Bab 8 Lagu Untuk Orangtuanya
Bab 8 Lagu Untuk Orangtuanya
"Aku akan mencoba bahagia dengan apa yang kumiliki, agar aku juga akan puas dengan apa yang kumiliki sekarang."-Rooftop Prince-
Kiara membuka pintu mobil dengan antusias penuh. Tanpa menghiraukan Raskal yang terus menatapnya, Kiara masuk ke dalam kampus tempat Raskal mengajar.
Semalam Raskal memberitahu Kiara kalau dia berhasil mengajukan permohonan pada Pak Farhan-dosen pembimbing Kiara-sekaligus pihak universitas untuk membiarkan Kiara mengerjakan skripsi bersama Raskal di kampus tempat Raskal mengajar.
"Bagaimana bisa kamu melakukannya?"
Raskal tersenyum sombong. "Saya ini bisa melakukan apa pun. Dan tentang kakakmu ... sepertinya dia sudah pindah." Raskal tidak berani menyinggung orang tua Kiara yang sudah meninggal.
"Apa?" Kiara terkejut, tidak menyangka kalau abangnya pindah rumah tanpa memberitahu Kiara terlebih dahulu. "Tentu saja, aku tidak ada di sana."
Semua ini gara-gara Raskal, kalau saja Raskal membiarkan Kiara pergi mungkin Kiara tidak akan kehilangan jejak Kafka. Meski demikian, Kiara tetap merasa senang. Setidaknya dia bisa kembali kuliah meski di kampus yang berbeda.
Raskal menghentikan Kiara yang ingin melihat-lihat kampus. Perempuan itu memandang Raskal bingung. "Kenapa?"
"Mau ke mana? Kelas saya akan mulai setengah jam lagi."
Kiara memutar bola mata, teringat saat Raskal memberi syarat; jika Kiara mau kembali kuliah, Kiara harus mengikuti kelas Raskal dan beberapa kelas yang hanya dibutuhkan untuk materi skripsi Kiara. Dia menepis tangan Raskal dan mencebik kesal.
"Aku tidak akan pergi lama, kok. Cuma ke kantin, ingin lihat kantinnya," cengir Kiara.
Namun Raskal terlihat tidak percaya, dia menarik tangan Kiara untuk mengikutinya pergi ke ruangan Raskal. "Saya akan suruh Pak Dadang buat bawa makanan ke ruangan saya."
Rasa kesal Kiara langsung menguap ketika dia masuk ke dalam kelas. Cukup ramai, mungkin para mahasiswa sedang khilaf sehingga rela mengikuti kelas Raskal yang pastinya sangat membosankan. Orang-orang memperhatikan Kiara, tapi Kiara tidak peduli. Dia duduk di kursi belakang bersama para lelaki yang kebanyakan duduk paling belakang.
"Mahasiswa baru?" Seseorang bertanya.
Kiara menoleh ke samping, dia tersenyum kecil. "Ya."
"Dari mana?" Lelaki itu mengulurkan tangan. "aku Reno."
"Dari UNPAD." Kiara balas menjabat tangan Reno. "aku Kiara."
Reno tersenyum. "UNPAD?! Astaga, keren sekali. aku punya temen yang kuliah di sana. Malah jadi asdos, yang katanya sih bentar lagi akan jadi dosen terkenal."
"Siapa? Kebetulan aku juga jadi asdos."
"Kebetulan sekali, namanya Damar Prajasa, dia juga pindahan dari sini."
Kiara mengingat-ngingat, Damar? "Ohh, si aneh itu?!" Kiara tertawa. "aku kenal lah sama Damar. Yang udah tunangan itu, kan."
Reno dan Kiara tertawa bersamaan, mereka terlihat sangat akrab padahal baru saja bertemu. Kiara bercerita kalau dia sangat kenal dengan Damar yang kini sedang menempuh pendidikan stratanya, sekaligus teman Kiara sebagai sesama asisten dosen.
"Terakhir aku ketemu sama dia, katanya dia mau pergi ke Yogyakarta-" Belum sempat Kiara melanjutkan ceritanya, Raskal keburu datang dan berdehem keras. Secara tidak langsung menyuruh orang-orang-terutama Kiara-diam.
"Seperti yang sudah saya janjikan minggu kemarin, hari ini kita akan membahas-"
"Dia itu ngomong apa, sih?" gumam Kiara, heran melihat yang lain antusias mendengar Raskal menerangkan materi. "Kenapa susah dimengerti." Kiara menatap buku catatannya yang baru dia tulis beberapa baris. "Nulis apa juga ini?!"
Kiara berusaha untuk tetap fokus, memicingkan mata demi bisa melihat apa yang sedang ditulis Raskal di papan tulis, meski sia-sia karena Kiara tidak bisa menahan kantuk. Dia mengalihkan perhatian pada Reno yang sudah tertidur, saat Raskal lengah Kiara ikut menempelkan kepala ke meja dan tertidur.
"Kamu sedang apa?" tanya Kiara, lalu terkekeh saat melihat gitar yang disembunyikan oleh lelaki itu. "Kamu main gitar?"
Lelaki itu salah tingkah, malu katahuan belajar main gitar. "Heem, saya hanya mencobanya." Lelaki itu tersenyum. "Tapi susah."
Kiara terkekeh, duduk di samping lelaki itu dan memainkan beberapa nada dengan gitar yang sepertinya baru dibeli oleh lelaki itu. "Main gitar itu gampang-gampang susah. Kamu juga harus tekun kalau ingin bisa."
Lelaki itu memperhatikan Kiara lama. "Sejak kapan kamu bisa bermain gitar?"
"Sejak orangtuaku meninggal." Kiara terdiam sesaat. "Tadinya aku ingin menyanyikan lagu untuk ulang tahun pernikahan mereka, tapi ..." Kiara menunduk dan tersenyum sedih. "Aku tidak sempat nyanyi buat mereka."
"Kiara ..."
Kiara mengangkat bahu tidak peduli. "Tapi itu sudah lama. Awalnya aku kesal dan sedih, tapi sekarang biasa saja."
Tiba-tiba saja lelaki itu menarik tangan Kiara dan memeluknya dengan erat. Kiara terkejut, dia mendorong lelaki itu tapi tidak bisa.
"Jangan berpura-pura. Kamu tidak akan sehancur ini kalau tidak sedih atas kepergian orangtua kamu."
Kiara memejamkan mata, berusaha untuk menahan air matanya.
"Kia, Kiara!"
Kiara langsung terbangun, terkejut melihat Raskal yang menatapnya khawatir. Dia melihat ke sekeliling, apa tadi itu mimpi? Tapi kenapa rasanya begitu nyata. Bahkan dia masih bisa merasakan sentilan lelaki itu di dahinya.
"Kamu kenapa?" tanya Raskal. "Kamu baik-baik saja? Dari tadi kamu-"
Kiara mengusap air matanya, menggerutui dirinya sendiri yang bisa-bisanya menangis hanya karena mimpi yang bahkan tidak Kiara ingat. "Aku lapar. Aku mau pulang."
"Tapi, saya tidak bisa nganter kamu pulang sekarang. Saya masih ada satu kelas lagi."
"Yaudah, aku pulang duluan."
Kiara beranjak pergi meninggalkan Raskal dengan cepat, dia masih terkejut dengan mimpinya. Apakah itu bagian dari ingatan yang sempat Kiara lupakan karena kecelakaan itu? Dia tidak bisa bertanya apa apun tentang mimpinya, dia tidak punya teman dekat yang biasa dijadikan Kiara tempat curhat, bahkan Kafka saja tidak tahu tentang hidupnya. Lelaki itu sangat jarang berada di rumah karena memang Kafka bekerja di Kalimantan.
Sebab itu, Kiara tidak bisa mengetahui ingatan yang hilang gara-gara kecelakaan itu.
"Kiara, kita pulang bersama. Tunggu beberapa jam lagi, saya-" Raskal terdiam melihat ekspresi frustrasi Kiara. "Kamu kenapa? Wajahmu pucat? Kita pergi ke dokter?!" Raskal menyentuh kening Kiara namun ditepis oleh Kiara.
"Aku baik-baik aja. Aku cuma ingin pulang."
Tidak tega, akhirnya Raskal membiarkan Kiara pulang setelah taksi yang dia pesan datang.
"Setelah sampai, langsung tidur. Makan lalu istirahat, saya pulangnya tidak akan lama. Jadi tunggu, nanti kita ke dokter."
Kiara menatap Raskal kesal, kenapa tiba-tiba lelaki itu jadi cerewet dan banyak bicara. Padahal biasanya Raskal selalu bersikap tidak peduli pada siapa pun. "tidak perlu ke dokter. Aku baik-baik aja, kok."
"Oke, tapi kamu harus istirahat. Ingat, langsung pulang! Jangan pergi ke mana-mana."
Kiara tidak menghiraukan omelan Raskal, dia berjalan keluar hendak masuk ke dalam taksi tapi tidak jadi saat melihat Reno dan kedua temannya berjalan ke arah Kiara. Reno tersenyum menyapa Kiara.
"Hei, mau pulang?" tanyanya.
Kiara mengangguk, kemudian Reno memperkenalkan kedua temannya yang bernama Dion dan Citra. Sambil berbisik, Reno bilang kalau mereka sedang pedekate jadi maklum kalau mereka sedikit memalukan. Kiara tersenyum mendengarnya sedangkan Dion dan Citra mengomel tidak terima.
"aku tidak sememalukan itu, ya." Citra tersenyum pada Kiara, tapi ekspresinya sedikit bingung saat melihat wajah Kiara sepenuhnya. "Rasanya aku tidak asing lagi sama kamu, deh." Citra mengerutkan kening. "aku pernah lihat kamu di mana gitu. kamu itu mirip ... eh, ngomong-ngomong Pak Raskal udah nikah, kan."
Kiara mengerjap kaget, apa jangan-jangan Citra tahu siapa Kiara yang sebenarnya.
"Katanya, sih. Kalau gak salah Pak Raskal nikah dua minggu yang lalu, kan? Sama siapa? Katanya sih tidak ada yang tahu wajah istrinya. Yang tahu, ya, cuma yang ngehadirin resepsinya." Dion memandang Citra. "Bukannya kamu berangkat ke resepsi Pak Raskal."
"Nah, itu makanya ..."
Kiara panas-dingin, kalau sampai Citra tahu kalau dia yang menikah dengan Raskal pasti habislah sudah. Mereka akan segan padanya, lalu memberitahukan pada orang-orang. Atau mungkin saja fans-fans Raskal akan mengejeknya. Bisa malu Kiara, oke mungkin perempuan lain akan senang jika menikah dengan Raskal yang tampan dan sangat mapan. Tapi tidak untuk Kiara, dia sedikit malu punya suami aneh macam Raskal yang tidak pernah bicara.
Bisa-bisa orang menganggap kalau Kiara menikah dengan orang bisu.
"... Aku lupa. Habisnya aku lihatnya dari jauh, sih."
Rasanya Kiara ingin pingsan saja, kenapa Citra malah membuatnya ketakutan seperti tadi. Menyebalkan. Beruntung Citra tidak ingat padanya.
"Eh, kamu mau pulang?" tanya Dion, Kiara mengangguk. "Mau ikut sama kita? Ke Cafe Seven, ngerjain tugas masing-masing. Kata Reno kamu satu kampus sama Damar."
"Iya, ikut aja. Temenin aku, biasanya aku yang perempuan sendirian kalau kumpul."
"Tapi-" Bisa kacau kalau Raskal tahu Kiara pergi tanpa izin.
Tanpa mendengar alasan atau penolakkan Kiara, Citra menarik tangan Kiara dan memasukannya ke dalam mobil Dion. "Pokoknya kamu harus ikut, bagaimana pun juga kamu kenal sama Damar, yang artinya kamu jadi bagian dari kami."
"Eh?" Kiara benar-benar bingung, ada apa dengan orang-orang ini? Kenapa mereka memaksa Kiara untuk ikut, benar-benar aneh. "Tapi ..."
"Kenapa? Kita udah saling kenal, kan? Tenang aja, kami ini bukan orang jahat. Kami cuma ingin tahu kabar Damar aja. Dia susah sekali dihubungi akhir-akhir ini."
Kiara hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Citra yang sepertinya tidak bisa ditolak.
"Kita sampai!!" teriak Dion pelan lalu membuka pintu untuk Citra. "Silakan, Putri Hatiku."
Kiara hanya melongo lalu ikut masuk ke dalam. Dia langsung terkagum-kagum dengan interior kafe yang didesain minimalis. Dindingnya hampir semua dari kaca besar, sedangkan lantai dan yang lainnya didominasi oleh kayu. Lalu Kiara mengalihkan perhatian pada papan tulis yang terpajang di tengah-tengah kafe, berisi nama-nama pendiri kafe beserta fotonya.
"Biar aku yang pesan," kata Dion. "Kalian mau apa aja? Catet aja entar aku bawain."
Kemudian secara serempak Reno, Citra dan Kiara menulis pesanan di notes lalu memberikannya pada Dion.
"Kita duduk di sana aja," kata Reno menarik Kiara duduk di salah satu meja kosong.
"Lagi ada shooting, ya?" tanya Citra melihat ke arah depan kafe yang dijadikan tempat manggung para band saat malam hari.
Kiara ikut melihat ke depan. Melongo saat tahu siapa yang sedang bernyanyi sambil dikamera. "Mereka, kan? Another? Mereka manggung tanpa pakai topeng, astaga," gumam Kiara terkejut.
Namun rasa terkejut Kiara tidak bertahan lama ketika ponselnya berdering. Dia membulatkan mata melihat nama yang tertera di layar ponsel. "Bagaimana ini?" tanya Kiara ketakutan. Raskal pasti akan sangat marah jika tahu kau dia sedang tidak di rumah.
"Kenapa tidak diangkat?" tanya Citra ikut melihat ponsel Kiara.
Kiara tersenyum lebar. "Bukan siapa-siapa. aku permisi angkat telepon dulu, ya." Buru-buru Kiara pergi ke tempat yang sedikit jauh dari jangkauan Citra dan yang lain agar mereka tidak tahu siapa yang meneleponnya.
"Kamu sudah sampai di rumah, kan, Kia?" tanya Raskal begitu Citra mengangkat telepon.
"Iy-iya, aku baru saja sampai. Ini juga lagi buka sepatu," kata Kiara sedikit tegagap, namun Raskal terlihat tidak curiga.
"Langsung tidur atau istirahat, jangan banyak gerak dulu. Nanti kamu sakit lagi." Raskal terdiam sesaat. "Jangan buat saya khawatir."
Kali ini giliran Kiara yang diam, kenapa tiba-tiba jantungnya berdegup kencang hanya karena Raskal mengkhawatirkannya? Perempuan itu menggeleng pelan, memperingati dirinya kalau Raskal tidak khawatir tapi hanya bertanya saja.
"Ya sudah kalau begitu, mungkin saya akan pulang telat nanti. Ada urusan mendadak. Kamu istirahat saja."
Senyum Kiara melebar, dengan riang dia menyemangati Raskal untuk tetap semangat dalam mengerjakan pekerjaannya. Setelah sambungan telepon terputus, Kiara langsung menyandar ke dinding sambil memegang dadanya.
"Kamu mulai suka padanya?" Tiba-tiba saja Naraka sudah ada di hadapan Kiara.
"Apa?! Berarti aku tidak punya kesempatan melihat mereka bercerai!" seru Allen nelangsa.
"Benar-benar." Jared menggeleng tidak percaya.
Sedangkan Kiara hanya melongo, sejak kapan mereka bertiga berdiri di belakangnya?
