Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 6

Gue sendirian.

Ngerjain tugas dengan suasana rumah sunyi karena cuma gue yang ada didalamnya. Orang-orang yang biasanya ada dirumah lagi pada pergi untuk menemani Bang Dirga yang dapat undangan interview yang gue nggak tau dimana tempatnya. Yang jelas gue nggak mau ikut, dan nampangin muka gue di tipi.

Gue sebenernya males buat ngerjain tugas. Tapi karena gue bosen dan nggak tau mau ngapain. Jadilah gue memilih untuk ngerjain tugas. Toh nggak ada ruginya, malah gue bakal bebas nanti kalo tugas gue kelar duluan.

Baru aja gue ngebalik lembar buku tulis gue. Bunyi bel dari luar rumah ngebuat gue teralihkan dan akhirnya berdiri untuk berjalan ke arah pintu dengan niat mencari tau siapa orang yang memencet bel rumah. Dan saat gue tau siapa yang dateng, gue segera memasang senyum hangat dan membuka pintu lebar.

"Malem Tante. Ada apa ya? Emak sama yang lain pergi soalnya." ujar gue yang udah memberitahu sebelum Tante Mindy bertanya.

"Iya, Tante tau. Ini Tante mau nyusul Emakmu." ujar Tante Mindy yang membalas senyuman gue yang terlihat sangat cantik walaupun usianya udah menginjak kepala 4.

"Terus ada apa perlu apa Tante?" tanya gue sambil membuat jalan masuk agar Tante Mindy bisa masuk ke dalam rumah.

Namun Tante Mindy menolak dan malah menoleh kebelakang nya. Gue yang penasaran ikut menoleh dan mendapati sosok Daniel dengan baju santai yang tangannya sedang memegang buku yang sama dengan buku yang saat ini gue kerjakan.

Tante Mindy kembali menatap gue. "Tante mau minta tolong sama kamu, Vin. Selama Tante sama Om pergi, Daniel boleh Tante titipin disini? Soalnya kalo dirumah Tante takut dia manggil cewek nggak jelas lagi." ujar Tante itu sambil menggenggam lengan gue.

Gue yang mendengarnya merasa canggung. Tapi hati gue udah mencak-mencak memaki Daniel yang saat ini memasang senyum miring yang entah apa maksudnya.

"Bantu Tante ya Nak Melvin. Nanti pas pulang Tante beliin apapun yang kamu suka. Kamu suka apa?" tawarnya. Gue segera menggeleng menjawabnya.

"Nggak Tante, nggak perlu. Kayak minta tolong sama siapa aja. Udah Tante sama Om berangkat aja. Biar aku yang jagain Daniel dirumah, kalo perlu aku kunci pintunya." ujar gue yang gue akhiri dengan kekehan yang terpaksa.

Tante tersenyum sumringah. Ia terlihat sangat yang kemudian memeluk gue untuk membisikan kata-kata terima kasih yang gue balas dengan anggukan kepala. Setelah itu Tante Mindy melepaskan pelukannya dan memanggil Daniel untuk mendekat.

"Kamu sama Melvin dulu ya, Niel. Jangan kemana-mana." perintah Tante Mindy.

"Got it." sahut Daniel.

"Nanti laporin aja sama Tante kalo Niel nggak bisa dibilangin. Kalo ketahuan berbuat buruk, biar Tante jual motornya." ucap Tante Mindy yang bersuara lembut dan berbeda saat berbicara dengan Daniel tadi.

Gue mengangguk paham dan mengiyakan ucapan Tante Mindy. Setelahnya beliau berbalik dan berjalan menjauh dari pandangan gue sampai akhirnya menghilang saat dirinya masuk ke dalam mobil.

Melihat itu gue pun menghela napas lega.

"Akting lo jago. Sampe bikin nyokap gue bersikap lembut sama elo." celetuk Daniel yang ngebuat gue langsung memandang sinis kearahnya.

"Sirik aja lo anak durhaka!" balas gue yang kemudian berbalik dan mendahuluinya untuk masuk ke dalam rumah.

"Jangan lupa tutup pintunya!" teriak gue yang sebelum akhirnya berbelok menuju tempat gue belajar tadi.

Gue segera mengambil tempat duduk gue sebelumnya dan meraih ponsel sama earphone yang tergeletak diatas meja. Setelahnya gue memutar lagu yang gue suka dan mendengarkannya dengan volume yang besar. Karena gue melakukannya untuk menghindari suara Daniel yang menyebalkan.

Liat deh, belum apa-apa, gue udah ngerasa keki duluan pas Daniel ngambil tempat duduk di depan gue. Tapi karena gue nggak mau memulai perkelahian yang berujung gue yang kalah debat. Gue pun berusaha mengabaikannya dan melanjutkan kegiatan gue mengerjakan tugas.

Tapi baru beberapa menit gue fokus membaca. Tiba-tiba earphone yang gue kenakan terlepas satu dan itu ulah Daniel yang matanya menyipit menatap gue.

"Nggak baik denger lagu pake headset suaranya gede-gede." ujarnya yang ngebuat gue menaikkan satu alis gue bingung.

"Urusan gue lah!" balas gue yang kemudian hendak kembali memasang earphone itu. Tapi segera ditahan oleh tangan Daniel yang kekuatannya nggak bisa gue imbangi.

"Apaan sih, Niel!? Masih untung gue dengan suka rela nampung lo disini. Pengertian dikit kek dengan cara nggak ganggu gue. Gue lagi ngerjain tugas nih." ucap gue yang udah jengkel padanya.

Eh bukannya minta maaf, dia malah dengan entengnya ngomong laper dan minta makan. Ngomongnya kayak merintah lagi. Kan gue jadi tambah kesel.

"Ambil sendiri woy! Ngapain nyuruh-nyuruh gue segala. Kayak nggak pernah makan ambil sendiri aja dirumah gue. Udah ah jangan ganggu. Sekali lagi lo ganggu, gue usir lo!" ancam gue padanya.

Daniel nggak membalas. Dia malah bangkit dari duduknya dan kemudian berjalan menjauh dari gue yang jalannya menuju ke arah dapur. Melihat itu gue merasa tenang dengan niat ingin kembali mendengar lagu yang masih berputar disana.

Namun lagi-lagi gue urung melakukannya. Karena suara Daniel yang cukup keras ngebuat gue menghembuskan napas kasar mendengarnya.

"Nggak ada makanan, Vin!" teriaknya dari arah dapur.

Gue yang udah jengkel dan nggak mau diganggu lagi. Memilih untuk berdiri dan membawa semua peralatan belajar gue untuk berpindah tempat ke kamar gue. Masa bodoh lah sama Daniel. Mau kelaperan kek, mau berantakin dapur kek. Terserah. Yang penting gue nggak ngeliat mukanya malem ini.

Tapi pas gue mau buka pintu kamar. Suara pecahan piring yang beruntun ngebuat gue panik, dan tanpa berpikir panjang langsung kembali turun ke bawah untuk menyusul Daniel yang saat ini terdiam menatap pecahan piring yang tergeletak di lantai.

"Lo ngapain sihhhh... astaga.. pusing gue ama kelakuan lo." ucap gue setelah meletakkan peralatan belajar gue di atas meja makan.

Gue mendekat ke arah Daniel dan kemudian berjongkok untuk mengambil pecahan piring yang sayangnya harus tertunda karena Daniel menahan tangan gue kuat.

"Jangan dibersihin. Nanti lo luka. Kita panggil damkar aja buat beresinnya." ucapnya dengan gampangnya.

Gue yang mendengarnya, tanpa ragu menepuk lengannya yang menahan tangan gue kuat.

"Lo pikir rumah gue kebakaran pake manggil damkar segala. Udah lo sana keluar. Emosi gue lama-lama." ujar gue dan mendorong tubuhnya menjauh. Setelahnya gue kembali mengulurkan tangan gue untuk mengambil pecahan piring itu dan berniat membersihkannya.

Tapi baru satu pecahan yang gue. Tiba-tiba gue merasakan sayatan pada jari gue yang menyebabkan rasa perih yang sontak ngebuat gue langsung melepaskan pecahan piring itu kembali.

Gue langsung berdiri dan mengibas-ibaskan tangan gue yang terasa perih. Dan setelah gue lihat jari gue perlahan. Darah mulai keluar dari sana yang ngebuat gue panik ngeliatnya.

Bukan gue aja yang panik. Daniel juga. Hebatnya, dia dengan sigap meraih tangan gue dan meniup-niupi jari gue yang berdarah. Setelahnya, tanpa ragu dia memasukan jari gue kemulutnya. Gue yang menyaksikan itu melotot kaget, lalu dengan kuat menarik tangan gue dari mulutnya

"Lo ngapain njing! Jorok!" ucap gue sambil menjauhi kepalanya yang mau memasukkan kembali jari gue kemulutnya.

"Itu tangan lo berdarah, Vin! Dan dari yang gue tau, pertolongan pertama untuk luka sayatan ya di isep darahnya. Biar nggak infeksi!" ujarnya dan inin meraih tangan gue yang udah gue sembunyiin di belakang punggung gue.

"Ya tapi harusnya lo tanya dulu dong, gue mau apa nggak jari gue di masukin ke mulut lo itu!" balas gue padanya.

"Lo mau nggak gue masukan jari itu ke mulut gue?" tanyanya dengan gampang. Dengan cepat menjawab.

"Ogah!" lalu berbalik untuk menuju wastafel yang nggak jauh dari sana.

Gue mengulurkan tangan gue lalu membasuh luka gue yang masih mengeluarkan darah dengan air yang mengalir.

"Padahal gue khawatir dan mau ngasih lo pertolongan pertama. Tapi lo malah menolaknya. Sakit tau, Vin." ujar Daniel yang ternyata mengikuti gue ke wastafel.

"Lo sehat, Niel? Lo dari tadi bersikap aneh tau nggak. Gue jadi ngeri." balas gue yang udah selesai membasuh tangan gue dengan air dan mulai berjalan menuju kotak P3K yang sayangnya udah di ambil duluan oleh Daniel yang berlari untuk mengambilnya.

"Sini gue bantuin obatin lukanya." tawarnya.

"Gue beneran ngeri, anjir." ucap gue yang memang menyadari sikap Daniel yang nggak seperti biasanya. Tapi walau begitu, dia masih terlihat menyebalkan. Cuma berbeda caranya aja, kalo biasanya dia bersikap menyebalkan dengan mengejek-ngejek gue. Kali ini dia nyebelinnya yang bersikap sok peduli sama gue.

"Ayo sini." ajak Daniel yang hendak menarik tangan gue yang sayangnya gue dengan sigap mengelak.

"Nggak mau! Gue bisa obatin sendiri. Lo mendingan beresih pecahan piring itu, sebelum Emak gue dateng. Ntar kalo dia tau lo bakalan kena omelannya." ucap gue yang nggak sengaja neglirik pecahan piring yang masih berserakan di lantai.

"Iya, nanti gue beresin. Tapi gue bantuin lo dulu. Sini." ujarnya yang kembali berusaha meraih tangan gue.

"Apaan sih!? Gue nggak mau Daniel!" balas gue.

"Kenapa nggak mau?" tanyanya.

"Ya karena gue nggak mau lah!" jawab gue.

"Alasan yang aneh." ucapnya, lalu kemudian dengan cepat dia berhasil meraih tangan gue dan menariknya kuat.

Gue yang emang nggak mau sama tawarannya pun melawan. Gue menarik diri dari tarikan Daniel yang kuat, sampai akhirnya gue merasa lelah dan melemaskan tubuh gue yang kehabisan tenaga. Tapi seharusnya gue nggak ngelaukin itu.

Karena saat gue melemas, tarikan Daniel masihlah kuat. Sehingga dengan tiba-tiba tubuh maju ke arahnya dan mengakibatkan gue menabrak tubuhnya yang membuatnya mundur beberapa langkah.

Tapi bukan itu saja yang terjadi akibat tindakan gue. Tapi saat ini bisa gue rasakan benda kenyal yang menempel di pipi gue dengan durasi yang cukup lama. Awalnya gue nggak sadar benda kenyal apa yang menyentuh pipi gue. Dan setelah gue tau benda apa itu. Gue pun langsung mendorong tubuh Daniel menjauh dari gue karena merasakan bibirnya yang bergerak dan ngebuat gue geli.

Gue baru mau memakinya, tapi dia mendahului gue dengan berkata dengan nada yang canggung dan terbata.

"L-lo obatin sendiri. Biar g-gue yang beresin piring itu." ucapnya sambil menyerahkan kotak P3K ke gue. Gue yang mendengar itu merasa bingung.

Tapi karena gue nggak mau ambil pusing. Gue pun mengabaikannya dan berjalan menjauh dari sana untuk menuju ruang tamu dengan niat mengobati luka gue yang kembali terasa nyeri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel