Episode 13
Akhirnya mereka memutuskan untuk ke mall, memenuhi janji pada Rafa. Meski suasana di dalam mobil terlihat canggung, tetapi Risa berusaha untuk bersikap profesional. Terkadang tatapan mereka saling beradu, cepat-cepat Risa memalingkan wajahnya dan Reyhan hanya tersenyum tipis melihatnya. Tangannya bergerak dengan luwes mengemudi, untunglah ada Rafa yang mempu membuat suasana menjadi hidup.
Setelah menempuh perjalanan tiga puluh menit sampailah ke tempat tujuan. Tak buang waktu Rafa langsung berlari menuju arena permainan trampolin bergabung dengan anak-anak lainnya.
Berlonjak-lonjak kesana-kesini, seperti tak ada beban dalam hidupnya. Berlanjut ke kolam bola. Tinggalah Risa dan Reyhan terjebak dalam kebisuan, tak ada yang memulai pembicaraan. sesekali Rafa melambaikan tangan ke arah mereka.
''Kenapa diam aja? Sariawan,'' tanya Reyhan memecah keheningan.
''Iya, sariawan.''
''Wah kurang vitamin C itu, bukannya udah semalam, ya?'' ucap Reyhan terkekeh geli. Risa menatap tajam dan hanya berdecak.
''Mau kemana?'' tanya Reyhan pada Risa saat melihatnya beranjak dari duduk.
''Mau ke Rafa.''
''Temanin, Saya.''
''Males!''
''Kalo nanti ada yang nyulik saya gimana?''
''Pleas deh, Pak. Nggak ada juga yang minat nyulik, Bapak. Ngerepotin orangnya rugi bandar.''
''Ya ampun dari hati banget ngomongnya.''
Risa tak menggubris ucapan Reyhan dan baru beberapa langkah tangannya ditarik, membuatnya terduduk kembali.
''Tunggu ... Kita perlu bicara, Risa!'' ucap Reyhan.
''Bicara apalagi sih, Pak?''
''Soal semalam, sepertinya ... kamu belum benar-benar maafin, saya?'' Risa hanya bisa mendekus mendengarnya. Memutar bola mata, sebal. Membuat wajah Risa bersemu merah, ada rasa panas yang menjalar.
''Harus banget kaya gitu dibahas?''
''Harus! Kecuali kalo kamu benar-benar, udah maafin. Saya enggak ingin aja gara-gara kejadian ini kerjaan kamu engga profesional nantinya. Apalagi melihat tatapan, kamu yang seolah memusuhi. Bisa-bisa Rafa kena imbasnya nanti.'' Risa yang mendengarnya menatap Reyhan tajam.
''Apa saya terlihat tidak profesional? Mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan? Bapak jangan ngada-ngada deh. Seneng banget bikin kesel orang.
''Sekarang belum, gak tau kalau nanti,'' sahut Reyhan enteng.
''Kapan Saya begitu?''
Pembicaraan mereka terhenti saat Rafa meneriakkan nama Reyhan yang ingin menyudahi permainan.
''Papa .... !'' teriak Rafa.
''Ingat pembicaraan kita belum selesai.'' Reyhan beranjak dari duduknya menghampiri Rafa ke area permainan.
''Papa, Lafa lapel.''
''Gimana mainnya seru?'' tanya Reyhan menggandeng Rafa.
''Selu, mau main lagi, tapi lafa lapel pengen makan ayam goleng tepung, spaghetti, es jeluk, es klim yang banyak bial cepat tinggi.'' Reyhan mengusap peluh di kening Rafa, rambutnya pun basah oleh keringat.
Melihat Rafa yang terlihat begitu bahagia dan senang membuat Reyhan jauh lebih bahagia tawanya terasa menular, sudah lama Reyhan tak melihat Rafa seperti ini, tidak ada yang lebih penting selain kebahagiaan Rafa di dunia ini. Apa pun akan ia lakukan untuknya.
Begitu melihat Risa yang duduk seorang diri, Rafa langsung berlari menghampirinya. Reyhan yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala dan mengulum senyum. Seolah melupakan kehadirannya, dasar Rafa.
"Mbak Lisa!'' teriak Rafa.
Risa yang tengah sibuk dengan ponselnya menoleh dan menyambutnya ke dalam pelukan.
''Mainnya udah?'' Rafa menggeleng.
''Lafa lapel.''
''Kasihan ... ada yang lapel.''
Reyhan menghampiri Risa dan Reyhan mengajaknya untuk makan di restoran terdekat berjalan bergandengan dengan posisi Rafa ditengah.
''Rafa mau digendong?'' tanya Reyhan, Rafa mengangguk mengiyakan. Satu tangannya yang bebas ia gunakan untuk menggenggam jari jemari Risa. Meski awalnya berontak tapi akhirnya ia menyerah.
''Jangan cari-cari kesempatan deh, Pak?'' desis Risa.
''Saya cuma nggak mau kamu hilang.''
''Emang Saya anak kecil.''
''Buat, Saya kamu itu harus di jaga dan dilindungi. Kalo ilang siapa yang jaga Rafa nanti
''Oh, jadi karena itu?''
''Emang apa lagi? Kamu baper sama, Saya?''
''Ngomong sama, Bapak tuh bikin orang darah tinggi tau nggak sih!''
''Nggak usah ngegas bisa kali!''
''Terserah!''
Akhirnya kata pamungkas itu yang akhirnya Risa lontarkan dari pada harus meladeni berdebat yang tak tau dimana ujungnya dan hanya bisa menghabiskan tenaga.
Reyhan mencari tempat duduk, memilih kursi yang dekat dengan jendela, agar bisa melihat pemandangan di luar. Menurunkan Rafa dari gendongan menarik salah satu kursi, duduk berhadapan yang hanya terhalang oleh meja yang membentang, karena ia ingin selalu menatap dan menggoda Risa seolah menjadi hiburan tersendiri.
''Lama-lama Saya colok nih mata, Bapak. Kalo ngeliatin gitu terus!'' ancam Risa.
''Waow, sadis! Galak banget sih, Ris jadi makin tertantang menaklukkan kamu!'' Reyhan menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan senyum menyeringai.
''Bapak pikir, Saya banteng?'' Risa mengalihkan pandangan menatap Rafa yang sibuk dengan gadget di tangan dan mengabaikan omongan Reyhan.
''Coba tuh, kamu jangan galak-galak yang manis dikit gitu. Pasti cantiknya nambah--'' Reyhan belum sempat menyelesaikan ucapannya pelayanan datang membawa makanan yang dipesan.
''Makasih Mbak,'' ucap Risa dan Reyhan bersamaan.
''Yeay.'' Rafa bersorak senang, terlihat sangat antusias melihat spaghetti di depannya, memakan dengan lahap dan berusaha memakan sendiri meski Risa ingin menyuapi. Wajahnya pun menjadi cemong terkena saos, membuat Risa terkekeh dengan telaten membersihkan wajah Rafa.
Diam-diam Reyhan mengabadikan ke dalam ponsel miliknya jarang-jarang Risa tersenyum begini di depannya. Bukan memakan makanannya, Reyhan malah bertopang dagu memperhatikan Risa terus.
Reyhan membuka mulutnya ingin disuapi, terbesit ide jahil dibenak Risa dengan memberikan banyak saos di makanannya dan menyuapakan hingga mulut Reyhan penuh hingga nyari tersedak. Risa tersenyum renyah melihat wajahnya yang memerah, dan terbatuk buru-buru menyambar minuman di depannya hingga tandas.
''Papa kenapa? Papa sakit? Matanya belail,'' ucap Rafa menatap Reyhan penuh tanda tanya.
''Enggak apa-apa, sayang. Papa cuma kepedesan aja. Ada yang iseng tadi.'' Reyhan menatap tajam ke arah Risa. ''Gimana kalo nanti kita balas?'' tanya Reyhan pada Rafa yang mencari dukungan.
''Jangan, Pa! Kata bugulu kita enggak boleh balas dendam,'' ucap Rafa bijak.
''Tuh denger, Pak anaknya ngomong apa? Nggak boleh dendam. Pinter banget sih, Rafa. So cute nggak kaya situ nyebelin, jangan-jangan Bapak bukan Ayah, Rafa, ya? Anaknya manis begini bapaknya amit-amit,'' ucap Risa menyindir.
''Kamu---'' ucap Reyhan terhenti karena mendengar dering ponsel milik Risa yang terus saja berbunyi, tertera nama Riki dilayar. Tak biasanya adiknya itu menelepon jika tidak ada yang benar-benar penting.
Mendadak perasaan Risa jadi tak karuan takut ada yang buruk menimpa ayahnya. Buru-buru Risa mengangkatnya dan mencari tempat untuk bicara dengan leluasa.
''Iya, Rik kenapa?'' tanya Risa setalah sambungan terhubung.
'' ....''
''Apa?'' Tubuh Risa terasa lunglai bersandar pada tembok, seperti tak bertulang, ponsel dalam genggamannya nyaris jatuh jika tak sigap menangkapnya. Selaput bening menghiasi matanya yang terasa mengabur, buru-buru ia menyeka air mata dengan punggung tangannya.
***
