Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 6

Mobil Alfin tepat berhenti didepan rumah Reyhan, sebelum turun dari mobil Risa menjelaskan kalo sekarang bekerja sebagai pengasuh anak, Risa meminta Alfin untuk berjanji tidak memberitahukan pada keluarganya.

"Pleas, Al tolong jangan cerita sama Ayah kalo aku kerja disini. Aku takut Ayah bakal kepikiran dan sedih nanti.'' Risa menatap Alfin dengan binar penuh pengharapan.

"Jadi kamu nggak cerita, kalo kamu kerja sebagai .... '' Alfin tidak melanjutkan ucapanya. '' Oke aku ngerti kok, udah kamu tenang aja. Seandainya kamu butuh bantuan jangan sungkan buat ngomong ke aku.''

Risa mengacungkan kedua jempolnya. Tersenyum senang ada dan matanya kembali berbinar. Menghela napas dalam meski kadang terasa sulit menjalaninya, reflek Risa menggenggam jari jemari Alfin.

"Thank, Al kamu emang sahabat yang paling baik. Kalo gitu aku duluan ya.''

"Jadi sahabat doang nih?'' Risa mendengus, tanpa menjawab pertanyaan Alfin.

"Aku duluan, Al. Takut dimarahin sama Si Bos. Sekali lagi thank.''

Tanpa Risa sadari dari atas balkon, ada sepasang mata yang tengah memperhatikan gerak-gerik Risa menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

Rafa yang tengah bermain di ruang tamu melihat kedatangan Risa langsung berlari dan menghambur memeluknya, bahkan mobil-mobilan yang dipegang dilempar kesembarang arah dan nyaris hancur.

"Mbak Lisa kemana aja? Lafa kangen, nggak punya temen main.'' Rajuknya sambil memainkan rambut Risa yang terurai.

Membuat Risa tersenyum geli. Risa menggandeng Rafa, memunguti serpihan mobil-mobilan yang hancur.

"Lho kok mainannya dibuang? Nanti Rafa nggak punya mobil-mobilan lagi gimana?'' ujar Risa. "Kan ada Papa sama Nenek yang nemenin, Rafa main.''

"Maunya main sama Mbak Lisa. Papanya sibuk telus.'' Rafa mengerucutkan bibirnya

"Syukurlah kamu udah dateng, tadi kita sempet kewalahan ngadepin Rafa nanyain kamu terus, sampai bingung jawabnya udah kaya lem sama perangko nggak bisa susah dilapasin,'' ucap Susan tiba-tiba dari arah dapur sambil membawa satu cangkir teh hangat.

*

Reyhan menghampiri Risa yang tengah asyik mengajari Rafa menggambar diruang belajar.

"Lagi belajar apa, Rafa?'' tanya Reyhan duduk disebelah Risa yang membuatnya sedikit grogi, dari sekian banyak tempat duduk kenapa Reyhan harus duduk disebelahnya membuat tidak fokus aja, apalagi dengan jarak sedekat ini, aroma chamomile khas Reyhan menyeruk.

"Lapa lagi mewalnai bagus nggak?'' Rafa menunjukan hasil gambar pemandangannya pada Reyhan.'' Tadi Mbak Lisa yang bikin gambarnya.''

"Pinter anak Papa.'' Reyhan mengacak puncak kepala Rafa dan sesekali ekor matanya melirik Risa, entah kenapa Reyhan selalu ingin tau apa aja yang Risa kerjakan, karena tingkahnya terasa menarik.

"Mbak Lisa, Lapa mau ke nenek.'' Risa yang tengah berkutat dengan pensil warna mengalihkan fokusnya menatap Rafa.

"Ayo Mbak Lisa anterin ke nenek.''

"Nggak usah, Mbak Lisa sini aja. Lapa sendiri aja, nanti kalo Mbak Lisa ikut kasihan Papa ngga ada temennya sendilian.''

Rafapun beranjak dari duduknya dan berlarian menuju taman menghampiri Susan yang tengah menyirami bunga-bunga.

Selepas kepergian Rafa tinggallah,Reyhan dan Risa mendadak suasana menjadi hening ditambah aura Reyhan yang membuatnya segan karena sikapnya yang kadang terlihat dingin. Risa memutuskan untuk menghampiri Rafa tapi niatnya diurungkan saat Reyhan menyuruhnya untuk duduk kembali.

"Risa,'' ucap Reyhan membuka suara.

"Iya, Pak.'' Risa memberanikan diri menatap manik mata Reyhan.

''Ada sesuatu yang mau saya bicarakan. Ikut saya?'' Reyhan beranjak dari duduknya menuju ruangan kerjanya. Risa pun penasaran dan bertanya-tanya seingatnya, ia tak melakukan kesalahan. Ada apa ya kira-kira. Pikirnyq

Reyhan membawa ke ruang kerja yang biasa ia gunakan untuk mengerjakan urusan kantor jika terpaksa harus dikerjakan di rumah.

''Saya lihat nilai diijazah dan akademik kamu cukup bagus, gimana kalo kamu kerja di perusahaan sebagai sekretaris, Saya?''

Mata Risa berbinar mendengar penawaran Reyhan, karena sudah lama ia ingin berkerja yang sesuai dengan bidangnya dan menurutnya ini adalah kesempatan yang langka, tapi seketika matanya meredup saat mengingat Rafa. Sepertinya ia sudah terlanjur sayang dan enggak tega jika harus berpisah dengannya.

''Tapi bagaimana dengan Rafa nanti?'' ucap Risa tersadar dari lamunannya.

''Memang kenapa Rafa?''

''Saya enggak bisa jadi sekertaris, Pak Reyhan. Saya mau jadi pengasuh Rafa aja.''

Jawaban Risa membuat dahi Reyhan berkerut tak mengerti.

''Pikirakan dulu jangan asal jawab. Kamu enggak sayang sama ijazah yang kamu miliki.''

Risa menggeleng.'' Tidak, saya lebih sayang Rafa,'' sahutnya penuh keyakinan.

''Kalo gaji kamu lebih besar dari jaga, Rafa?''

''Bisa saya pikirkan?'' sahut Risa diplomatis.

''Dasar!''

''Hidup harus realistis, Pak.''

''Saya tau kamu sedang butuh banyak uang?''

''Bapak menyelidiki, saya? Tidak sopan!''

''Heh ... bilang apa barusan?'' Reyhan menatap Risa tajam.

''Bapak tidak sopan itu,'kan prevesi saya.''

Reyhan menghela napas kasar.

''Setiap orang yang kerja sama saya harus jelas latar belakangnya. Saya tidak mau kecolongan!''

''Terserah Bapak.'' Risa mengedikan bahu, acuh. Lagian protes juga percuma, ia kan cuma bawahan.

''Gimana, mau nggak nerima penawaran saya? khusus kamu jam kerjanya fleksibel. Kamu bisa ke kantor saat Rafa sekolah, setelah itu bisa menemani di rumah. Jika saya banyak pekerjaan kamu bisa ngerjain di rumah. Gaji kamu nanti saya doble jadi pengasuh plus jadi sekertaris.''

Mata Risa berbinar mendengar penawaran dari Reyhan, itu berarti hampir 24jam bersamanya. Apa bisa mengerjakan semua pekerjaan itu, tapi ia jugaga sedang butuh uang baiklah tidak ada salahnya mencoba.

''Ya udah, saya mau kalo gitu.'' putus Risa akhirnya.

"Kamu bisa mulai kerja besok. Minggu depan kamu ada acara?'' mendengar ucapan Reyhan membuat alis Risa mengernyit.

"Tidak ada Pak Reyhan.''

"Bagus kalo gitu, minggu depan kamu ikut Saya ke acara teman kantor.''

"Tapi Pak ....''

"Saya tidak menerima penolakan!'' ucapnya penuh penekanan dan tak ingin dibantah, Risa hanya mampu menggigit bawah bibirnya, mau nolak pun tak bisa. Jika sudah keluar dari mulut majikannya yang satu ini.

.

Susan menyuruh Risa untuk memanggil Reyhan karena sudah waktunya makan malam, tapi sedari tadi belum juga turun. Entah apa yang sedang Reyhan lakukan di kamarnya.

''Ris ... tolong kamu panggilkan Reyhan, ya. Entah sedang apa tuh anak dari tadi enggak turun-turun kasihan, Rafa dah lapar gara-gara nungguin Papanya.''

''Baik, Bu.''

Risa pun menaiki anak tangga menuju kamar Reyhan. Berapa kali Risa mengetuk pintu tapi tak ada jawaban, membuatnya kesal sendiri.

''Ini orang sebenarnya tidur atau mati sih?'' Risa ngedumel.

Risa mencoba mengetuk sekali lagi, saat ingin menyerah tak sengaja pintu sedikit terdorong, ragu. Ingin masuk atau tidak ya? Tapi kasihan Rafa sudah kelaparan, ucap Risa dalam hati dan masih berdiri di depan pintu.

"Masuk,'' terdengar suara berat Reyhan yang menyuruhnya untuk masuk, langkah Risa terhenti diambang pintu saat melihat Reyhan yang bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk yang melilit bawah tubuhnya.

Membuat Risa kaget dan menutupi muka dengan kedua tangannya.

"Ya ampun Pak Reyhan kenapa nggak pake baju. Mata aku yang masih polos jadi tercemar sekarang,'' seru Risa masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Membuat Reyhan terkekeh melihat muka Risa yang bersemu merah. Secepat kilat Reyhan menyambar kaos yang ada di lemari.

"Namnya juga habis mandi wajar dong enggak pake baju. Mau sampaikan itu matanya ditutup, sengaja ya pengen lama-lama berduaan sama saya.''

Risa mencebik mendengar penuturan Reyhan.

''Percaya diri sekali anda. Kalo bukan di suruh Bu Susan saya juga nggak mau ke kamar ini.''

"Buka tangannya.'' Reyhan membantu Risa membuka tangan yang sedari tadi menutupi wajah.

"Ditunggu Bu Susan dibawah, Pak. Maaf saya permisi.'' Risa ingin segera pergi dari kamar Reyhan, karena merasa tak nyaman berada di kamar seorang pria.

Baru melangkah pergelangan tangan Risa dicekal manik mata Reyhan dan Risa saling berserobok, Reyhan menatap Risa dengan pandangan yang sulit diartikan. Membuat detak jantungnya bertalu-talu. Ada debar halus yang menyusup di dalam sini.

"Papa!'' teriak Rafa, membuat Reyhan melepas cekalan tangannya pada Risa membuat keduanya salah tingkah. ''Papa ayo makan, Lapa laper.''

Rafa pun menarik tangan Reyhan melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, disusul Risa dibelakang.

Sudah menjadi rutinitas keluaraga Reyhan Malik untuk selalu makan bersama dalam satu meja sedari dulu, untuk mempererat rasa kekeluargaan katanya, karena intensitas waktu yang semakin berkurang dengan kesibukan masing-masing jadi dengan makan bersama lah dapat menciptakan komunikasi yang baik.

''Ngapain aja kamu, Rey dari tadi ditungguin juga, dah kaya anak perawan aja. Kasihan tuh Rafa udah kelaparan.''

"Baru kelar mandi Bu.''

"Lagian kenapa malam begini baru mandi? Enggak baik, Rey mandi kemalaman buat kesehatan.''

"Iya Ibu ratu.''

"Sudah ayo makan, nggak baik makan kalo sambil bicara.''

Mendadak suasana menjadi hening hanya suara sendok dan garpu yang saling beradu menikmati setiap hidangan yang tersaji.

"Enak nggak, Rey makanannya? Itu Risa lho yang masak,'' ucap Susan dengan menyuapkan kedalam mulut. Reyhan hanya menganggukan kepala dan menikmati tiap suapan, karena emang bener apa yang dikatakan Susan kalo masakannya enak.

Ekor mata Reyhan melirik Risa yang tengah menyuapi Rafa dengan telaten. Seulas senyum terbit di wajahnya.

"Paket komplit banget ya kalo dijadiin istri,'' ucapan Susan membuat Reyhan tersedak, nyaris menyemburkan isinya, sigap Reyhan menyambar gelas berisi air putih yang ada didepannya dan menepuk-nepuk dadanya sendiri.

"Ibu ... apa-apaan sih.'' Reyhan mendengkus.

"Kamu yang apa-apaan gitu aja kesedak. Emang ada yang salah gitu sama ucapan Ibu!'' Susan menatap Reyhan tak mengerti.

Ketika tengah menikmati makanan, suara bel rumah berbunyi, gegas Risa berinisiatif membukakan pintu.

''Biar aku aja yang buka pintu.'' Risa berjalan sedikit tergesa menarik handel pintu.

Mata Risa membulat melihat penampakan wanita cantik di depannya, dengan penampilan modis dan kulit putih terawat dari ujung rambut hingga kaki.

"Siapa Ris?'' tanya Reyhan yang sudah berada dibelakang Risa

"Bela.''

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel