Bab 13 Raskal Sudah Gila
Bab 13 Raskal Sudah Gila
"Hidup ini akan terasa indah ketika kita bisa menghadapi segala cobaan dengan hati yang tenang."
-Bukan Cinta Biasa-
Kiara merenung menatap buku di pangkuannya, sejak pulang dari rumah Zaki dan Farah. Sikap Raskal berubah jadi sangat menyebalkan, bahkan lelaki itu melarangnya pergi ke mana pun, termasuk tidak memperbolehkan Kiara pergi ke kampus.
Raskal benar-benar mengurung Kiara seperti tawanan.
Entah apa yang membuat Raskal seperti itu. Sikapnya jadi sangat dingin meski tetap memperhatikan Kiara dengan telaten. Terkadang Raskal selalu menghindar setiap kali Kiara membicarakan lelaki di masa lalunya.
Kiara membaca pesan yang dikirim Raskal, dia tidak merespon pesan tersebut. Setiap kali Kiara melihat Raskal, maka dia seperti melihat lelaki yang selalu menghantui pikirannya. Berulang kali Kiara mencoba mengingat siapa lelaki itu, berulang kali Kiara bertanya pada Raskal, namun hasilnya selalu nihil. Dia butuh seseorang yang bisa mengetahui masa lalunya.
"Dia jadi sedikit gila," gumam Kiara saat Raskal meneleponnya. Pasti lelaki itu sedang makan siang, sebab itu Raskal bisa menelepon dan mengirim pesan pada Kiara.
Kiara mencibir, membiarkan ponselnya terus berdering. Raskal harus mengerti kalau Kiara tidak suka diperlakukan seperti ini. Sudah dipaksa menikah, kebebasannya direnggut lagi. Bisa-bisa Kiara menjadi Rapunzel kedua jika terus-terusan diperlakukan seperti ini.
"Apa aku bilang ke bunda aja, ya, kalau Raskal itu sudah gila sampai ngurung istrinya sendiri."
Tapi jika Kiara memberitahukan hal tersebut, Farah pasti shock. Pilihan yang salah juga.
Kiara mendesah kesal, ingin mematikan ponsel karena kesal Raskal terus meneleponnya tanpa henti. Namun niatnya terhenti saat melihat panggilan video dari nomor yang tidak dikenal, apa Raskal pakai nomor lain? Tapi melihat foto yang terpampang di layar sepertinya bukan Raskal. Dengan ragu Kiara menjawab panggilan tersebut, langsung terkejut saat melihat siapa yang meneleponnya.
"Kiara, Where are you now? I miss you so much!" seru Allen.
"Kiara, kenapa kamu tidak pernah datang lagi ke sini? Kami jadi kesepian tanpa kamu di sini." Jared menggeser Allen agar bisa melihat Kiara sepenuhnya.
Kiara melongo sesaat sebelum akhirnya tersenyum sangat lebar. "Allen, Jared!!" balas Kiara tidak kalah senang. Betapa rindunya dia pada dua lelaki yang terkadang bersikap menyebalkan itu. Sudah sangat lama dia tidak pergi ke Seven Cafe. Ini semua gara-gara Raskal! Kalau saja lelaki itu tidak mengurungnya, mungkin saat ini dia sedang bermain gitar bersama Jared, Allen, dan Naraka.
Jared dan Allen merengek bersamaan, tingkahnya benar-benar seperti anak kecil. "Kiara, apa Raskal menyakitimu? Apa Raskal melarangmu pergi ke mana-mana."
Kiara mengangguk, ikut-ikutan bersikap kekanak-kanakkan seperti Jared dan Allen. "Iya, dia melarangku keluar rumah. Bahkan dia mengunci rumah agar aku tidak bisa pergi keluar."
"Jangan sedih, kami di sini untuk menghiburmu."
Kiara tersenyum senang, setidaknya Allen dan Jared membuat Kiara tidak terlalu kesal. "Terima kasih, kalian memang idolaku."
"Ish, ish. Kami adalah sahabatmu, bukan idolamu."
"Ahh, pantes saja Another sukses besar dalam waktu cepat. Kalian memang baik."
Allen langsung memuji diri sendiri, tapi itu tidak berlangsung lama ketika Naraka merebut ponsel dari tangan Allen. Terdengar bisik-bisik sampai Kiara harus mendekatkan ponselnya agar bisa melihat apa yang terjadi.
"Pergi! Sana kerja lagi agar kita bisa pulang secepatnya. Apa kalian ingin terjebak di sini selamanya?" Itu suara Naraka, seperti biasa terdengar begitu datar.
"Oke, kami hanya ingin melihat Kiara saja."
Akhirnya Kiara melihat Naraka, ada yang berubah dari lelaki itu, Naraka memakai anting hitam di telinga kiri, rambutnya yang semula bewarna hitam kini berubah jadi warna abu-abu, hampir serupa dengan warna mata sebelah kanan Naraka yang juga bewarna abu-abu. Bagaimana bisa Naraka berubah secepat itu? Meski terlihat sangat berbeda, namun tetap saja Naraka terlihat sangat keren. Coba kalau Raskal seperti itu ... buru-buru Kiara mengenyahkan pemikiran anehnya.
"Naraka? Apa ini nomor teleponmu? Dari mana kamu tahu nomor teleponku?"
"Iya, aku mendapatkannya sama seperti yang dilakukan Raskal ketika mencari data-data untuk menikahimu secara sah."
Kiara melongo, maksudnya, jadi Naraka juga meretas data untuk mendapatkan nomor teleponnya. Perempuan itu mendesah, bagaimana bisa dia dikelilingi oleh orang-orang yang terlalu pintar menggunakan internet.
"Lalu, kenapa kamu menghubungiku?" tanya Kiara ragu.
Naraka diam sejenak. "Apa kamu sering melihat kenangan masa lalumu?"
Kiara mengerutkan kening bingung, bagaimana bisa Naraka tahu hal tersebut? Ah, Kiara baru ingat. Allen dan Jared pernah bilang kalau Naraka itu bisa membaca pikiran dan melihat masa depan setiap orang? Tapi mana mungkin ...
"Itu adalah ingatan yang kamu lupakan. Dokter yang merawatmu dulu sepertinya tahu masa lalumu."
Antara percaya dan tidak percaya, Kiara langsung menatap Naraka tajam. "Jangan bercanda denganku."
"Dia tahu sedikit masa lalu yang kamu lupakan. Kurasa, kamu membutuhkan dia untuk membantu mengingat kenanganmu. Sekarang dia tinggal di Bandung, coba tanyakan pada Kafka. Sepertinya dia masih berhubungan dengan Kafka."
Allen juga pernah bilang kalau ucapan Naraka tidak bisa diremehkan, apa itu artinya dokter yang dimaksud Naraka benar-benar mengetahui masa lalunya? Tapi kata Naraka, dokter itu tinggal di Bandung. Raskal pasti tidak akan membiarkannya pergi ke Bandung.
"Tapi aku tidak hapal nomor telepon bang Kafka."
Naraka memutar bola mata. "Cek emailmu. Kurasa Kafka mengirim pesan lewat email."
Kiara mengerutkan kening. "Bagaimana bisa kamu tahu." Kiara terkekeh. "Kamu tidak mungkin baca pikirannya Kafka, kan?"
"Tidak. Tapi aku tidak sengaja meretas akun emailmu dan menemukan beberapa pesan yang dikirim Kafka."
"Apa? Lancang sekali," gerutu Kiara tidak terima, bagaimana bisa Naraka meng-hack akun emailnya begitu mudah. Ingatkan Kiara untuk mengganti pasword emailnya agar Naraka tidak bisa membuka akun emailnya lagi. "Bagaimana kalau ada hal rahasia, harusnya kamu memberitahuku dulu ... hei, Naraka! Naraka!" teriak Kiara kesal, saat Naraka mengakhiri panggilan begitu saja.
"Benar-benar lancang!"
Kemudian Kiara turun ke bawah, menghidupkan komputer yang akhir-akhir ini jarang Raskal gunakan. Naraka benar, Kafka mengirimkan banyak pesan. Sesaat Kiara merasa lega, setidaknya dia bisa berkomunikasi dengan abangnya lagi.
"Harusnya dari dulu aku buka email. Tapi percuma saja, sih. Bang Kafka, kan, paling males buka yang ginian, kalau bukan penting sekali."
Kiara membuka satu persatu pesan Kafka, sebagian besar pesan yang dikirim Kafka sama: menanyakan kabar Kiara dan keberadaan Kiara yang hilang. Tampaknya Kafka terlihat cemas dilihat dari banyaknya pesan yang dikirim.
"Dia mengirim pesan dua kali sehari. Whoahh, kemajuan yang lumayan kalau bang Kafka mau buka emailnya."
Lalu Kiara menemukan pesan dari Kafka yang menyuruh Kiara untuk menghubunginya segera berserta deretan nomor baru milik Kafka. Kafka juga menjelaskan kalau mereka pindah rumah ke Jakarta karena atasan Kafka berencana untuk memindahkan Kafka ke Jakarta. Namun ada satu pesan yang menbuat Kiara tertarik.
From: kafkarian@gcube.co
To: kiaradina@gmail.com
Subjek: Jangan Marah!
Gimana kabar kamu? Baik, kan? Jangan marah terus, sekali-kali bales pesan Abang!
Kiara, Abang tahu kamu pergi dari rumah karena ingin ketemu sama laki-laki masa lalu kamu, kan? Maafin Abang yang tidak bisa bantu kamu, maafin Abang yang malah pergi gitu aja padahal kamu lagi butuhin Abang.
Kiara, Abang sudah nanya ke dokter Paris. Dia bilang kalau dia tahu masa lalu kamu walau tidak terlalu rinci. Kalau kamu ingin tahu ingatan yang hilang dari kepalamu, tanyakan saja ke dokter Paris. Dia tinggal di Bandung sekarang.
Jangan nekad pergi ke sana sendirian, tunggu Abang pulang. Kita pergi ke sana bersama.
Ps. Hubungi Abang secepatnya kalau kamu sudah nerima pesan dari Abang.
Nb. Abang rindu sekali sama kamu.
Kiara tersenyum kecil, merasa sedih dan senang. Sedih karena Kiara tidak bisa bilang kalau dia diculik oleh lelaki aneh macam Raskal, dan sedih karena membuat Kafka khawatir padanya.
"Aku juga rindu pada abang." Kiara membaca pesan itu berulang kali dengan perasaan tidak menentu. Terlalu senang karena akhirnya Kafka benar-benar berubah dan menyesali sikapnya dahulu.
Kiara segera mengambil ponselnya saat sadar kalau dia harus menelepon Kafka. Dia memasukan nomor baru Kafka lalu hendak menelepon Kafka ketika mendengar suara pintu depan dibuka. Buru-buru Kiara menutup laman web dan mematikan komputer, memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana lalu menyambut kepulangan Raskal dengan senyuman lebar.
"Kamu sudah pulang?" tanya Kiara tersenyum sangat lebar.
Raskal menaikan sebelah alis, bingung melihat sikap Kiara yang terlihat sedikit berlebihan. Sejak kapan Kiara tersenyum saat Raskal pulang ke rumah, bukankah Kiara lebih sering cemberut dan menggerutu karena Raskal tidak memperbolehkan perempuan itu pergi keluar.
"Kenapa?" Raskal balik nanya.
Kiara menggeleng. "tidak kenapa-kenapa, tumben pulangnya sore. Biasanya juga malem." Padahal Kiara sangat berharap Raskal lembur seperti biasa, tapi sepertinya harapannya tidak terkabul.
Raskal berjalan melewati Kiara. "Pekerjaannya sudah selesai. Jadi saya pulang." Raskal berbalik dan menatap Kiara yang masih tersenyum sangat lebar. "Kamu benar-benar tidak apa?"
Buru-buru Kiara menghapus senyuman lebarnya. "Kenapa? Apa aku terlihat aneh?"
Raskal mengangkat bahu. "Saya kira kamu masih marah sama saya."
Aku memang masih marah sama kamu! Seru Kiara dalam hati, namun tetap tersenyum mengikuti Raskal ke kamar. Dia berdiri di depan pintu, jika dia menelepon Kafka di depan Raskal, bisa-bisa lelaki itu mengambil kembali ponselnya. Kiara mendesah, dia harus menunggu hari esok untuk bisa menghubungi Kafka.
"Saya lupa," kata Raskal tiba-tiba, membuka pintu kamar mandi dan menatap Kiara tanpa memakai baju. Sontak Kiara menjerit terkejut. "Tolong ambil bungkusan putih di mobil, kuncinya di nakas."
"Oke, lain kali jangan mengejutkanku!" seru Kiara kesal, tidak siap melihat Raskal telanjang dada. Tanpa menoleh ke belakang, Kiara buru-buru pergi keluar membawa bungkusan yang dimaksud Raskal.
"Whoahh, martabak telor." Kiara tersenyum sangat lebar menatap makanan di hadapannya. "Dua porsi kurang buatku. Apa aku langsung makan saja? Tapi, kan, ini Raskal yang beli. Kasian kalau dia tidak makan."
Tidak lama kemudian Raskal datang dan duduk di hadapan Kiara, tersenyum melihat tingkah Kiara.
"Saya sengaja beli dua. Kamu suka sekali sama martabak telor, kan?"
Mata Kiara menyipit. "Dari mana kamu tahu kalau aku suka martabak telor?"
Raskal gelagapan. "Kamu sering bilang martabak telor pas tidur." Dia menggeleng. "Benar-benar mengganggu."
Kiara mencibir kesal, tidak terima jika Raskal mengatainya dia suka mengigau saat tidur. Tanpa memedulikan Raskal, Kiara melahap martabak tersebut dan sesekali menawari Raskal.
"Kiara?!"
"Hemm."
Tapi Raskal tidak berkata lebih lanjut, hanya tersenyum. "Nanti saya beli makanan kesukaan kamu lagi. Kasih saja daftarnya."
Kiara hanya mengiyakan, dalam hati tersenyum lebar. Siap saja dia menguras tabungan Raskal, makanan yang disukai Kiara terlalu banyak.
Menunggu Raskal lengah itu sangat susah. Kiara kira dengan bersikap baik akan membuat Raskal menjauh, tapi malah sebaliknya. Raskal selalu mendekatinya tanpa henti, tiba-tiba saja bicara banyak dengan menceritakan keadaan kampus dan kantor, Farah yang sering menanyakan kabar mereka dan menyuruh untuk mampir ke rumah, sampai membuat Kiara kebingungan. Raskal kerasukan jin apa sampai bersikap aneh seperti ini.
Kiara mendesah, bagaimana caranya agar dia bisa menelepon Kafka tanpa ketahuan Raskal. Kiara buru-buru menutup mata saat Raskal masuk ke dalam kamar, keadaan hening, Kiara merasakan gerakan di belakang lalu rasa hangat yang melingkupi tubuhnya.
Kiara berusaha untuk tidak menegang saat Raskal memeluknya dengan erat. Saat dia ingin berbalik dan memarahi Raskal, tiba-tiba saja Raskal berbisik padanya.
"Maaf," kata Raskal pelan. "tidak sepantasnya saya bersikap kasar sama kamu. Saya benar-benar menyesal. Saya tahu kamu masih marah sama saya, tapi saya senang sekali kamu mau senyum hari ini. Saya janji, tiap pulang kerja, saya bawain makanan kesukaan kamu terus."
Kiara hanya bisa tertegun mendengar perkataan Raskal.
