Pustaka
Bahasa Indonesia

Perfect Bride

48.0K · Tamat
Nana RM
27
Bab
3.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Bertemu, kenalan, jatuh cinta kemudian menikah dan hidup bahagia hingga tua.Itulah impian Kiara tentang kisah cintanya sampai lelaki sinting dan menyebalkan menculik Kiara dan menikahinya secara paksa.Raskal itu menyebalkan, aneh, egois, sinting, untung tampan. Kiara terpaksa menikah dengan Raskal karena wajahnya mirip dengan Keyra, calon istri Raskal. Seribu cara Kiara gunakan agar bisa lepas dari Raskal, tapi sayang lelaki itu lebih pintar.Lalu, bagaimana jika seandainya Raskal ada hubungannya dengan masa lalu Kiara yang tidak Kiara ingat? Apakah Kiara akan tetap berusaha untuk kabur atau hidup bersama Raskal dengan banyak risiko yang akan Kiara tanggung?

BillionaireDosenLove after MarriageCinta Pada Pandangan PertamaBaper

Bab 1 Pertemuan

Bab 1 Pertemuan

"Jika Tuhan menakdirkan dua orang untuk bertemu lagi, pasti ada alasan dibalik semua itu."

I Can Hear Your Voice

"Ya Tuhan, Nak, hati-hati. Saya masih mau hidup, lho. Mobil ini juga bukan punya saya, hati-hati!"

Kiara melirik sopir taksi di sampingnya lalu tersenyum lebar, dengan seenaknya dia mempercepat mobil taksi yang dikendarai Kiara secara paksa. "Tenang aja, Pak. Mobil Bapak tidak akan kenapa-kenapa, kok. Bapak juga tidak akan mati sekarang." Kiara mengangkat bahu. "Tapi kalau Tuhan menakdirkan, saya tidak bisa bantah."

Pak Sopir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Kiara yang sangat aneh. Harusnya tadi dia tidak membawa Kiara saja kalau akhirnya akan seperti ini. Padahal Kiara terlihat sangat manis tapi rupanya ... bahkan Pak Sopir masih ingat ketika Kiara memaksa untuk mengendarai mobil hanya karena Pak Sopir lambat mengendarai mobilnya.

"Hati-hati, atuh, Nak."

"Lagi buru-buru, nih, Pak." Kiara melihat ke sekitar, siapa tahu tiba-tiba saja ada polisi dan menilangnya, bisa kacau kalau hal itu terjadi.

Setelah sampai di bandara, Kiara tersenyum menatap Pak Sopir taksi langganannya. "Maaf, Pak. Saya lagi buru-buru soalnya, ini kembaliannya buat Bapak saja. Terus, titip salam sama Bu Fatimah, bilangin saya rindu pada sayur asamnya."

Pak Sopir tidak merespon, dia menatap Kiara dengan napas terengah seolah baru saja lolos dari maut. "Ya, ampuun, Nak ..."

Kiara melambaikan tangan. "Dahh, Pak ..." Kiara berjalan masuk ke dalam bandara tanpa menyadari kalau seseorang sedang mengamatinya dengan kening berkerut.

"Abang di mana? Aku udah sampai." tanya Kiara melihat ke sekitar.

"Abangg!!!" teriak Kiara kesal saat mendengar kalau Kafka-abang Kiara yang nyebelin minta ampun-bilang baru saja naik pesawat padahal dia sudah tiba di bandara untuk menjemput sang abang yang akan pulang ke Jakarta. "Yaudah kalau gitu aku pulang aja."

"Ishh, tidak bisa. Tunggu di sana, jangan ke mana-mana!"

Kiara memutar bola mata, enak saja dia harus menunggu Kafka seharian di bandara. Dia punya hal berharga lain untuk dikerjakan daripada menunggu Kafka yang kemungkinan besar akan tiba empat jam lagi.

"Tidak, enak aja disuruh nunggu padahal Abangnya aja belum naik pesawat. Aku pulang aja."

"Ya udah, berarti sepatunya Abang berikan ke Jeny."

Kiara cemberut, kesal dengan kebiasaan Kafka yang selalu mengancamnya jika dia menolak keinginan abangnya. Kalau Kiara pulang sekarang, sepatu yang dia impikan selama ini akan hilang, tapi kalau harus menunggu hingga empat jam di bandara Kiara tidak mau juga.

"Iya deh." Kiara menjawab lesu. "Aku tunggu, tapi awas! Sepatunya jangan lupa!"

"Tentu, Adik Manis. Sepatunya aman di tangan Abang. Tunggu di sana, pesawatnya udah mau take of. Bye ..."

Kiara hanya mencibir, kalau saja Kafka bukan abangnya. Sudah dia cincang tubuh lelaki itu dan melemparnya ke sungai amazon biar dimakan sama buaya.

Kiara melihat ke sekitar yang ramai, akan bosan jika dia menunggu Kafka di sini. Mendapatkan ide bagus, perempuan itu beranjak pergi ke restauran cepat saji, memesan capuccino dingin kemudian duduk di salah satu kursi sambil memainkan ponsel.

"Setengah jam lagi," gumam Kiara saat melihat jam yang menunjukan pukul dua siang.

Bosan menonton anime di ponsel, Kiara mengalihkan perhatian ke sekeliling restauran yang cukup ramai. Kalau saja tadi Kiara telambat datang mungkin saat ini dia tidak akan kebagian tempat duduk.

"Lho, itu kan? Bagaimana bisa?!"

Kiara mengucek kedua mata dan berusaha untuk melihat lebih jelas lagi. Apa penglihatannya sudah rabun atau memang ini kenyataan?

Sesaat Kiara tertawa dalam hati melihat seorang perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan dirinya. Bahkan potongan rambutnya pun sama. Andaikan mereka duduk bersama pasti orang-orang akan menganggap mereka saudara kembar saking miripnya, padahal mereka tidak punya hubungan apa pun. Mungkin yang membedakan Kiara dengan perempuan itu adalah penampilannya. Kiara terlalu tomboy sedangkan perempuan itu sangat feminim.

Kemudian Kiara mengalihkan perhatian pada lelaki yang duduk di hadapan perempuan berwajah mirip dengannya. Dia tampan, tipe lelaki yang mudah bergaul. Kiara berharap dia juga mendapatkan pasangan setampan itu kelak.

Kiara mengerutkan kening melihat mereka seperti sedang berdebat, wajah perempuan itu terlihat panik dan ketakutan. Apa terjadi sesuatu pada mereka? Kiara bertanya-tanya.

Kiara mendesah panjang ketika perempuan itu pergi keluar, sepertinya hendak masuk ke dalam pesawat dilihat dari tiket yang dibawa. Tidak ada yang menarik perhatian Kiara lagi, perempuan itu memilih menonton lagi anime yang baru saja dia download lewat wifi yang disediakan oleh restauran.

"Kenapa dia makin keren aja," kata Kiara saat melihat tokoh anime berambut putih dengan mata bewarna merah di sebelah kiri.

"Kamu di sini ternyata."

Kiara mendongak, melihat seorang lelaki-yang katakanlah terlihat tampan-tengah berdiri di depannya dengan wajah kesal. Merasa tidak kenal dan tidak tahu, Kiara kembali menonton anime namun ...

"Eh-eh apa-apaan ini? Lepasin!!" kata Kiara saat lelaki asing itu menarik tangannya secara paksa, bahkan ponselnya pun hampir jatuh andaikan dia tidak cepat menahannya. Dia berusaha untuk melepaskan diri walau sia-sia karena tenaga lelaki itu lebih kuat darinya.

"Abang, Kakak, Om, Pak, Mister, lepasin tangan sayanya. Kenapa main tarik-tarik aja?"

Lelaki itu berhenti, dia berbalik menatap Kiara marah. "Kamu pikir, kamu bisa pergi begitu saja?"

"Apa?!"

"Setelah apa yang kamu lakukan, kamu ingin pergi begitu saja? Jadi pecundang yang lari dari tanggung jawabnya sendiri?" Lelaki itu tertawa sinis. "tidak untuk kedua kalinya!"

Kiara benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan oleh lelaki itu? Pecundang? Pergi? Kenal saja tidak, mana bisa dirinya dianggap melarikan diri. "Maaf, tapi saya sama sekali tidak ngerti maksud kamu apa. Jadi lepasin tangan sayanya."

Lelaki itu tidak menurut, dia malah mencengkram tangan Kiara sampai perempuan itu meringis kesakitan. "Jangan berpura-pura tidak tahu. lelah saya cari kamu terus."

Kiara memutar bola mata, jengkel. "Lhaa, siapa yang suruh kamu nyari saya?! Kenal juga tidak, kamu salah orang kali."

Tanpa disangka Kiara, lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kiara. Tatapannya tajam menakutkan, perempuan itu gugup luar biasa, jantungnya berdetak cepat. Dia langsung mundur ke belakang dan mendorong lelaki itu hingga terjungkal ke belakang.

"Maaf, maaf, tidak sengaja!" pekik Kiara panik, buru-buru dia membantu lelaki itu berdiri sebelum semua orang melihat mereka.

Lelaki itu mendesah kasar, terlihat jelas kalau dia sangat kesal pada Kiara yang berani menjatuhkannya di depan umum. "Kamu!!"

Kiara meringis, berusaha untuk tersenyum walau tidak bisa. "Maafkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja."

"Sudahlah, ikut saya sekarang!!"

Kiara tidak mau. "tidak mau! Kenal juga tidak, untuk apa ikut? Kamu salah orang kali."

"Saya tidak mungkin salah mengenali calon istri saya."

"Apa? Calon istri? Jangan-jangan-" Kiara teringat pada sosok perempuan yang mempunyai wajah sangat mirip dengannya di restauran tadi. Jangan-jangan orang yang dimaksud lelaki ini adalah perempuan itu. "Kamu salah orang!"

Lelaki itu hanya menatap malas Kiara dan memaksanya pergi keluar.

"Tunggu! Tunggu dong! Kamu benar-benar salah orang, saya bukan orang yang kamu cari. Perempuan yang kamu cari itu sudah pergi sama laki-laki lain naik pesawat. Cari saja dia."

"Saya tidak peduli. Yang penting kamu harus ikut saya."

"Enak saja. Saya tidak mau!" Dan apa katanya tadi? Calon istri? Apa jangan-jangan perempuan yang dicari lelaki itu melarikan diri bersama pacarnya karena tidak mau menikah dengan lelaki sinting itu? Pantas saja tadi perempuan itu terlihat panik, karena perempuan itu takut ditemukan oleh lelaki sinting ini.

Hahh, Kiara mengerti sekarang. Mana mau perempuan itu menikah dengan lelaki sinting dan pemaksa, tapi di sini yang jadi korban itu dirinya. Masa dia dibawa dan mungkin saja menggantikan perempuan itu menikah dengan lelaki sinting ini.

Oh. No!

Kiara tidak mau!

Kiara berusaha untuk melepaskan dirinya. Dia harus kabur, dia harus pergi sebelum lelaki sinting itu membawanya ke sebuah tempat yang menakutkan. Namun sayangnya dia sama sekali tidak bisa, tangan lelaki itu begitu kuat mencengkram tangannya.

"Diam!" kata lelaki itu, berbalik menatap Kiara yang masih berusaha melepaskan diri.

"Saya mohon, lepasin saya. Saya ini bukan orang yang kamu maksud. Orang yang kamu cari itu pergi naik pesawat sama laki-laki lain, sana bawa saja dia jangan saya."

Lelaki itu menaikan sebelah alisnya ketika Kiara kembali merengek,

"Ayolah, abang saya pasti sudah sampai. Saya harus menjemputnya, kalau tidak dia pasti khawatir dan sepatunya pasti akan dikasih ke Jeny."

"Kamu pikir saya akan percaya? Kalau kamu ingin sepatu, akan saya berikan nanti."

Kiara melenguh, kenapa lelaki sinting satu ini sangat keras kepala. Apa dia tidak bisa membedakan calon istrinya dan bukan? Jelas penampilan Kiara dan perempuan itu beda jauh. Kiara tomboy dan perempuan feminim.

"Ahhh, pokoknya bukan saya orangnya. Cari saja dia!"

Lelaki itu kembali menyeret Kiara keluar, beberapa orang memperhatikan mereka namun tidak dia pedulikan.

Sekilas Kiara melihat sosok lelaki jangkung tengah berdiri sambil melihat ke sekitar. Senang melihat abangnya tiba, Kiara langsung berteriak memanggil Kafka dan meminta tolong, namun sayang karena tidak memperhatikan jalan di depan, kepala Kiara terbentur pintu kaca hingga pingsan.

"Aww, pusing ..." katanya sebelum menutup mata.

Lelaki itu mendesah panjang, sekilas dia melihat ke sekitar yang juga sedang melihat dirinya dan Kiara, lantas segera menggendong Kiara dan memasukannya ke dalam mobil.

"Susah sekali bawa dia," gumam lelaki itu sambil memasang sabuk pengaman yang diduduki oleh Kiara.

Di dalam, Kafka masih berdiri memperhatikan sekitar. Mencari Kiara yang berjanji akan menjemputnya, namun lama dia menunggu adiknya itu belum juga datang.

"Kemana dia pergi? Apa dia ingin sepatunya dikasih ke Jeny?" Kafka bertanya-tanya. "Apa dia ada kuliah dadakan? Padahal ini hari libur."

Kafka mengangkat bahu, mungkin Kiara bosan menunggu dirinya dan memutuskan untuk pulang. Sesaat lelaki itu tersenyum, dia tidak sabar memberikan sepatu yang dia beli pada Kiara. Karena setahunya, selama ini Kiara menginginkan sepatu itu.

"Tunggu Abang, Kiaa. Abang pulang sekarang," gumam Kafka seraya keluar dan naik taksi yang akan membawanya ke rumah.