Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Kenapa Tenaganya Kuat Sekali?

Bab 14 Kenapa Tenaganya Kuat Sekali?

"Dalam hidup, terkadang kamu memilih minta maaf pada seseorang. Bukan karena kamu salah. Tapi karena kamu takut kehilangan."

-Milli & Nathan-

"tidak sepantasnya saya bersikap kasar sama kamu. Saya benar-benar menyesal. Saya tahu kamu masih marah sama saya, tapi saya senang sekali hari ini kamu mau senyum lagi."

Kiara mengerutkan kening bingung, ada apa dengan Raskal? Apa lelaki itu baik-baik saja? Sikapnya benar-benar berubah. Kemarin sikapnya begitu dingin tak tersentuh, tapi sekarang ... Ingatkan Kiara lain kali untuk membawa Raskal ke Pak Ustaz agar dirukiah.

"Saya hanya takut," gumam Raskal lagi.

Kiara berusaha menahan diri agar tidak berbalik, Raskal pasti akan berhenti bicara kalau tahu dia masih terjaga.

"... Kamu ninggalin saya lagi seperti dulu."

Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati Kiara, kapan Kiara pernah meninggalkan Raskal sampai membuat lelaki itu ketakutan jika dia pergi keluar sedikit saja.

Kiara berbalik, menatap Raskal yang sudah terlelap tidur. Dia menulusuri setiap wajah Raskal dengan teliti. Apa jangan-jangan Raskal benar orang yang selama ini menghantui kepala Kiara. Apa sebelumnya mereka sangat dekat tapi kehilangan kabar karena ingatan Kiara hilang.

"Aku selalu merasa itu kamu," gumam Kiara, dengan sangat pelan dan hati-hati memindahkan tangan Raskal yang sedari tadi terus memeluknya.

Sebelum pergi keluar kamar, Kiara menatap Raskal lagi. Memastikan kalau lelaki itu sudah tidur nyenyak. Dia pergi ke dapur, tempat yang lumayan jauh dari kamar. Butuh beberapa menit untuk Kafka mengangkat telepon, sepertinya abangnya itu tidur terlalu nyenyak.

"Ya, ini dengan Kafka. Anda perlu apa?" sapa Kafka, terdengar serak dan sedikit kesal.

Kiara tertegun mendengar suara serak Kafka, sudah berapa lama dia tidak mendengar suara lelaki itu? Kini Kiara tahu kalau dia sangat merindukan abangnya, meski Kafka terkadang selalu bersikap menyebalkan. Andaikan Kafka ada di hadapannya sekarang, Kiara ingin memeluknya dan menceritakan semuanya ...

"Hallo," kata Kafka membuyarkan lamunan Kiara.

Kiara tergagap, kenapa dia malah melamun. "Bang Kafka," kata Kiara pelan.

"Kiara!"

Kiara segera menjauhkan ponselnya ketika mendengar suara teriakan Kafka. "Biasa saja kali, Bang," keluh Kiara, setelah menggosok telinganya yang sedikit sakit.

"Astaga, ini benar-benar kamu, kan? Kiara, adiknya Kafka?!" tanya Kafka tanpa henti. "Ya ampuun, Kiaa. Kamu ke mana saja? Kenapa tidak pulang? Susah sekali dihubunginya juga. Kamu baik-baik saja, kan?"

Kiara hanya bisa melongo, bagaimana bisa dia menjawab pertanyaan jika Kafka terus bertanya tanpa henti. Maka dari itu dia menunggu sampai Kafka berhenti bicara.

"Ini aku, Kiara, adiknya Bang Kafka. Maaf aku tidak pulang-pulang ... terjadi sesuatu. Dan aku baik-baik saja."

"Terjadi sesuatu? Apa itu? Apa kamu sakit? tidak ada yang luka, kan?"

Kiara memutar bola mata, dia tahu Kafka itu cerewet, tapi tidak pernah tahu kalau Kafka akan secerewet ini. "Bukan kejadian penting."

"Terus, sekarang kamu di mana? Abang cemas sekali mikirin kamu."

"Eh, aku ..." Kiara bingung harus menjawab apa, tidak mungkin dia bilang diculik sama Raskal dan jadi istri lelaki menyebalkan itu. "Aku lagi ada di Jakarta."

"Jakarta? untuk apa? Jangan-jangan kamu-"

Kiara segera menutup telepon ketika mendengar suara pintu kamar terbuka. Dia pura-pura mengambil air, bisa kacau kalau Raskal mendengar percakapannya dengan Kafka.

"Kiara," panggil Raskal, menatap Kiara dengan mata setengah terpejam. "Saya cari-cari kamu. Saya kira kamu pergi."

Kiara berdecak dalam hati. Kenapa Raskal ini sangat takut kalau dia pergi. "Aku cuman ngambil air. Haus."

Raskal mengangguk, tampaknya tidak terlalu sadar. Dia menarik tangan Kiara lalu membawanya ke kamar. Raskal langsung tidur lagi setelah memaksa Kiara untuk berbaring. Dia memeluk Kiara dan membenamkan kepalanya ke rambut Kiara. Perempuan itu mendesah, menggerutui sikap Raskal yang sedikit menyebalkan.

"Kenapa tenaganya kuat sekali?" gumam Kiara saat berusaha menyingkirkan tangan Raskal meski sia-sia saja.

Entah sudah ke berapa kalinya Kafka menelepon Kiara hari ini. Panggilan itu tidak bisa diangkat oleh Kiara mengingat seharian ini Raskal tidak pergi ke mana-mana dan sibuk menyiapkan segala keperluan yang harus dibawa ke Medan. Kiara juga terlalu sibuk mendengar perintah Raskal yang tiada habisnya.

Pagi itu, tiba-tiba saja Raskal mendapat panggilan yang menyuruhnya untuk pergi ke Medan bersama Sendi. Cabang perusahaan mereka sedikit bermasalah, sebab itu mereka berdua-terutama Raskal-harus pergi ke Medan siang ini.

"Saya perginya cuma tiga hari. Tapi kamu jangan pergi ke mana-mana sendiri, apalagi sampai mikir buat kabur."

Kiara mengangguk mengerti, terlalu bosan mendengar ceramah Raskal yang itu-itu saja. "Iya, aku ngerti. Aku tidak akan keluar, apalagi kabur." Padahal dalam hatinya Kiara sudah punya banyak rencana selama Raskal pergi.

"Hubungi saya setiap jam sekali."

Kiara memutar bola mata jengah. "Pulsaku habis nanti!"

Raskal berbalik menatap Kiara. "Nanti saya isi."

Kiara hanya mendesah, terserah saja. Dia sama sekali tidak peduli.

Bahkan saat Raskal hendak pergi pun, lelaki itu tetap memperingati Kiara untuk tidak pergi sendirian. Tadinya Farah akan menemani Kiara selama Raskal pergi, namun rupanya Farah dan Zaki akan pergi Yogyakarta untuk menghadiri acara seminar. Maka dari itu Raskal meminta Manda-istri Sendi-menemani Kiara, dan menjaganya sebaik mungkin.

"Astaga, Raskal!" Kiara benar-benar kesal sama lelaki di hadapannya. Bagaimana bisa Raskal sampai menyusahkan orang lain hanya agar Kiara tetap diam di rumah. "Kamu nyebelin sekali tahu tidak?! Kenapa kamu malah nyusahin orang lain hanya karena-" Perkataan Kiara mendadak berhenti ketika Raskal memeluknya dengan erat. "Apa yang sedang kamu lakuin?" Kiara bertanya dengan gugup.

Raskal mencium rambut Kiara. "Saya pasti rindu sekali sama kamu. Saya tidak akan ketemu kamu selama tiga hari."

Kiara mengerjap, jantungnya berdegup sangat kencang sekarang. Dia menelan saliva dengan susah payah. "Kenapa kamu jadi aneh begini? Kamu tidak apa, kan?"

Bukannya tersinggung, Raskal malah tertawa. "Saya tidak kenapa-kenapa."

Kiara mengerutkan kening bingung. "Lha, kenapa sikapmu jadi sedikit ... aneh."

Raskal merengut. "Apa aneh kalau saya nunjukin perhatian sama istri sendiri?"

Kiara mengerjap, dalam hati dia membuat anggapan kalau Raskal benar-benar gila. "Ya, tapi."

Raskal mengusap rambut Kiara. "Apa aneh juga kalau saya sayang sama kamu?" Dia tersenyum manis. "Saya sudah memikirkannya, saya rasa ini sudah waktunya."

Belum sempat Kiara menanyakan maksud Raskal, lelaki itu malah pamit pergi. Dia memeluk Kiara lagi, mencium dahi perempuan itu cukup lama sebelum akhirnya masuk ke dalam taksi yang akan membawanya ke bandara.

Kiara belum beranjak dari tempatnya semula. Berdiri di depan pintu, menatap jalanan yang sudah kosong. Otak lambannya sedang mencerna kata yang diucapkan Raskal barusan. Dan apa kata Raskal tadi? Sayang kamu? Sayang sama Kiara maksudnya?

Kenapa jantung Kiara berdegup semakin kencang? Bahkan dia merasakan kalau pipinya memanas. Perempuan itu mendesah panjang, kenapa dia tersipu mendengar pernyataan Raskal yang belum tentu jelasnya.

"Kenapa dia pergi setelah membuatku tidak karuan? Dasar Raskal nyebelin!" gerutu Kiara kesal. "Ahhh!" teriak Kiara terkejut saat seorang wanita tiba-tiba saja muncul di hadapannya.

Wanita itu tertawa melihat wajah pucat Kiara. "Haha, astaga. Ya ampun, haha. Wajahmu sangat lucu." Wanita itu berhenti tertawa dan menatap Kiara jenaka. "Hei, jangan menatapku seolah aku ini hantu yang menyeramkan," kata wanita itu lembut.

"Oh, eh, aku hanya sangat terkejut. Kamu tiba-tiba saja muncul di hadapanku. Bagaimana aku tidak terkejut."

"Bener juga." Wanita cantik itu mengangguk, menyetujui pendapat Kiara. "Maaf, aku hanya penasaran, apa yang membuatmu bisa sekesal itu."

Kiara tidak langsung menjawab, terus menatap wanita di hadapannya dengan curiga. Siapa wanita ini? Kenapa dia bersikap sangat akrab pada Kiara. Apa mereka saling kenal? Tapi, kok, Kiara tidak ingat, ya. Apa jangan-jangan wanita itu adalah wanita yang Kiara kenal dahulu tapi terlupakan.

"Jangan memasang wajah bingung begitu." Wanita itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Manda. Kita pernah bertemu di acara resepsi pernikahan kalian."

Manda. Manda. Kiara mengingat-ngingat, merasa tidak asing dengan nama itu. Raskal pernah menyebutkan nama itu, lalu Sendi juga. Kata mereka Manda itu ... Kiara langsung menatap wanita cantik meski dengan make up natural.

"Oh, istrinya Sendi."

Manda tersenyum. "Iyep, bener sekali. Aku Manda. Kamu Kiara, kan." Manda memaksa Kiara untuk berjabat tangan. "Senang bisa bertemu denganmu lagi. Aku benar-benar sangat manantikan pertemuan kita ini."

Sebenarnya Kiara tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan Manda, dia hanya mengangguk saja dan mempersilakan Manda masuk ke dalam. Namun baru juga juga mereka masuk, Manda langsung berbalik dan tersenyum, memuji Raskal yang ternyata menuruti saran Sendi untuk bersikap baik pada Kiara. Manda bahkan tidak percaya kalau Raskal bisa semanis itu.

"Kalian yang memberi saran?"

Manda mengangguk. "Iya, Raskal curhat. Katanya dia ngerasa bersalah sekali sama kamu. Salah Raskal juga, sih, nikahin kamu secara mendadak, ngelarang ini-itu lagi. Memangnya kamu ini penjahat yang harus dikurung." Manda malah menggerutu. "Tapi Raskal tidak salah-salah juga, sih. Cara dia menyayangi kamunya saja yang salah. Seharusnya Raskal nunjukin kalau dia sayang sekali sama kamu, bukannya bersikap jahat."

Manda terus mengoceh sampai Kiara melongo, dia kira, hanya dirinya perempuan paling aneh namun rupanya Manda lebih gila dari Kiara. Hampir satu jam Kiara mendengar ocehan Manda tentang banyak hal, mulai dari Sendi yang menyuruh Manda untuk menemani Kiara, Raskal yang memang dari sananya sudah aneh, tentang Keyra juga dan Manda yang terlalu senang bisa mengobrol dengan Kiara.

"Ahh, maafkan aku," kata Manda, saat sadar kalau dia sudah bicara terlalu banyak. "Aku memang seperti ini. Entahlah, kenapa mulutku tidak berhenti bicara kalau tentang Raskal."

Kiara terkekeh. "Mungkin kamu menyukai Raskal."

"Aku menyukai Raskal? Aku harus berpikir 100 kali kalau mau menyukainya. Hanya saja, masalah Raskal itu menyangkut ke segala masalah."

Kiara hanya mengangguk, meski terasa nyaman bersama Manda yang hangat dan humoris, namun mendengar terlalu banyak wanita itu membuat Kiara sedikit bergidik juga.

Kiara sedikit bernapas lega ketika Manda pergi ke kamar untuk membereskan barang-barang. Sebenarnya Kiara sedikit risi harus membiarkan Manda tidur di kamarnya, namun salah Raskal juga. Punya tiga kamar tapi yang diisi hanya satu. Saat Manda mendengar hal tersebut, wanita itu terkekeh dan bergumam kalau Raskal itu benar-benar bodoh.

"Aku sudah punya rencana saat suami-suami kita pergi."

"Apa?"

Manda tersenyum misterius, saat dia ingin mengatakan sesuatu. Terdengar suara ketukkan pintu. Kiara mengerutkan kening bingung, siapa orang yang mau bertamu ke rumah Raskal.

"Aku pergi ke depan dulu."

"Kita pergi bareng," kata Manda.

Mereka berdua pergi ke depan, yang membukakan pintu Manda karena wanita itu memaksa. Dia sudah berjanji pada Raskal akan menjaga Kiara, maka dari itu jika yang datang seorang penjahat. Setidaknya Manda bisa melindungi Kiara.

Saat pintu dibuka, bukan seorang penjahat yang datang. Melainkan seorang lelaki berpakaian semi-formal. Lelaki itu tersenyum hingga lesung pipinya terlihat.

"Selamat sore, Nyonya-nyonya," sapa lelaki itu sangat ramah.

Kiara menaikan sebelah alis. Siapa sebenarnya lelaki itu? Kenapa tiba-tiba datang ke rumahnya.

Tatapan lelaki itu terarah pada Kiara, masih dengan senyum di wajah lekaki itu kembali berujar. "Senang bertemu denganmu, Kiara."

"Maaf, tapi kamu siapa?" tanya Manda bingung.

Lelaki itu kembali tersenyum manis. "Saya Kai."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel