Chapter 5
Gue segera menyenggol bahu Reno begitu perjalanan gue dengannya hampir sampai ke ruang kelas setelah menikmati waktu istirahat di kantin tadi.
"Jadi kan, Ren?" tanya gue padanya yang sibuk dengan ponselnya.
"Jadi apanya?" tanyanya balik. Matanya masih fokus menatap layar ponsel dengan jari tangan yang bergerak cepat menekan tombol-tombol yang ada di ponselnya.
"Kencan butanya! Lo bilang mau nyomblangin gue." jawab gue yang masih berusaha sabar karena sampai saat ini Reno nggak menatap gue dan masih serius dengan ponselnya.
Tapi kesabaran gue udah pada puncaknya, karena ucapan gue diabaikannya bahkan sampai kita udah masuk ke dalam kelas. Gue yang merasa kesal langsung mengambil ponselnya dan menyembunyikannya kebelakang gue.
"Woi, Vin! Apaan sih lo! Siniin hp gua!" ucap nya dengan suara besar yang membuat beberapa murid yang sudah berada dikelas menoleh.
Gue menggeleng pelan, lalu tanpa membalas ucapannya gue pun berjalan duluan menuju kursi gue setelah sebelumnya menaruh ponsel Reno ke saku celana gue. Reno menyusul dan kemudian langsung meraba saku celana gue dengan seenak udelnya. Gue yang ngerasa geli dengan perbuatannya akhirnya mengalah dan menyerahkan kembali ponselnya.
"Bercanda lu nggak asik." ucap Reno yang kemudian mengambil tempat duduk di samping gue.
"Lo yang nggak asik njir. Gue lagi ngomong, lo malah sibuk main hp. Ada apa sih? Lo punya pacar?" ujar gue.
Reno tertegun. Matanya sedikit membesar dan terus menatap gue tanpa berkedip. Gue yang melihat itu segera saja menyenggol bahunya.
"Apaan dah." ujar gue. Reno hanya berkedip beberapa kali lalu kemudian bersiap untuk berkata yang sayangnya harus ia tunda akibat satu suara yang menyebut nama gue dengan keras.
Gue menoleh, dan mendapati ketua kelas yang berkata kalo ada cewek yang nyariin gue diluar. Gue yang mendengar kata cewek, tanpa ragu langsung berdiri dan berjalan untuk menghampiri cewek itu. Namun sebelum gue keluar kelas, sosok Daniel tiba-tiba masuk dan berpapasan dengan gue yang untungnya dia nggak menyadari sosok gue saat itu. Jadi gue dengan mudah keluar kelas dan menemui cewek yang ketua kelas maksud.
Tapi sepertinya gue nyesel udah nemuin cewek itu. Karena ternyata cewek yang nungguin gue diluar kelas adalah Fina. Ia berdiri bersandar dengan kepala yang menunduk dan kaki yang ia gerak-gerakkan.
Gue pengen langsung balik masuk kelas, kalo aja Fina nggak menoleh dan menangkap basah sosok gue yang udah ada di luar.
"Melvin." panggilnya. Gue yang mendengarnya menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Setelah itu gue berjalan mendekat ke arahnya.
"Apa?" tanya gue dengan kedua tangan yang gue masukkan ke dalam saku celana.
"Ada yang mau gue omongin sama elo. Nanti pulang sekolah, lo ada waktu nggak?" tanyanya, dengan nada ragu.
Gue menaikkan satu alis gue mendengarnya. "Sekarang ada waktu. Kenapa nggak ngomong sekarang aja? Gue ada janji pulang sekolah nanti." balas gue.
Fina mengangguk paham.
"Gitu ya. Yaudah deh, kalo lo ada waktu aja." ucapnya yang hendak pergi begitu saja. Gue yang udah nggak mau ketemu lagi sama cewek itu menahannya. Karena sebenarnya gue tau isi kepalanya saat ini.
"Nggak ada lain waktu lagi, Fin. Gue udah nggak ada minat sama elo. Dan yang lebih parah lagi, lo udah bekas orang. Orang yang paling gue benci lagi. Jadi berhenti nyari dan ngomong sama gue lagi." ucap gue setelah melihatnya berhenti melangkah saat gue menyebutkannya.
Fina nggak menjawab, tapi bisa gue lihat kalo bahunya bergetar. Dan nggak lama setelah itu dia pergi dengan kaki yang berlari cukup kencang. Gue yang melihat itu pun menghela napas.
Gue sebenernya nggak tega untuk mengucapkan kalimat barusan. Tapi yang salah saat ini bukan gue. Dia yang udah nolak gue dan memilih untuk jadian sama Daniel. Jadi udah jelas, gue cuma mempertahankan diri aja agar gue nggak termakan omongan cewek yang cuma mandang fisik aja.
Nggak mau berlarut dengan pikiran gue yang memikirkan nasib Fina. Gue pun memutuskan untuk balik ke kelas dan mengikuti pelajaran berikutnya sampai pulang sekolah nanti. Gue nggak sabar untuk menantikannya, apalagi kata Reno cewek-cewek yang ikut kencan buta biasanya cewek kuliahan. Pasti cantik dong ya.
Tapi tentu saja gue harus membuat rencana dulu supaya niat gue untuk kencan buta nggak gagal dan mengalami penolakan.
Jadi setelah pulang sekolah, gue dan Reno yang udah gue kasih tau rencana gue. Sengaja mampir ke tempat lain dulu untuk memastikan kalo cowok yang nginep di kamar gue semalem itu nggak ngikutin gue ke tempat bertemunya para cewek-cewek.
Gue nyuruh Reno untuk berhentiin motornya di depan gang dan menyuruhnya untuk ikut bersembunyi, karena gue tau, Daniel pasti ngikutin gue setelah gue menangkap basah dirinya yang menguping pembicaraan gue dan Reno di kantin tadi.
Dan benar saja, beberapa menit kemudian suara motor yang sering gue denger pun mendekat dan berjalan melalui gue dan Reno yang terkekeh kecil sambil mengatainya yang bodoh dan mudah untuk dijebak. Gue yang menyadari itu pun tertawa senang.
"Makan tuh perebut gebetan orang. Nyasar-nyasar dah lo." ucap gue yang udah keluar dari persembunyian.
Reno yang menyusul pun menyahut.
"Hebat juga ide lu. Kalo lu nggak tau tadi, udah pasti sih rencana kencan buta ini gagal lagi." ujarnya yang kemudian mulai mengeluarkan motornya untuk ia nyalakan, sementara gue sendiri hanga tersenyum bangga sambil menaiki motor Reno yang umurnya baru beberapa bulan.
"Udah ayok buruan. Ntar dia balik lagi kalo sadar dia nyasar." ucap gue yang menepuk bahu Reno agar segera menancap gas.
Perjalanan menuju cafe tempat kencan itu cukup jauh. Karena selain cafe itu belum gue dan Reno ketahui. Cafe itu juga terletak sedikit mendalam dari jalan umum yang ada nama alamatnya. Jadi gue sama Reno sempet muter-muter beberapa menit sampe akhirnha kita sampe dan langsung masuk ke dalamnya.
Tapi baru beberapa langkah masuk ke dalam cafe. Ponsel Reno bunyi dan ngebuat kita tertunda masuk lebih dalem. Sementara Reno mengangkat telpon yang masuk, gue mengambil kesempatan itu untuk melirik kesekitar mencari beberapa cewek yang mungkin terlihat menunggu seseorang disana. Dan nggak membutuhkan waktu lama, karena mata gue langsung menemukan 3 orang cewek yang juga lagi lirik kesekitar seperti sedang nunggu seseorang, dan saat pandangan gue sama salah satu dari mereka bertemu, gue pun tersenyum. Seganteng yang gue mampu.
"Vin..." panggil Reno pelan, membuat gue memutuskan kontak mata gue dengan cewek itu dan menoleh ke arah Reno yang memasang wajah lesu.
"Kenapa? Siapa yang nelpon, sampe bikin muka lo jelek gitu?" tanya gue yang mendapat pukulan kecil darinya.
"Dari nyokap. Gue disuruh pulang, katanya bokap gue udah pulang dari tugasnya dan minta gue bawa sesuatu sebagai hadiah penyambutan." ujarnya.
"Lah, terus rencana kencan buta kita gimana?" tanya gue sambil kembali melirik ke arah meja para cewek.
Reno mengedikkan bahunya. "Gue bisa aja langsung pergi, karena ini keadaan genting. Tapi kalo elo, lo mau ikut gue? Apa mau tetep lanjut?" tawar Reno yang bikin gue berpikir keras sebelum menjawabnya.
Kalo gue ikut Reno, nanti kencan gue batal. Dan rencana gue buat dapet pacar gagal lagi. Tapi kalo gue nggak ikut Reno, gue pulangnya pake apa? Ini pertama kalinya buat gue dateng ke tempat ini, gue nggak mau nyasar kayak orang bego. Apalagi duit di dompet gue tipis, ngebuat gue nggak yakin kalo duit itu cukup untuk biaya transportasi gue pulang.
Jadi dengan pemikiran seperti itu pun gue hendak menjawab tawaran Reno untuk memilih ikut dengannya. Tapi sebelum gue mengucapkannya, pintu cafe terbuka dan sebuah suara yang memanggil nama gue cukup keras membuat gue teralihkan.
Gue membesarkan mata gue yang saat ini menangkap sosok Daniel yang berjalan mendekat ke arah gue dengan gaya yang sok keren yang sayangnya berhasil menarik perhatian orang-orang disekeliling cafe.
"Ngapain lo disini!?" tanya gue yang masih kaget karena Daniel bisa tau letak cafe ini berada.
Bukannya menjawab, Daniel malah mengambil tangan gue dan menariknya.
"Pulang." ucapnya singkat dan langsung menarik tangan gue yang ngebuat gye terseret beberapa langkah karena tarikannya tiba-tiba. Untungnya Reno ngebantu gue dan ikut narik tangan gue agar seretan yang Daniel lakukan terhenti.
"Apa-apaan lu woy! Lepasin tangan temen gua!" ucap Reno dengan suaranya yang besar.
Daniel menoleh dan berdecih padanya.
"Jangan campurin urusan gue. Mending lo urus pacar lo yang nelpon barusan." ucapnya yang ngebuat Reno dengan cepat melepaskan pegangannya pada gue.
Gue yang melihat itu memandang Reno nggak percaya. "Ren..?" panggil padanya.
Namun Reno nggak menanggapinya, dia malah menatap Daniel lalu kemudian berkata.
"Oke, gua nggak bakal campurin urusan lu. Lu bawa pulang aja dia. Tapi jangan lu apa-apain ya. Lecet dikit gua tonjok lu." ucapnya yang mengancam Daniel. Setelahnya dia beralih ke arah gue dan menepuk bahu gue.
"Gua duluan ya bro. Maaf udah boongin lu soal pacar. Xixixi." tawanya yang kemudian berlalu pergi meninggalkan gue.
"Mau kemana lo, Ren! Woi, Ren! Jangan tinggalin gue!" teriak gue yang melihat Reno menjauh dan akhirnya keluar dari dalam cafe.
"Temen anjing!" maki gue yang langsung mendapat cengkeraman kuat dari Daniel. Gue meringis kesakitan yang tentu saja nggak dipeduliin sama Daniel yang malah kembali menyeret gue keluar dari dalam cafe.
Nggak mau menyerah gitu aja. Gue pun mengerahkan seluruh kekuatan gue dan menarik tangan gue dengan kuat. Dan itu berhasil, tangan gue terlepas dari genggamannya yang langsung gue elus sambil meniupi lengan gue yang terasa sakit.
"Lo ada masalah apa sih, Niel?" tanya gue yang mencoba sabar dan nggak marah-marah padanya.
"Lo disuruh pulang." jawabnya dengan kedua tangan yang dia lipet di dadanya.
"Disuruh pulang? Sama siapa? Emak gue lagi kerja, bokap gue apa lagi! Bang Dirga? Dih, kerajinan amat dia nyuruh gue pulang!" ucap gue yang membantah ucapan Daniel. Karena emang setau gue, belum ada yang nyuruh gue pulang. Biasanya gue pulang kapanpun yang gue mau, ya walaupun masih dibatasin jamnya.
Daniel nggak menyahut ucapan gue. Dia malah merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya lalu mengetikan beberapa tombol disana.
"Halo, Bang. Nih, Melvinnya. Dia nggak mau pulang." ucap Daniel yang ternyata lagi nelpon, nggak, dia lagi video call sama Bang Dirga yang saat ini terlihat Bang Dirga lagi di dalam mobilnya.
"Oi, Vin. Pulang lo! Gue bilangin Emak kalo lo berani lanjutin kencan butanya. Lo masih SMA anjir. Nggak pantes kencan-kencan begituan. Nunggu gedean dikit baru boleh. Ayok balik." ujar Bang Dirga dari ponsel Daniel yang di arahkan ke gue.
Baru aja gue mau menyanggah ucapannya untuk menanyakan dari mana dia tau gue bakal kencan buta. Bang Dirga udah memutuskan sambungan telponnya dulu dan ngebuat Daniel menarik kembali ponselnya untuk ia simpan di saku celananya.
"Percaya kan?" ujarnya dengan kedua alis yang ia naik-turunkan.
Gue yang melihat kebenaran ucapannya pun nggak bisa menolak. Gue menoleh sebentar ke arah cafe lalu menghela napas. Setelahnya gue mengulurkan tangan gue ke arah Daniel.
"Apa?" tanya Daniel bingung.
"Minta duit!" jawab gue.
"Hah? Buat apaan?" tanyanya lagi.
"Ya buat ongkos pulang lah! Tadi lo nyuruh gue pulang. Gue lagi nggak punya duit. Makanya gue minta sama lo. Nanti Bang Dirga yang gantiin." balas gue.
"Dih, nggak malu lo minta-minta? Kayak orang susah aja." sahutnya.
"Gue emang lagi kesusahan. Jadi sini! Mana duitnya!?" ucap gue dan mengabaikan penghinaannya yang nggak berpengaruh.
Daniel diam, ia kembali merogoh celananya untuk mengambil dompetnya. Setelahnya dia mengulurkan uang beberapa lembar ke arah gue yang hampir gue ambil uang itu, kalo aja dia nggak narik tangannya dan memasukkan kembali uang itu ke dompetnya.
"Kenapa lo masukin lagi?" tanya gue.
"Ya apa lagi? Gue ogah lah ngasih lo duit. Emang lo siapa? Pacar gue bukan." balasnya.
"Terus gue pulang pake apa setan? Reno udah duluan tadi." geram gue padanya.
Daniel menggunakan jempolnya untuk menunjuk dirinya sendiri. "Gunanya gue disini buat apa coba kalo bukan nganter lo pulang?" ujarnya.
Gue berkerut mendengarnya. "Gue nggak salah denger?" tanya gue.
"Emang kuping lo gangguan?" tanyanya balik yang ngebuat gue melotot padanya.
"Udah buruan naik. Gue nggak punya banyak waktu cuman buat nganter lo pulang doang." ujarnya lalu berbalik dan berjalan mendahului gue untuk menghampiri motornya yang terparkir.
Gue menyusul dan kembali berkata setelah sampai di dekatnya.
"Kalo lo ogah-ogahan nganter gue. Terus kenapa lo repot-repot dateng kesini segala. Pake tau alamatnya juga lagi." ujar gue sambil menerima helm yang Daniel berikan.
"Tuh, pas lagi lo bawa helmnya dua. Gue jadi curiga." ucap gue sambil mulai berpikir semua tindakannya yang udah sejauh ini.
"Bacot lo ya. Naik nggak lo!? Dalam tiga detik lo nggak naik, gue tinggal." ucapnya yang mulai menghitung.
Nggak mau berakhir buruk dan nyasar. Gue pun akhirnya naik ke atas motornya. Dan satu hal langsung gue rasakan saat naik ke motornya.
Nggak nyaman!
Gue merasa nggak nyaman oy. Gue ngerasa pantat gue nungging banget sekarang, apalagi badan gue jadi nempel ke punggung Daniel dan ngebuat gue mau nggak mau menghirup aroma tubuhnya yang berbau mint. Gue yang nggak suka sama aroma itu pun menjauhkan hidung gue dan berkata.
"Parfum lo nggak enak. Nggak suka gue bau mint." ucap gue padanya. Daniel nggak memperdulikannya, ia malah dengan kasar menyuruh gue untuk pegangan supaya nggak jatoh.
Gue menolak, dan memilih untuk melipat tangan gue didada supaya badan gue nggak nempel sama bahunya. Tapi pas motornya mulai jalan, Daniel dengan sialannya menancap gas tinggi sehingga membuat gue hampir ngejengkang kalo aja gue nggak sigap untuk memeluk tubuh Daniel kuat.
"Lo mau bunuh gue ya!?" marah gue padanya.
Daniel nggak menjawab. Dia malah kembali menancap gasnya, dan mengebut dijalanan yang ngebuat gue terus berteriak memakinya karena rasa takut yang gue rasakan.
Apapun itu. Plis, gue nggak mau mati kecelakaan. Apalagi dalam keadaan belum pernah pacaran. Plis, plis, plis. Doa gue dalam hati.
