Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 11

Tak terasa family gathering telah berakhir setelah seharian diisi dengan berbagai kegiatan, kini saatnya para siswa kembali ke rumah masing-masing. Terlihat anak-anak begitu bahagia dan bersemangat selama menjalani kegiatan tak terkecuali Rafa yang begitu antusias sampai tak ingin pulang katanya.

Rafa terlihat kelelahan sekaligus bahagia bisa menghabiskan waktu seharian bersama Reyhan karena hampir tiap hari ia selalu selalu disibukan dengan pekerjaan dan jarang ada waktu. Terkadang saat ia pulang Rafa sudah tertidur, tak tega untuk membangunkannya hanya weekend waktu yang ia punya.

''Papa gendong,'' ucap Rafa menghentikan langkahnya saat jalan menuju bus. Reyhan menggendong menaikkan ke atas punggungnya, tangan mungilnya memegang bahu Reyhan yang kekar berjalan bersisan dengan Risa yang berada ada di sampingnya.

''Rafa seneng nggak hari ini?'' tanya Reyhan

''Seneng dong, Pa. Kapan-kapan ajak Lafa main lagi ya, kesini? Jangan kelja telus.''

''Siap, Bosku.''

.

Malam ini Risa dan Reyhan berencana pergi ke pesta Pak Anwar. Mengenakan dress model sabrina di atas lutut berwarna hitam menampilkan bahu polosnya yang putih bersih. Rambut yang biasa dikuncir kuda kini dibiarkan tergerai, tak lupa untuk menyempurnakan penampilannya Risa mengenakan heels setinggi 12cm. Memberikan sentuhan warna merah pada bibirnya.

Risa tersenyum menatap pantulan wajahnya di depan cermin, sudah lama Risa tidak pergi ke pesta semenjak Ayahnya bangkrut bahkan teman dan sahabatnya pun pergi menjauh. Miris.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, gegas Risa membuka handel pintu, muncul sosok Reyhan di depan kamarnya. Penampilannya pun terlihat menawan, mengenakan setelan jas putih dengan tuxedo berwarna hitam dengan dasi kupu-kupu melingkar dileher serta tatanan rambutnya yang klimis, khas eksekutif muda, perfect.

'Cantik' batin Reyhan. Saat menatap Risa dari ujung rambut hingga kaki, susah payah menelan salivanya.

''Kamu sudah siap?'' tanya Reyhan yang kembali pada kesadarannya.

"Sudah, Pak,'' sahut Risa.

"Ayo kita sudah ditunggu di sana,'' ujar Reyhan berjalan terlebih dahulu.

Rafa dan Susan tertegun melihat penampilan Risa yang anggun dan modis namun tetap terlihat sopan dan elegan tanpa perlu memamerkan ke sexyan tubuhnya.

"Waow ... Mbak Lisa cantik banget, Papa mau kemana? Lapa ikut.'' Rengeknya saat melihat Risa dan Reyhan menuruni anak tangga. Rafa yang sedang bermain lego menghampiri, berlari, menarik-narik jari jemari Risa.

"Sekarang Rafa main dulu sama Nenek, ya? Papa dan Mbak Risa harus pergi ada urusan sebentar,'' ucap Reyhan berjongkok di depan Rafa memberi pengertian.

''Tapi Lafa mau ikut?'' Belum sempet Reyhan menjawab Susan datang menghampiri dan menggendong Rafa.

"Rafa ikut nenek dulu, yuk? Nanti nenek beliin mainan mau? sekarang Papa dan Mbak Risa pergi dulu, besok main lagi sama Rafa, Ok?''bujuk Susan.

"Tapi lafa mau ikut, Nek.'' Rajuk Rafa dengan tatapan sendu.

''Gimana kalo sebagai gantinya, Rafa jalan-jalan sama Papa besok. Terus nanti boleh main sepuasnya dan beli mainan yang banyak, tapi sekarang Rafa main dulu, ya sama nenek.'' Bujuk Reyhan.

"Benelan? Papa nggak bohong, kan?'' ucap Rafa menatap wajah Reyhan, penuh pengharapan.

"Iya, Papa janji besok kita jalan-jalan dan main kemana aja yang Rafa mau.'' Reyhan tersenyum dan mengusap pucuk kepalanya, penuh sayang.

Rafa dan Reyhan menautkan jari kelingking tanda berjanji. ''Pinter ... sini cium dulu, Papanya. Ingat pesan Papa nggak boleh nakal sama Nenek jangan tidur kemalaman, ya,'' ucap Reyhan sebelum berangkat ke pesta.

"Oke, Pa.''

.

Mobil Reyhan berhenti tepat di selasar lobby hotel, banyak tamu-tamu undangan yang sudah mulai berdatangan. Terdapat bentangan pita memanjang berhiaskan bunga-bunga di bagian pintu masuk lobi. Berisikan ucapan selamat. Sebagian besar tamu berasal dari kalangan pengusaha, pejabat, serta beberapa artis ibu kota.

"Ayo.'' Reyhan meminta Risa mengaitkan tanggan di lengannya.

"Bapak jangan curi-curi kesempatan, ya?''

"Siapa juga yang nyari kesempatan. Situ, oke?'' desis Reyhan tak mau kalah.

''Terus ngapain gandeng-gandeng segala?''

Reyhan menghela napas dalam.

''Nurut apa susahnya, sih. Protes mulu! Mau saya buat diam itu mulut.''

''Ish!''

Reyhan dan Risa jalan bersisian memasuki area ballroom hotel yang berkapasitas 2000 tamu undangan.

Para pelayan berseragam putih berlalu lalang membawa baki berisi makanan dan minuman. Banyak mata menatap Reyhan dan Risa sambil berbisik, menatap iri karena mereka terlihat serasi.

Reyhan seolah merasa tak terganggu dengan pandangan mereka, tapi justru Risa lah yang merasa tak nyaman menjadi pusat perhatian. Pak Anwar datang menghampiri Reyhan dan Risa yang tengah menikmati pesta.

''Terima kasih, Pak Reyhan udah menyempatkan hadir di pesta, saya. Semoga terhibur dengan acaranya,'' ucap Anwar tersenyum ramah sambil menyesap minuman yang ada ditangan.

''Selamat, Pak Anwar buat proyek barunya, semoga makin sukses,'' ucap Reyhan tulus menjabat tangannya.

''Sama-sama, Pak Rey. Semoga suatu hari nanti kita bisa menjalin kerjasama juga di lain waktu. Hemm ... kalo gitu saya permisi dulu, Pak Rey. Nikmati pestanya,'' seru Pak Anwar berlalu, meninggalkan Risa dan Reyhan menyapa tamu-tamu yang lain.

Reyhan mengedarkan pandangan, menatap tiap tamu yang datang. Begitu banyak tamu yang hadir didominasi dari kalangan pengusaha. Fokusnya teralih pada seseorang yang ia kenal tengah asyik bercengkrama dengan yang lainnya.

''Ayo kesana,'' Reyhan menggandeng Risa dengan tangan saling bertaut.

''Kaya truk aja, Pak gandengan.''

''Nggak usah geer, saya cuma nggak mau kamu nyasar.''

''Ya kali, Pak nyasar. Emang saya anak kecil.''

''Udahlah nggak usah banyak protes! Kapan lagi kamu digandeng pria tampan.''

''Narsis.'' Risa berdecak.

Reyhan menepuk bahu seseorang membuatnya menoleh.

''Hey, Pak Reyhan senang sekali saya bertemu anda di sini.''

''Saya juga senang bisa ketemu Pak Juna di sini,'' ucap Reyhan.

''Kenalkan istri saya,'' ucap Arjuna merangkul pinggang Citra.

''Citra.'' Reyhan dan Citra saling berjabat tangan, karena ini adalah pertemuan pertama mereka mereka.

''Reyhan.''

''Wah datang sama siapa nih? Calon Mama Rafa, ya? Kalian serasi lho,'' kata Arjuna menggoda, membuat Reyhan dan Risa saling tatap.

''Pak Juna bisa aja aspri saya, Pak. Kenalkan.''

Risa menjabat tangan Citra.

''Calon istri juga boleh kok. Biar malam tidurnya nggak sendiri lagi,'' sahut Arjuna semakin semangat menggoda.

Wajah Reyhan terlihat memerah karena terus digoda, hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ambyar wibawanya.

''Wah sudah berapa berapa bulan, Mbak usia kandungannya?'' tanya Risa menyela, penasaran karena melihat sosok Citra yang terlihat masih muda mungkin seumuran dengannya atau bisa juga di bawahnya.

''Udah lima bulan nih. Kapan nyusul? kalian serasi banget lho bener kata, Mas Juna tadi,'' imbuh Citra. Reyhan dan Risa saling tatap terlihat salah tingkah tak tau harus menanggapi seperti apa?

''Buruan, Pak Rey halalin sebelum ditikung yang lain, kita tunggu kabar baiknya,'' ucap Arjuna.

Reyhan hanya mengulas senyum.

Risa membisikan sesuatu di kuping Reyhan dan ditanggapi dengan anggukkan. Ia sudah tidak tahan ingin ke toilet dari tadi panggilan alam memanggilnya.

''Mbak Citra saya permisi bentar, ya mau ke toilet.'' Risa berpamitan pada Citra dan Arjuna tak sopan rasanya jika pergi begitu saja tanpa pamit.

Risa berjalan menyusuri koridor menuju toilet wanita mengembuskan napas lega akhirnya bisa juga menghindari kerumunan orang-orang. Ada rasa kurang nyaman berada ditengah keramaian, setelah merasa cukup tenang Risa berniat menghampiri Reyhan kembali. Saat bersamaan ia melihat sosok Alfin yang baru aja keluar dari toilet pria.

''Alfin,'' seru Risa, dengan seulas senyum menghampiri. ''Nggak nyangka bisa ketemu disini. Kamu ngapain disini?''

"Harusnya aku yang nanya, kamu ngapain di sini?'' ujar Alfin penasaran, sekaligus senang bisa berjumpa dengan Risa

"Ohw, kebetulan aku lagi nemenin Bos, ginilah nasib bawahan harus ngekor kemana pun pergi. Kamu sendiri?''

"Kebetulan Pak Anwar relasi dari Papa aku hanya mewakili. Seneng bisa ketemu kamu di sini,'' ujar Alfin tersenyum.

Tadinya Reyhan khawatir karena hampir setengah jam Risa belum kembali juga dari toilet, tapi pemandangan di depan matanya membuat hatinya memanas. Melihat Risa terlihat tertawa dan berbincang dengan pria yang pernah mengantarnya ke rumah tempo hari. Ada hubungan apa mereka sebenarnya. Reyhan berjalan menghampiri.

"Uhuk .... '' Suara batuk Reyhan mengalihkan fokus Risa yang baru menyadari kedatangan Reyhan.

"Pak Reyhan ....'' ucap Risa tergagap seperti melihat pandang tak suka dari sorot matanya.

''Ini atasan aku, Al,'' ucap Risa mencoba mencairkan suasana. Alfin mengulurkan tangan menjabat tangan Reyhan dengan enggan Reyhan membalas uluran tangan Alfin.

"Risa ayo kita pulang?'' ajak Reyhan dengan suara sedikit ketus dan sorot mata tajam.

"Sebentar, Pak. Saya pamit dulu sama Alfin.'' Reyhan pun pergi meninggalkan Risa begitu saja dengan perasaan entah, seperti ada yang meremas di dalam sini.

"Alfin, aku pulang duluan ya? Sampaikan salam buat Ayah nanti kalo libur aku pulang,'' pamit Risa dengan seulas senyum dan langkah yang tergesa-gesa, mengejar Reyuan. Meninggalkan Alfin yang belum rela ditinggalkan, karena masih banyak hal yang ingin dibicarakan.

''Ris .... tunggu,'' seru Alfin tapi tak dihiraukan dan Risa hanya melambaikan tangan memberi kode untuk telepon saja.

Reyhan berdiri didepan kap mobil menunggu kedatangan Risa, melepas dasi kupu-kupu yang melingkar dileher yang terasa kian mencekik. Membuka dua kancing teratas agar panas yang menjalar bisa sedikit redam, tapi sayang sepertinya tak berpengaruh.

''Masuk!'' ucap Reyhan saat melihat Risa berdiri dihadapanya.

Risa tak mengerti dengan sikap Reyhan yang terlihat kesal padahal dari tadi semua baik-baik saja. Risa membuka pintu mobil belakang.

''Duduk di depan, saya bukan supir!'' tukas Reyhan.

Risa menghembuskan napas dalam dan menurut dari pada urusannya makin panjang, menghempaskan bokongnya di jok depan membuang muka ke arah jendela. Reyhan menyusul memasuki mobil dan duduk disebelah Risa dengan perasaan membuncah.

Ada rasa marah mendera yang tak tau kenapa? Reyhan melempar Jasnya ke jok belakang sembarang.

''Bapak ada masalah apa sih sebenarnya? Kenapa marah-marah nggak jelas!''

''Masih nanya marah kenapa?''

''Iya, Bapak aneh sebentar marah, sebentar baik. Bikin orang bingung tau nggak?''

''Bilangnya ke toilet nggak taunya mojok sama pria lain!'' Reyhan menatap Risa tajam.

''Kebetulan aja, Pak tadi enggak sengaja ketemu sama Alfin. Lagian apa masalahnya sih dia kan teman saya.''

''Saya engga suka liat kamu ketawa sama orang lain!''

''Iya tapi kenapa, apa masalahnya--'' ucapan Risa terhenti saat Reyhan mengikis jarak menarik tengkuknya dan membungkam bibirnya, melumat kasar seolah menggambarkan emosi yang tak mampu ia ucapkan.

Mata Risa membulat dengan apa yang dilakukan Reyhan berusaha mendorong dada bidang milik Reyhan yang mengungkung, membuat tak bisa bergerak, tapi semua hanya sia-sia tenaganya tak sebanding.

Perlahan Reyhan melepas tautan bibir saat pasokan udara terasa habis dan mengendurkan kungkungannya, matanya terlihat berkabut. Ada yang berdesir di dalam sini.

Risa mendorong tubuh Reyhan setelah rengkuhannya mengendur dan memukul dada bidang miliknya. Air matanya terasa ingin meleleh.

''Bapak apa-apaan, cium-cium sembarangan! Bapak pikir, saya apa? Gampangan huh!'' Risa menatap nyalang dengan mata memerah, ia tak terima.

''Hentikan Risa? Saya tidak pernah menganggap kamu seperti itu.'' Reyhan mengenggam erat tangan Risa agar tidak terus meronta.

''Tapi apa yang Bapak lakukan sama saya tadi--'' Risa tak mampu melanjutkan ucapannya.

''Apa masih kurang jelas dengan apa yang saya lakukan, apa masih tidak paham juga dengan perasaan, saya?''

''Bapak kasar, saya tidak suka, itu membuat saya merasa direndahkan.''

''Ohw, jadi itu kasar?'' Reyhan kembali mengikis jarak dengan napas memburu kembali mengecup bibir Risa yang terasa manis dan mampu menciptakan sensasi hangat yang menjalar.

Untuk ke dua kalinya Reyhan mengecup dan mengulum lembut, namun menuntut memberi kedamaian tersendiri hingga napasnya kian melemah, barulah Reyhan melepas tautan, memandang wajah Risa yang terpejam, terlihat memuja. Merengkuhnya ke dalam pelukan,

''Maaf,'' bisik Reyhan yang merasa sudah keterlaluan atas sikapnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel