Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7

Gue mengurungkan niat gue untuk masuk ke dalam kelas dan berhenti melangkah begitu sosok Daniel mendahului gue bersama seorang cewek yang di rangkulnya.

Sebenarnya gue nggak ada masalah kalo Daniel mau duluin gue dan masuk ke kelas. Tapi ini nggak. Dia malah dengan seenak jidatnya berhenti di depan gue bersama cewek itu. Bukan cuma itu, dia bahkan ngucapin kata-kata mesra yang bikin gue jijik yang mana dia ngucapinnya dengan suara yang sangat besar, sehingga gue bisa mendengarnya dengan jelas.

"Nanti kita makan siang bareng ya, beb. Di atap. Nanti kita bisa sambil pacaran disana." ucapnya lalu kemudian sedikit meremas bahu cewek itu yang cuma mengangguk aja.

"Yaudah. Kalo gitu aku masuk dulu ya sayngku. I love you." tambah Daniel yang disertai dengan kecupan di pipi si cewek dengan waktu yang cukup lama.

Gue yang melihat pemandangan itu bergidik ngeri. Apalagi hal itu ngebuat gue teringat kejadian semalem yang mana Daniel nggak sengaja ngecup pipi gue juga. Dan karena itu pula gue mencuci muka gue hampir lima kali untuk ngilangin jejak bibirnya yang masih terasa sampai saat ini gegara ngeliat pemandangan itu.

Merasa nggak betah. Gue pun berinisiatif untuk berbelok sedikit supaya gue bisa berjalan melewati mereka, dan sebelum masuk ke dalam kelas, gue mencibir dengan suara yang sengaja gue besarkan.

"Menjijikan." cibir gue lalu kemudian masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi gue yang sudah ada Reno disana yang langsung memutuskan sambungan telponnya begitu matanya menangkap sosok gue.

"Kenapa udahan?" tanyanya gue yang awalnya merasa biasa aja. Tapi setelah gue inget-inget. Gue pun memicing menatap Reno curiga.

"Apaan lu. Natap gue kayak gitu." ucap Reno.

"Lo tuh yang apaan! Punya pacar nggak bilang-bilang! Cuma ninggalin kata maaf lagi. Teman macam apa lo." ujar gue yang mengingat kejadian kemarin yang membuat kencan buta itu gagal dan gue yang berakhir pulang bersama Daniel yang saat ini memandangi gue sebelum dirinya duduk di kursinya yang berada jauh di belakang barisan gue.

Reno terkekeh, lalu sambil menggaruk tengkuknya ia membalas.

"Ya, abis gua buru-buru, Vin. Pacar gua mendadak minta ketemuan. Jadi ya, sorry. Tapi lu nggak di apa-apain kan sama Daniel?" ucapnya lalu melirik ke arah bangku Daniel.

Gue menggeleng pelan.

"Nggak lah. Emang lo pikir dia mau ngapain gue? Kayak gue penting aja sampe dia mau lakuin hal yang ngebuat lo khawatir." ujar gue yang ngebuat Reno kembali menatap gue.

"Lu nggak tau sih." gumamnya pelan yang sayangnya masih bisa gue denger.

"Nggak tau apa? Dia tukang pukul ya? Lo tau dari mana?" tanya gue beruntun.

"Temen gua yang beda sekolah pernah dipukulin sama dia." jawab Reno yang ngebuat memandangnya nggak percaya lalu beralih menatap Daniel yang juga kebetulan menatap gue dengan kedua alis yang ia naik turunkan. Melihatnya ngebuat gue menggerakan bibir gue ke arahnya tanpa mengeluarkan suara.

"Gila." itulah yang gue ucapkan tanpa suara. Lalu kemudian kembali beralih ke Reno.

"Terus gimana? Temen lo dipukulin sampe masuk rumah sakit?" tanya gue lebih lanjut.

Reno menggaruk pelipisnya lalu diam sebentat untuk berpikir.

"Enggak sih. Cuma ya gitu. Dia cerita sama gua kalo Daniel habis mukulin dia. Gitu. Udah ah, jangan ngomongin orang. Dosa." ucap Reno yang ingin mengakhiri percakapan tentang temannya.

Gue mengiyakan, tapi gue masih punya pertanyaan lain yang belum gue utarakan.

"Oh iya. Pacar lo namanya siapa? Cantik nggak? Anak sini juga kah?" tanya gue yang ngebuat Reno menatap gue dengan mata yang bergetar. Gue yang melihat itu bingung, tapi sebelum gue mendapatkan jawaban darinya, Guru mata pelajaran udah masuk ke dalam kelas yang mana hal itu ngebuat ketua kelas menyuruh semua murid berdiri dan mengucapkan salam menggunakan bahasa Inggris.

Karena guru bahasa Inggris ini terkenal galak. Gue pun diam aja tanpa berniat untuk mendesak Reno untuk menjawab pertanyaan gue tadi. Karena semua murid pun begitu. Nggak ada yang mau kena hukuman guru itu yang katanya akan mendapatkan blacklist kalo murid yang kena hukuman udah kena tiga poin darinya.

Jadi dengan begitu, gue duduk anteng sambil mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung.

Tapi saat detik-detik bel istirahat berbunyi. Tiba-tiba segumpal kertas mengenai kepala gue dan mendarat di meja gue yang ngebuat gue denhan reflek berkata 'anjing' yang ngebuat satu kelas menoleh ke arah gue.

Gue yang udah kepalang ketahuan sama guru, dengan cepat membuka gumpalan kertas itu yang ternyata dari Daniel yang isinya hanya memamerkan cewek yang tadi bermesraan di depan gue.

'cewek baru gue cantik kan'

Begitulah isi kertas yang mengenai kepala gue itu. Gue menoleh ke belakang, dan hanya mendapati Daniel yang berpura-pura menulis tugas di bukunya.

"Melvin!" panggil sang Guru dengan nada tinggi yang ngebuat gue kaget dan sontak menoleh ke asal suara.

Jantung gue langsung berdetak cepat. Dengan pikiran gue yang melayang dan mendapatkan poin yang nggak gue inginian. Apalagi saat ini guru itu udah berjalan mendekat ke arah gue, dan dengan cepat mengambil alih kertas yang ada di tangan gue dan membaca tulisan yang ada disana.

"Punya siapa ini!?" tanya guru itu dengan galak.

Gue dengan takut menjawab. "Daniel, Ma'am"

"Benar itu Daniel!?" tanya guru itu memastikan yang membuat gue pasrah karena pasti Daniel bakalan bohong dan ngenuat gue menerima semua ceramahan dari guru itu.

Tapi gue salah, Daniel dengan mudahnya mengaku kalo itu kertas adalah perbuatannya dan dia juga yang melemparkan kertas itu ke gue. Gue yang mendengarnya dengan mata berbinat menatap ke arahnya. Berharap Daniel bisa membacanya kalau gue menatapnya dengan maksud berterima kasih karena dia mau di hukum secara suka rela dengan mengakui perbuatannya.

Namun gue segera menyesali tatapan gue barusan. Karena saat bel berbunyi, guru itu memanggil nama gue dan Daniel untuk menyuruh kami berdua mengumpulkan buku cetak di atas meja murid dan mengembalikannya ke perpustakaan yang jaraknya cukup jauh dari kelas gue berada.

Karena ucapan guru itu mutlak adanya. Jadi gue maupun Daniel nggak bisa menolaknya, dan mulai berdiri dari kursi gue untuk mulai memunguti yang ada di atas meja murid yang gue mulai dari meja gue dan Reno terlebih dahulu.

"Makanya, kalo reflek tuh jangan anjing-anjingan. Sesekali kek, refleknya gini 'Eh, Reno ganteng!', kalo gitu kan enak di denger." ucap Reno setelah guru itu pergi dan meninggalkan kelas. Begipun juga dirinya dan murid lain yang memasang wajah senang melihat gue menderita.

Gue nggak marah. Karena emang gue yang salah. Tapi gue kesel mengetahui kalo ini semua gara-gara Daniel yang saat ini udah mulai mungut bukunya di meja bagian ujung.

"Cepet woi! Gue mau nemuin cewek gue. Jangan bengong doang!" teriak Daniel dari sana.

Gue berdecih, lalu kemudian mulai mengumpulkan buku-buku itu yang memakan waktu beberapa menit.

"Berat nggak?" tanya Daniel saat gue mulai mengangkat buku-buku itu di tangan gue yang isinya ada 15 biji.

"Peduli apa lo kalo gue keberatan?" balas gue, lalu tanpa menunggu jawabannya gue berlalu begitu saja untuk mendahuluinya menuju perpustakaan.

Sebenarnya emang cukup berat sih. Tapi kan gue gengsi kalo ngomong langsung ke Daniel. Lagi pula gue cowok, cuma jarang olahraga aja. Makanya gue sedikit letoy. Tapi walau begitu gue kuat mental kok. Jadi jangan salah paham ya.

"Kalo lo keberatan biar gue ambil 5 lagi di elo, biar lo bawa sepuluh aja." ucap Daniel yang sudah menyusul gue yang saat ini ada di samping gue dan berjalan berdampingan.

"Apaan sih lo! Ganggu mood gue lagi usaha aja." balas gue lalu mempercepat langkah gue untuk menuju perpustakaan yang sebentar lagi akan sampai.

Setelah sampai dan masuk ke dalam perpustakaan. Gue dengan cepat melepaskan tangan gue dari buku-buku itu sehingga menyebabkan suara yang cukup kencang akibat benturan buku itu dengan lantai.

"Nih, Bu, bukunya. Udah ya, aku balik lagi." ucap gue yang hendak berbalik untuk keluar dari sana. Namun pergerakan gue segera di hentikan oleh guru yang jaga disana dengan berkata.

"Enak aja, kamu. Susun juga sana!" balasnya yang ngebuat gue kembali berbalik yang mana hal itu bersamaan dengan Daniel yang memasuki ruang perpustakaan.

"Susun dimana, Bu?" tanya gue yang jujur udah merasa lelah.

"Tuh, di rak belakang yang mepet dinding yang ada di belakang rak di depan ini." tunjuk guru itu yang langsung gue pahami dan ngebuat gue kembali menyusun buku-buku itu jadi satu. Setelahnya gue mengangkat buku itu dan mulai berjalan mendekat ke rak buku yang guru itu maksud.

"Loh, ini raknya penuh semua." ucap gue yang menyadari kalau rak di depan gue udah nggak ada tempat untuk menyusun buku yang gue bawa.

"Penuh apanya. Yang paling atas tuh kosonh." sahut Daniel yang baru tiba.

Gue yang mendengar itu segera menyipitkan mata gue untuk memastikan ucapan Daniel tadi. Tapi nihil, gue nggak bisa melihay bagian paling atas tak itu.

"Manusia dengan tinggi 155 nggak bakal bisa liat." celetuk Daniel yang ngebuat gue langsung noleh ke arahnya.

"Yodah! Kalo gitu biar manusia dengan tinggi 173 aja yang nyusun semua buku ini!" balas gue dan meletakkan semua buku itu di atas meja yang tersedia disana.

"Nggak bisa gitu dong. Lo kan bisa make benda itu untuk nyusunnya?" balas Daniel sambil menunjuk ke arah tangga menggunakan dagunya.

"Tinggal ngomong tangga apa susahnya." gerutu gue sambil mendekat untuk mengambil tangga itu. Lalu setelahnya gue menyusun tangga itu agar kokoh dan bisa gue naiki untuk menyusun buku itu yang gue susun satu persatu di atas buku yang udah tersusun disana.

Awalnya gue dengan tentram menyusun itu dengan perlahan. Tapi ketentraman itu segera di ganggu oleh Daniel yang berkata.

"Bisa cepetan dikit? Lo udah hampir 10 menit nyusun buku yang cuma ada 15 biji." ucapnya yang ngebuat gue nggak tenang dan berusaha cepet-cepet menyusun buku itu seperti keinginannya.

Tapi sayang. Karena gue yang termakan ucapan Daniel, tangga yang gue naikin bergerak dan ngebuat gue kehilangan keseimbangan yang akhirnya ngebuat gue jatuh dengan mata yang gue tutup rapet.

Jantung gue yang emang udah deg-degan karena takut hal yang buruk terjadi. Seketika berubah menjadi keheranan karena gue nggak merasakan sakit apapun.

Awalnya gue bingung. Tapi setelah gue menyadari apa yang terjadi. Gue segera teriak dan menyebut-nyebut nama Daniel dengan panik begitu gue menemukan sosoknya yang berada di bawah gue dengan mata yang terpejam nggak sadarkan diri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel