menagihnya.''

''Hutang? Apa lagi itu. Please deh, Pak jangan ngada-ngada.'' Risa mencebik mendengarnya.

''Napas buatan kalo kamu lupa.''

''Bapak ikhlas enggak sih sebenarnya nolongin, saya kemarin?''

''Enggak,'' sahut Reyhan enteng. ''Salah sendiri kenapa nuduh orang sembarangan jadi kamu harus tanggung akibatnya.''

''Bapak perhitungan banget sih jadi orang.'' Wajah Risa terlihat merah padam menahan kesal.

''Kalo enggak perhitungan saya enggak akan cepat kaya,'' seru Reyhan menyeringai.

''Pak Reyhan ngeselin! Malas ngomong sama, Bapak!'' Risa mengentak kaki menghampiri Rafa yang tengah bermain di rumah Hobbit salah satu tempat favorit yang sering dijadikan untuk tempat berswa foto.

''Tapi saya suka ngomong sama kamu,'' seru Reyhan terkekeh melihat Risa yang kesal dengan pipi mengembung.

''Terserah!''

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel