Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 7

"Bela,'' seru Reyhan yang tak menyangkan akan kedatangannya malam-malam begini.

''Hay, Rey gimana kabarnya? Kangen nih.'' Bela mendekat ke arah Reyhan ingin memeluk dan mencium. Reyhan menghindar membuatnya salah tingkah.

''Ada perlu apa malam-malam begini ke rumah?'' ucap Reyhan dingin.

Bela salah satu wanita yang sempat ingin di jodohkan dengannya. Namun perjodohan itu gagal karena ia hampir saja mencelakaiRafa. Hingga Reyhan pun membatalkan pertunangannya, jika bukan karena hutang budi Reyhan pun tak akan mau menjalani hubungan dengannya.

"Ada siapa, Rey? Kok nggak disuruh masuk tamunya,'' ucap Susan yang datang bersama Rafa. ''Bela.'' Susan terpaku melihat Ia datang kembali setelah sekian lama menghilang.

''Untuk apa, kamu kesini? Dasar enggak tau malu!'' desis Susan.

''Maafin aku, Tante aku kesini ingin memperbaiki semua.''

Risa terdiam melihat ketegangan di antar mereka tak tau apa yang terjadi sebenarnya karena ia hanyalah orang baru. Rafa terlihat ketakutan hingga mencengkeram kuat tangan Risa saat melihat Bela. Entah apa yang terjadi sebelumnya.

''Risa tolong bawa, Rafa ke dalam,'' titah Susan.

Risa menggendong Rafa ke kamarnya menemani hingga tertidur, Reyhan masuk ingin memastikan keadaan Rafa setelah kepergian Bela.

''Rafa sudah tidur?''

''Sudah, Pak.''

Reyhan duduk di tepi ranjang mencium kening Rafa dan mengusap rambutnya, perlahan agar tak menganggu tidurnya.

''Saya permisi, Pak,'' pamit Risa yang tak ingin menganggu momen Ayah dan anak.

Risa pergi ke kamarnya bersiap untuk tidur karena mulai besok akan menjalani kerja dobel sekaligus harus mempersiapkan energi ekstra sepertinya.

Ketika Risa sedang nyenyak tidur tiba-tiba tenggorokan terasa kering bagai di gurun pasir. Biasanya setiap malam Risa selalu menyediakan satu gelas minuman di nakas, biar tak perlu repot-repot turun ke dapur.

Sial!

Gelas minumannya kosong mau tidak mau Risa harus turun ke dapur mengambil minuman. Berjalan malas menuruni anak tangga, kamarnya terletak di atas jadi jika ada keperluan mendadak ia bisa secepatnya menghampiri kamar Rafa.

Sesekali Risa menabrak benda keras karna penglihatan kurang jelas dan terhuyung, membuatnya meringis kesakitan. Efek menahan kantuk dan tidak fokus.

Tanpa Risa sadari ada sepasang netra yang mengawasinya.

Berdiri di dekat dispenser menunggu gelas terisi dan meminumnya hingga tandas. Membuat tenggorokannya terasa lega seperti menemukan oase di padang pasir.

Hampir saja Risa melempar gelas di tangannya gara-gara melihat Reyhan berdiri di kitchen island.

''Pak Reyhan ngapain sih ngagetin orang aja! Kalo tiba-tiba, saya lempar gelas gimana?'' pekiknya tertahan.

''Kamu aja enggak peka. Enggak kelihatan ada orang berdiri di situ?''

''Enggak, saya pikir setan tadi.''

Reyhan memutar bola mata, sebal.

''Kamu ngatain saya setan? Mana ada setan ganteng begini.''

''Dih ... narsis.''

''Buatkan, saya mie goreng.''

''Apa?'' tanya Risa tak yakin akan pendengarannya.

''Buatkan mie goreng, perlu saya ulangi sekali lagi? Kuping kamu masih norma, 'kan ?''

''Haish! Nanti perut, Bapak gendut malam-malam begini makan.''

Risa melirik jam di dinding yang menunjukkan nyari jam sebelas malam.

''Siapa yang peduli, yang penting saya tampan.''

''Terserah.''

Risa membuka kabinet kaca yang berisi stok makan mengambil satu mie instan goreng, menyalakan kompor sambil mendidihkan air untuk merebus. Sambil menunggu Risa menyiapkan bahan-bahan lainnya sebagai pelengkap.

Reyhan memperhatikan tiap gerakan Risa yang lincah membuatnya terlihat menarik, memakai piyama dengan muka bantal khas bangun tidur, apalagi melihat bibirnya yang mengerucut, menggemaskan. Titik keringat membasahi keningnya sesekali Risa menyekanya sesekali mengibaskan tangan ke wajah, udara terasa panas ditambah rambutnya yang tak sempat di ikat tadi.

Sentuhan tangan hangat terasa menempel di leher, membuat Risa sedikit kaget mundur beberapa langkah. Reyhan menjadikan tangannya sebagai pengikat rambut.

''Nggak usah GR, saya cuma tidak suka ada rambut di makan nanti. Buruan kelarin cacingnya udah pada demo.'' kilahnya dengan wajah datar.

Mau tidak mau Risa kembali fokus pada masakannya, meskipun risih karena seperti sedang di perhatikan untunglah tak lama masakannya siap.

''Mau sampai kapan, Pak? Rambut saya di pegang. Saya tau rambutnya emang bagus, makanya dulu mau di jadikan duta shampo, tapi saya tolak. Makannya Anggun C Sasmi deh yang gantiin sekarang.''

Reyhan tersenyum menyeringai, melepas tangannya, Risa meletakkan hasil masakannya di kitchen island.

''Udah kelar nih, selamat makan, Pak. Saya mau tidur,'' ucapnya.

''Siapa suruh kamu tidur? Temani makan, saya tidak suka makan sendiri!''

''Duh ... bawel banget sih, Pak tinggal makan aja repot, saya harus tidur nih besok mulai kerja rodi,'' protesnya tak mau kalah.

''Buruan duduk, nanti saya kasih uang tambahan nanti.''

Mendengar kata uang mata Risa berbinar dan langsung menarik kursi duduk manis, sesekali menahan kantuk dan menguap beberapa kali, karena ia paling tidak bisa begadang.

''Dari tadi kek, Pak jadikan nggak perlu debat begini.''

''Dasar kamu mata duitan.''

''Terserah.''

''Jangan lupa, mulai kerja di kantor besok. Awas jangan sampai telat bangunannya, kamu juga harus ngurus Rafa.''

''Ya, Pak, iya. Makannya buruan biar saya bisa tidur.''

''Kamu memerintah, saya.''

''Cuma mengingingatkan aja, Pak.''

Reyhan pun melanjutkan makan malam sesi ke duanya. Ini nih yang enggak adil orang berusaha diet biar langsing, tapi dia makan kapan aja bisa tanpa mikir berat badannya naik herannya tubuhnya terlihat sexy dengan otot-otot yang terbentuk di lengan dan jangan lupakan perutnya berbentuk kotak-kotak seperti roti sobek.

Reyhan selesai makan meletakkan sendok dan piring, menghapus sisa makanan di bibir dengan tisue yang tersedia di depannya.

''Di antar siapa pulangnya tadi?'' tanya Reyhan tanpa basa-basi. Membuat Risa menautkan alis.

''Bapak nguntit, saya?'' ucap Risa berdecak.

''Kurang kerjaan sekali, saya sampai harus jadi penguntit. Situ penting!'' tandasnya.

''Berarti nggak harus juga saya jawab, 'kan?''

''Kamu ... pinter banget ngelesnya.'' Mata Reyhan menatap Risa tajam.

Menurutnya Risa seperti punya dua kepribadian saat di dekat Rafa, dia bisa manis dan ke ibuan tapi saat bersamanya bisa jadi cewe bar-bar.

''Itu gunanya sekolah biar pinter.''

Reyhan menghela napas, bukan di jawab malah berkelit membuatnya ingin menelan Risa bulat-bulat.

''Tidur sana. Awas aja besok kalo telat gaji kamu saya potong!''

''Dari tadi kek, Pak. Belum kerja dah main potong-potong gaji aja, niat gaji nggak sih sebenarnya?''

Risa membereskan meja makan dan berniat mencucinya.

''Saya bilang tidur bukan cuci piring. Paham bahasa Indonesia nggak, sih?''

''Nanggung, kalo bisa di kerjakan hari ini kenapa mesti nunggu besok.'' Bukan Risa namanya jika tak membantah.

Reyhan berdiri di samping Risa, melipat tangan di depan dada. Mendendangkan sebuah lagu.

''Kerja keras bagai kuda, sampai lupa keluarga,'' lirihnya sambil terus memperhatikan Risa yang sibuk dengan piring di tangan penuh busa.

Jika boleh Risa ingin sekali memukul kelapa Reyhan dengan centong nasih saat mendengar lirik lagu yang di lantunkan. Karena bagaikan sindirian baginya.

''Berisik! Dah lah, saya mau tidur.'' Risa menjejakan kaki ke lantai, menuju kamarnya.

Reyhan tersenyum miring menatap punggung Risa, yang perlahan menghilang dari balik tangga. Melihat bibirnya yang ngedumel seperti merapalkan doa.

''Lucu juga dia.''

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel